Tidak semua lihai dalam menulis puisi. Merangkai kata yang seakan terkirim langsung dari apa yang dirasakan hati. Seakan tertuang begitu saja semua isi hati dalam setiap bait. Penulis belum tentu memiliki sastra. Dan hampir pemilik sastra akan mampu menulis.
Orang yang menulis puisi lebih sering disebut pengarang atau yang lebih tinggi lagi sastrawan dan budayawan. Tidak seperti penulis-penulis buku biasa yang hanya disebut sebagai penulis.
Tapi keduanya memiliki korelasi kuat, orang yang tebiasa menulis dengan sendirinya akan kaya kata-kata sastra. Begitupun pengarang puisi akan terus meningkat pengolahan katanya menjadi paragraf-paragraf berbentuk karangan.
Puisi membutuhkan bunyi dan nada. Untuk meyakinkan si pendengar benar-benar menyatu dengan maknanya. Karena bisa jadi, pengarang dan pembaca atau yang mendengarkan bisa berbeda makna.
Jenis dan macam puisi pun beragam. Ada yang puisi bebas. Ada puisi yang berpola. Ada juga puisi yang menyatu dengan kehidupan sehari-hari atau puisi dramatik. Dan puisi-puisi yang lain. Karena puisi pun akan lebih indah dan menarik ketika dibaca oleh orang yang paham dan bisa menyatu dengan maknanya.
Sebenarnya, bait-bait doa kita yang terangkai kepada Tuhan itu bagian dari rangkaian puisi. Karena kita meminta dan memohon dengan penuh penghambaan. Menjiwai dengan menyatukan hati dan pikiran. Bahkan menangis di hadapan sang maha kuasa.
Kalau kita baca juga terjemahan al-Quran dengan penuh penjiwaan maka akan berbunyi nada-nada indah. Hal ini menunjukkan bahwa kemasan tulisan dengan nada sastra yang mengalir akan membantu kita memahami kandungannya.
Wallahu a'lam
Malang, 13 September 2017 (09:30)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H