Mohon tunggu...
Misbahuddin
Misbahuddin Mohon Tunggu... -

Saya Mahasiswa dari kota pamekasan yang kuliah di Universitas Islam Malang mengambil Jurusan Pendidikan Matematika. Di samping kuliah UNISMA saya juga kuliah di jurusan Pendidikan Agama Islam di UIN MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sikap Baper Para Politisi

1 Maret 2017   21:28 Diperbarui: 1 Maret 2017   21:33 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Begitu banyak para pejabat negara baik pegawai negeri sipil maupun pemimpin pemerintahan yang seharusnya menjadi teladan bagi rakyatnya, kini justru bersikap cengeng dan emosional. Ini menandakan bahwa kita benar-benar hidup di memang serba aneh.

Bahasa pergaulan remaja menyebutnya mereka termasuk orang-orang baperalias bawa perasaan. Sikap gegabah dan emosional dalam menanggapi masukan dan kritikan masyarakat menjadi gugoyonan para masyarakat luas.

Kita bisa melihat dua negara besar sebagai contohnya. Kalau di Amerika Serikat presiden menggunakan sosial media berupa twiternya untuk meluapkan sikap marahnya sehingga yang terjadi kehebohan yang kurang diperlukan. Kalau di Indonesia, beberapa hari kemarin terjadi di berbagai televisi yang serupa dengan di AS tapi lebih kepada bentuk ratapan dan keluhan.

Tentu seorang pemimpin negara tidak pantas bersikap emosional berlebihan. Lebih-lebih emosi yang tidak masuk akal, hanya saja karena ketakukan yang tidak penting dan tidak masuk akal. Hal ini tentu tidak bisa dibiarkan. Hidup sosial di masyarakat akan menjadi ricuh, gaduh, dan tidak enak. Maka tidak kaget lagi ketika masyarakat menganggapnya sebagai obyek humor dan celaan kepada para pemimpin negara baper karena suasana yang ingin dikembalikan seperti semula.

Mengapa harus bersikap baper?

Banyak hal yang melatarbelakangi para politisi bersikap baper. Pertama, mereka sering bersikap narsisme, yakni perasaan bahwanya dirinya sangat penting, dan merasa lebih penting dari orang-orang di sekitarnya. Hal ini menjadi akar dari sikap baper itu sendiri. Ketika orang itu merasa penting maka rasa humor yang dimilikinya akan hilang dengan sendirinya. Misalnya, ketika orang lain mengejek, mengcela, mengolok-olok maka seakan-akan harga dirinya ternoda bahkan kemudian menanggapi dengan kasar.

Kalau bahasa guyonnya, ketika orang itu merasa punya peran penting sebenarnya yang terjadi bukan orang penting. Kalau bisa dibilang mereka itu orang-orang lemah yang sangat membutuhkan pengakuan sosial sebagai perwujudan dirinya.

Kedua, biasanya para politisi itu sendiri sering menyembunyikan rahasia kelam. Misalnya berupa kejahatan-kejahatan di masa lalu, korupsi, nepotisme, dan kejahatan-kejahatan lainnya. Mereka akan terpancing untuk memunculkan emosionalnya ketika ada pihak yang mencoba membredel rahasi gelap mereka.

Akibat dari itu semua, maka mereka akan memberikan respon balik berupa tanggapan keras dan berlebihan. Seperti halnya adanya tuntutan yang dikaitkan dengan pasal-pasal primitif atau sekedar menghebohkan media sosial. Tentu tidak bisa dipungkiri lagi masyarakat yang semakin pintar ini akan merasa ada udang di balik batu. Maksudnya ada hal yang di sembunyikan dari koaran mereka di media sosial.

Domba diburu srigala

Kita semua harus hati-hati dan peka ketika melihat situasi politik yang didominasi para politisi baper.Intinya kita bisa memilih dan memilah mereka, mana yang berkepentingan atas dirinya atau orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun