Mohon tunggu...
Mahmikal Fadli
Mahmikal Fadli Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

nama saia mikal, calon presiden, serta masih menjadi calon mahasiswa, saat ini bekerja dibidang farmasi & detektif amatir, semarang

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Merantaulah, Temukan Muara Tujuan sebagai Manusia Terbaik

13 Juni 2013   12:25 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:05 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merantaulah, temukan muara tujuan sebagai manusia terbaik

Judul: Rantau 1 Muara

Penulis: Ahmad Fuadi

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Terbit: 27 Mei 2013

Tebal: xii + 407 halaman

Harga: Rp. 75.000,-

“ Gapailah setinggi-tingginya impianmu.

Bepergianlah, maka ada lima keutamaan untukmu.

Melipur duka, memulai kehidupan baru, memperkaya budi,

pergaulan yang terpuji, serta meluaskan ilmu.”

Alif jumawa. Impian yang dirajut selama di Pondok Madani untuk menjejakan kaki di ranah Amerika purna sudah. Tuntas terselesaikan. Apalagi setelah kembali dari Quebec, tulisannya laris diberbagai media bak kacang goreng. Ia pun diangkat menjadi kolomnis di harian Warta Bandung. Tak berhenti sampai disitu, disemester selanjutnya Alif pun mendapat kehormatan sebagai visiting student di The National University of Singapore. Level jumawa Alif naik beberapa tingkat, hidungnya terkembang setebal dompetnya.

Hidup ini bagaikan roda. Kadang di atas, kadang sebaliknya. Pengalaman Alif di luar negeri, predikat kolumnis, serta nilai terbaik yang tercetak di ijazahnya pun harus mentok. Mental menghadapi Tsunami krismon 98 yang berawal dari Thailand. Surat penolakan kerja bertubi-tubi menghujam Alif. Ditambah predikat kolomnis-nya rontok akibat krismon. Sehingga kiriman untuk amak pun surut lalu rehat. Dan Alif pun ikut terjebak dalam jerat kartu kredit yang mengundang rama-rama kekar bertato yang sering di sebut dept collector. Alif terpekur, sesal terhadap sikap jumawa-nya dulu datang terlambat. Terlambat sekali.

Man saara ala darbi washala,

siapa yang berjalan dijalannya akan sampai.

Mau tak mau, Alif merevisi arah biduk kehidupan. Apalagi ia menyanggupi tantangan Randai untuk belajar dan bekerja di Eropa atau Amerika. Alif mengambil keputusan yang kelak mengubah takdir hidupnya, juga takdir jodohnya.

Badai pasti berlalu, Tsunami juga. Seperti sorot mentari yang menerobos gumpalan pekat awan di angkasa, surat penerimaan dari majalah Derap membangkitkan secercah asa di benak Alif. Sebagai reporter newbie di majalah yang terkenal dengan Idealisme-nya ini Alif memulai karir dari awal kembali. Dimulai dari pangkat sersan, lalu menerima gelar doctor dari pasus, sang spin doctor. Dan pertemuannya dengan pemilik mata indah yang harus dibayar dengan melakukan wawancara pocong. Dan merajut asa meraih beasiswa S2 ke Eropa atau Amerika.

Petualangan Alif berlanjut. Meraih beasiswa fullbright untuk kuliah S2 di George Washington University, Alif menemukan mas-nya di negeri mak etek Sam. Merajut kisah kasih dengan pemilik mata indah, mengikatnya secara sah dan membawanya ke ranah yang sama. Dan diterima bekerja di ABN, America broadcasting network.

Tragedi 21 september bersua dengan jalur hidup Alif. Kehilangan yang sangat datang menghampiri untuk kedua kalinya setelah dulu ditinggal sang ayahanda. Alif limbung, dan akan jatuh jika sang mata indah tak ada disampingnya. Ehm.

***

Khairunnas anfa’uhum linnas

Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain

Novel Rantau 1 Muara yang menjadi seri pamungkas dari novel best seller trilogi Negeri 5 menara ini begitu renyah dibaca. Harus hati-hati agar tak kebablasan waktu membacanya. Apalagi bagi pembaca yang sudah berkali-kali meng-khatam-kan Negeri 5 Menara dan Ranah 3 Warna dari uda Ahmad Fuadi ini.

Membaca trilogi Negeri 5 Menara ini seperti membaca kumpulan petuah kehidupan yang diselipkan kedalam cerita-cerita yang membumi. Bekal yang yang sangat cocok untuk urang rantau. Dan sejatinya kita semua adalah perantau didunia ini.

Tak ada gading yang tak retak, perjalanan hidup Alif kali ini, seperti diceritakan terlalu mudah. Kalau pun ada jalan yang curam pun tak sulit dilalui oleh Alif. Bahkan bagaimana Alif melunasi hutang kartu kredit juga tak di ceritakan. Tapi anda tak akan melihat kekurangan itu saat membaca novel ini karena terhipnotis oleh jalinan kata dan pilihan diksi yang mengagumkan dari uda.

Muara sungai adalah laut luas. Muara manusia adalah kebermanfaatnya bagi sekitar, bagi lingkungannya. Sebagai hamba tuhan, sebagai khalifah di muka bumi, menjadi manusia terbaik. Sudahkah kita mencoba menggapainya?

Saya Mahmikal Fadli

Juga seorang perantau

Salam…

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun