Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pengasuhan

Mengenal Diri, Mengenal Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Ditolak Teman

31 Juli 2023   07:46 Diperbarui: 31 Juli 2023   07:52 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ini sebuah pertentangan antara guidance dan rejection.

Izinkan berbagi sebuah catatan lapangan yang -bisa jadi- terkesan "lebay". Seorang gadis kecil berseragam merah putih, dengan tulusnya menemani dan mengayomi sang teman yang bermasalah dengan pendengaran. 

Bahkan saat alat yang menempel di telinga sang teman itu low bat kondisinya, dia refleks membantu dialog dengan mengeluarkan jurus isyarat dan menegaskan vokal bicara. Singkatnya, si gadis kecil ini setia menjadi translater bagi temannya yang istimewa.

Si gadis istimewa ini berteman dengan nyaman meski bukan tanpa keterbatasan. Dalam menjalani hari-hari, dia merasa diterima oleh lingkungan.

Demikian pula dengan seorang anak laki-laki dengan kondisi masih tantrum dan masih impulsif. Setiap kali nangis hebatnya muncul, setiap kali kemarahannya terekspresikan, bahkan setiap kali dirinya tak mampu mengendalikan diri untuk melempar dan merusak benda, teman-teman sekelasnya tak ada satu pun yang menyoraki atau menertawakan. 

Bahkan saat kemarahannya telah mereda lalu tantrumya juga melandai, satu demi satu teman-temannya mengajak untuk kembali bermain. Normal apa adanya. Tanpa pelabelan. Tanpa negasi. Dan impulsivitasnya itu sendiri menjadi lebih cepat untuk tenang.

MaashaAllah. Sebuah keberterimaan. Sebuah kesadaran akan fakta berteman. Fakta bersosial.

Di lain lingkungan. Seorang anak dengan postur cukup bongsor di antara teman sekelasnya. Anak laki-laki dengan kemampuan interpretasi gambar yang sangat mengagumkan, harus mendapat label sebagai anak yang suka mengganggu teman. 

Alasannya sangat sederhana, yakni karena saat berjalan, tanpa sadar ada beberapa teman yang tersikut. Itu pun murni karena gerakan yang belum terkendalikan dengan halus. Singkat cerita, sang teman bersepakat untuk tidak mengajaknya bermain. Terkucil. Terasing. Peer rejection.

Bicara tentang kenyamanan berteman, Sama halnya dengan orang dewasa, di mana anak juga akan mengalami dan atau merasakan insecure tersebab rasa tak nyaman oleh lingkungan. Alasannya bisa karena dirundung, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Bahkan tanpa perundungan sekalipun, insecure itu tetap berpotensi. Contohnya, anak melihat sekumpulan teman-temannya yang sedang berdialog seputar barang-barang mahal.

Dengan sendirinya, si anak menarik diri hanya karena merasa "rendah". Pun hal ini bukan tak terjadi pada orang dewasa. Ada rasa waswas memasuki lingkungan hanya karena lingkungannya betul-betul baru. 

Ada rasa kecil hati bahkan mungkin rendah diri pada saat menghadapi satu komunitas di mana komunitas tersebut didominasi orang-orang yang cukup unggul keberadaannya (jabatannya, ekonominya, barang branded yang dibawanya, dan seterusnya).

Idealnya berteman adalah peer guidance bukan peer rejection. Dan semestinya saling mengayomi itu bertumbuh dan membudaya, sehingga satu sama lain tak merasa diasingkan. Satu sama lain tak merasa jomplang akan kondisi. Bahkan satu sama lain tak harus merasa berbeban dengan keterbatasan yang dimiliki.

Lalu dari manakah anak mendapat asupan cara berteman yang baik. Jawabannya, tentu saja dari kita, Ibu dan Bapaknya. Mari arahkan mereka untuk mengenal siapa temannya. 

Mari tumbuhkan rukun ukhuwah padanya. Saling mengenal, saling memahami, saling membantu, bahkan pada kondisi tertentu bukan tak mungkin mereka saling mengalah dan mengikhlaskan.

Genggam hangat dari kejauhan. Merangkai adab dengan keberterimaan yang dalam.

Wallohua'lam bishshowaab.

Semoga bermanfaat dan salam pengasuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun