Tidak bisa dipungkiri lagi yang mempunyai sumbangsih besar terhadap kemajuan bangsa dalam pendidikan yaitu dari perguruan tinggi. Sebagai pelaksana penelitian dan pengabdian tentu di dalamnya terdapat ahli-ahli dan pengamat-pengamat terkait perkembangan ilmu dan teknologi. Banyaknya profesor dan doktor di perguruan tinggi seharusnya sudah tidak diragukan lagi berbagai solusi sosial. Namun kenyataannya tidak demikian.
Kalau kita lihat perkembagan terkini, banyak aturan kementerian riset dan perguruan tinggi memberikan aturan-aturan baru kepada para profesor. Hal ini menunjukkan mandegnya perkembangan ilmu yang tidak sesuai dengan banyaknya profesor. Upaya yang dilakukan untuk diangkat menjadi profesor tidak berkelanjutan. Ketika gelar itu sudah diperoleh maka dengan bangga tanggung jawab mengembangkan keilmuannya hilang ditelan kebahagian.
Ketika saat ini kalangan mahasiswa pun terjadi krisis minat baca-tulis, hal ini juga disebabkan karena kasus yang menyatu di perguruan tinggi. Para pemilik gelar profesor dan doktor lebih disibukkan dengan urusan manageman jabatan, administrasi lembaga, dan urusan-urusan pribadi yang kemudian mengesampingkan tugas keilmuannya. Bagi para doktor yang mempunyai tanggung jawab mengajar lebih mementingkan berbagai urusan doktoralnya dari pada mengajar mahasiswanya. Para profesor lebih sibuk menyiapakan pensiunnya dari pada berkarya untuk keilmuannya.
Maka mahasiswa pun lebih senang dan suka ketika dosen tersebut tidak hadir di kelas. Tidak ada tuntutan dan laporan untuk diperingati. Maka akibatnya tidak ada tindakan tegas dari kelalaian para dosen untuk membimbing dan mengajar mahasiswa. Ketika para dosen disibukkan dengan tugas negara, kantor dan yayasan maka tidak dipungkiri lagi walaupun bisa membimbing tidak semaksimal mungkin. Kalau melihat kasus ini maka yang seharusnya dilakukan mahasiswa tidak hanya mengandalkan kursi perkualiahan. Perlu mengembalikan dan meluruskan tridarma yang dibangun oleh perguruan tinggi.
Kasus lain yang terjadi, penelitian-penelitian yang dilakukan mahasiswa semester akhir belum ada perkembangan yang maksimal. Mahasiswa lebih cenderung melakukan penelitian hanya karena tugas akhir yang akibatnya mengambil penelitian atau menggabungkan dari hasil penelitian mahasiswa sebelumnya. Tumpukan ribuan hasil penelitian mahasiswa dari tahun ke tahun belum ada yang tampak jelas hasilnya. Perkembangan ilmu dan tekonologi sama sekali bukan hasil pengembangan di perguruan tinggi. Walaupun ada beberapa perguruan tinggi yang memang setiap tahun konsisten menghasilkan karya baru.
Maka melalui cara membaca dan menulislah yang kemudian menjadi warisan untuk bisa memberikan sumbangsih mencerdaskan bangsa. Bolehlah tidak peduli pada kemorosotan para pemilik gelar di perguruan tinggi yang terpenting ruh sebagai agent of social control tetap melekat pada diri mahasiswa. Mengembangkan pola pikir secara mandiri lewat komunitas-komunitas diskusi dan kajian lebih memberikan perkembangan ilmu dari pada yang serba formalitas di perguruan tinggi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H