Makan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh kita. Selain menjadi sehat, kebutuhan nutrisi yang terpenuhi juga dapat menjaga penampilan tubuh agar tetap ideal. Sayangnya, “kurus” menjadi standar bentuk tubuh ideal yang ada di masyarakat. Oleh karena itu, tidak sedikit orang yang berusaha menjadi kurus dengan berbagai cara yang ekstrim.
Contohnya dengan makan yang sangat sedikit atau bahkan berusaha memuntahkan kembali makanan yang telah dimakan. Gangguan makan tersebut biasa disebut dengan eating disorder. Kelompok yang rentan terhadap gangguan makan adalah remaja, terutama wanita berumur 14-23 tahun, karena kelompok tersebut memiliki perhatian lebih terhadap bentuk tubuh mereka agar terlihat kurus dan menarik (Saxena, 2017).
Eating disorder tentu sangat berdampak buruk bagi fisik maupun mental kita.
Nah, untuk mencegah dan mengetahui lebih lanjut tentang eating disorder, yuk simak informasinya dibawah ini!
Eating disorder adalah sebuah gangguan kesehatan mental di mana seseorang memberikan kontrol sepenuhnya pada perilaku makan berdasarkan perasaan dan kondisi yang ada di sekitar. Gangguan makan di dalam kamus APA (2015) didefinisikan sebagai gangguan yang ditandai oleh gangguan patologis sikap dan perilaku yang berhubungan dengan makanan. Kondisi ini dapat berupa kebiasaan jumlah makan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit. Umumnya, eating disorder disebabkan oleh kecemasan bentuk dan berat badan.
Menurut DSM-5 (APA, 2013), jenis-jenis eating disorder ada 6. Pertama PICA yaitu gangguan makan dimana penderita memiliki keinginan yang terus-menerus untuk menelan suatu zat atau benda yang dianggap bukan makanan dan berbahaya bagi tubuh. Kedua, Rumination Disorder yaitu kecenderungan untuk memuntahkan kembali makanan yang telah ditelan untuk dikunyah atau ditelan Kembali. Ketiga, Avoidant/restrictive food intake disorder (ARFID) yaitu penderita terlalu selektif dalam memilih makanan. Keempat, Anorexia nervosa yaitu gangguan makan yang ditandai dengan berat badan yang sangat rendah, rasa takut yang berlebihan pada kenaikan berat badan, dan persepsi yang salah terhadap berat badan. Kelima, Bulimia nervosa yaitu kecenderungan untuk memuntahkan kembali makanan yang telah dimakan. Keenam, Binge-eating disorder yaitu kecenderungan untuk terus makan dan dalam porsi yang banyak.
Belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan gangguan makan. Namun, sama seperti gangguan mental lain, gangguan makan dapat terjadi akibat kombinasi dari beberapa faktor. Penyebab yang pertama yaitu faktor genetik. Pada beberapa kasus, gangguan makan terjadi pada orang dengan gen tertentu yang memicu gangguan makan. Kedua yaitu faktor keturunan. Gangguan makan juga umumnya dialami oleh orang yang memiliki orang tua atau saudara kandung dengan riwayat gangguan yang sama. Ketiga yaitu faktor biologis. Perubahan zat kimia dalam otak dapat berperan dalam menimbulkan gangguan makan. Keempat yaitu faktor psikologis. Gangguan makan sering terjadi pada penderita gangguan kecemasan, depresi, dan obsessive compulsive disorder (OCD)
Selain beberapa faktor tersebut, sejumlah kondisi yang juga dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami gangguan makan adalah usia remaja. Remaja, terutama perempuan, rentan mengalami gangguan makan karena cenderung lebih memerhatikan citra atau penampilan diri. Faktor selanjutnya yaitu diet yang berlebihan. Rasa lapar akibat diet yang terlalu ketat dapat memengaruhi otak sehingga justru menimbulkan dorongan untuk makan secara berlebihan. Lalu faktor yang lain adalah stres. Berbagai masalah yang menyebabkan stres, baik dalam pekerjaan, keluarga, maupun hubungan sosial, dapat meningkatkan risiko gangguan makan.
Faktor penyebab gangguan makan (Krisnani dkk, 2017) sebagai berikut : 1) Faktor sosio-kultural. Tekanan yang berlebihan pada wanita muda untuk mencapai standart kurus yang tidak realistis. 2) Faktor psikologis. Diet yang kaku atau sangat membatasi dapat mengakibatkan berkurangnya kontrol yang diikuti dengan pelanggaran diet dan menghasilkan makan berlebihan yang bersifat bulimik. Ketidakpuasan pada tubuh memicu dilakukannya cara-cara yang tidak sehat untuk mencapai berat badan yang diinginkan. Merasa kurang memiliki kontrol atas berbagai aspek kehidupan selain diet. Kesulitan berpisah dari keluarga dan membangun identitas individual. Kebutuhan psikologis untuk kesempurnaan dan kecenderungan untuk berfikir secara dikotomis/ hitam putih. 3) Faktor keluarga. Keluarga dari penderita gangguan makan seringkali memiliki karakteristik yang sama yaitu adanya konflik, kurang kedekatan dan pengasuhan, serta gagal dalam membangun kemandirian dan otonomi pada diri anak perempuan mereka. Dari perspektif sistem keluarga, gangguan makan pada anak perempuan dapat memberi keseimbangan pada keluarga yang disfungsional dengan mengalihkan perhatian dari masalah keluarga ataupun masalah pernikahan. 4) Faktor biologis. Ketidakseimbangan yang mungkin terjadi pada sistim neurotransmitter di otak yang mengatur mood dan nafsu makan dan kemungkinan pengaruh genetis.
Eating Disorder dapat berdampak buruk bagi Kesehatan. Penelitian yang dilakukan Julian & Kurniawan (2020) menyebutkan bahwa sebagian besar siswa-siswi dengan risiko gangguan makan memiliki kualitas tidur yang buruk. Dampak yang dapat muncul dari eating disorder adalah gangguan jantung, seperti aritmia atau gagal jantung, gangguan pencernaan misalnya GERD, gangguan pertumbuhan, penurunan prestasi di sekolah atau kualitas kerja, dehidrasi berat dan sembelit parah, gangguan fungsi organ, kerusakan otak, menstruasi terhenti, stroke, gangguan kecemasan, deprsi, keinginan untuk bunuh diri, bahkan sampai kematian.
Cara mencegah terjadinya eating disorder adalah dengan menerapkan pola makan sehat yang telah dianjurkan oleh dokter, mengurangi kebiasaan mengisolasi diri dari keluarga dan teman-teman, belajar lebih mencintai diri sendiri dan tidak membandingkan diri dengan orang lain, menghindari keinginan untuk menimbang berat badan atau bercermin terlalu sering, menghentikan penggunaan pil diet atau obat pencahar, dan mengelola stres dengan berolahraga atau melakukan aktivitas lain yang disenangi.
Nah, itu tadi informasi mengenai eating disorder. Ingat, ya! Menjadi cantik dan menarik tidak harus kurus. Yang utama adalah kesehatan diri kita. Yuk, cegah eating disorder sekarang juga!
CANTIK TIDAK HARUS KURUS. KURUS BUKAN SEGALANYA
REFERENSI
American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of mental disorders (DSM 5®), fifth edition. Washington DC: American Psychiatric Association.
Chairani, Lisya. (2018). Body Shame dan Gangguan Makan Kajian Meta-Analisis. Buletin Psikologi, 26(1), 12-27.
Julian, Markus., & Felicia Kurniawan. (2020). KUALITAS TIDUR YANG BURUK AKIBAT GANGGUAN MAKAN PADA PELAJAR SEKOLAH MENENGAH DI JAKARTA. Damianus Journal of Medicine, 19(1).
Krisnani, Hetty dkk. (2017). GANGGUAN MAKAN ANOREXIA NERVOSA DAN BULIMIA NERVOSA PADA REMAJA. Prosiding Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat, 4(3).
Sari, S. (2020). Eating Disorders During The COVID-19 Pandemic. Indonesian Journal of Global Health Research, 2(3), pp. 199–206.
Saxena A. (2017). The impact of nutrition on the overall quality of life adolescent girls are living across the city of Kota. Int J Life Sci, 1(1):40–8.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H