Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pengasuhan

Mengenal Diri, Mengenal Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Spirit Parenting dari Dua Kota Suci

23 Agustus 2022   23:18 Diperbarui: 23 Agustus 2022   23:22 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Akang Teteh dan Ibu Bapak yang dari tanah Sunda mungkin familier dengan istilah "angkaribung". Apakah itu artinya?

"Angkaribung" itu kurang lebih maknanya adalah repot dengan barang bawaan. Tak saja sambil menenteng, melainkan sambil mendorong, bahkan menggendong. Plus perintilan kebutuhan lain mulai dari air minum, tissue, dan pernik lainnya.

Nah salah satu hal unik dan menarik yang saya dapati dari perjalanan di tanah suci, baik waktu 2015 silam saat menemani almarhum Bapak maupun yang baru saja tunai bersama bapaknya anak-anak adalah terkesima plus terpesona dengan orang-orang yang "angkaribung" membawa serta para balitanya.

Bahkan bukan tak ada. Dari anak paling besar berusia SD, TK, batita, hingga bayi merah, lengkap dibawa serta menuju tempat agung, tempat jejak sejarah nabi Allah Muhammad Saw. Baik Masjid Nabawi di Madinah maupun Masjidil Haram di Makkah, keduanya dipenuhi pemandangan para orang tua yang membawa lengkap putra-putrinya. Tak kecuali anak laki-laki belum genap usia 2 tahun, dipakaikan kain ihrom diajak mengelilingi kakbah sambil "dipunggu" (baca: digendong di atas pundak) dalam terik dan berjejalannya orang bertawaf.

MaashaAllah tabarakallah.

Pemandangan rupa-rupa stroler itu menjadi sangat khas. Baik di luar maupun di dalam masjid. Tak terkecuali di escalator-escalator, saat naik turun lantai Masjidil Haram, dan tak terkecuali juga di elavator-elevator saat naik turun lantai hotel atau pusat belanja. Pun tak teekecuali orang tua dengan posisi usia anak berdekatan. Mereka membawa stroler yang bisa menampung dua balita sekaligus. Pun bagi keluarga yang membawa batita kembar.

Panas terik? Jangan ditanya. Bayi haus dan lapar? Tawaf dan sa'i sambil menggendong atau mendorong storel? Ah itu juga bukan pemandangan langka alias telah biasa. Si balita atau si batita tak nyaman ingin ke toilet? Oh itu juga sangat lumrah khas anak kecil. Namun kedaruratan itu tetap mereka nikmati dan mereka jalani.

Demi apa kira-kira? Demi membenamkan rindu pada sang kekasih Allah. Demi bisa memandang dan berdoa di depan kakbah yang begitu agung, gagah, megah, wangi. Demi bisa melantunkan doa di area mustajab.

Lalu dari manakah mereka? Rupa-rupa. Dari luar negara Arab Saudi, maupun dari lokal Arab Saudi. Tapi selokal-lokalnya mereka, tak semuanya berada atau tinggal di teritori Madinah dan Mekkah. Saudi Arabia itu luas.

Ibarat kita di Indonesia. Ketika -katakan saja- Makkah itu terletak di Jakarta, maka tentu saja pengunjung itu dari berbagai daerah di Indonesia. Ada yang dari Majalengka, dari Surabaya. Jauh dekat tumpah ruah.

Lalu kembali kepada konteks "angkaribung". Sebersedia itu para keluarga berani repot membawa anak-anak, lengkap dengan susu dan termos, lengkap dengan mainan dan cemilan agar para balita bisa anteng. Untuk menunaikan rindu baitullalh, untuk menggugurkan rindu Rasulullah. Nampaknya hal demikian dianggap ringan.

Ini bahan tafakur, wabilkhusus untuk diri saya sendiri. Kadang saat kita harus "ngagmbol" (baca: menggendong) anak untuk pergi ke luar kota, lelah terasa dengan sekian variabel yang harus dibawa. Atau sesederhana pergi ke sebuah tempat masih dalam jarak yang dekat, kadang masih ada saja perasaan "direpotkan" dengan pernik karakteristik membawa anak kecil.

Namun di luar itu semua, di luar bab kebersediaan mental menyikapi kondisi. Ada kedalaman spiritual yang tanpa sengaja bisa kita tanamkan pada anak-anak. Bagaimana mereka dikenalkan pada keagungan Allah Swt. Bagaimana mereka kita bawa untuk memuji-Nya langsung di tempat mulia-Nya.

Dan di situlah keistimewaan safar alias perjalanan. Ada keberkahan dalam kedarutan. Ada pahala dalam kondisi yang tak biasa.

Lagi dan lagi ini pelajaran bagi saya pribadi sebagai orang tua yang masih punya balita. Cukup hadapi dengan konteks "enjoykeun" manakala kita masih membawa serta balita ke mana-mana. Ke tempat kerja, misalnya (bagi kita yang membawa balita ke tempat kerja), ke forum-forum pengajian, dan sebagainya. Biarkan jadi sejarah indah, bahwa ada sekian perjuangan yang kita tempuh bersamanya.

Dan bukankah usia kanak-kanak anak kita hanyalah usia sesaat saja. Bukankah, keanakkecilan mereka itu ada batasanya. Bukankah kelak mereka sudah tak bisa lagi kita tuntun dan kita gendong.

Robbi habli minashshoolihiin. Ya Rabb Yang Maharahman dan Maharahim. Kualitaskan setiap kuantitas kebersamaan kami dengan anak-anak.

Naikkan berkali lipat derajat keimanan mereka, ya Rabb. Jadikan mereka jalan juang endorsement atas amal-amal kita. Biarkan mereka mendoakan kita dalam bait-bait napasnya.

Membawa serta anak-anak dalam kegiatan, menyiapkan perbekalan untuk kebutuhan belajar anak, menunaikan hak mandi dan hak ganti popoknya anak-anak, insyaAllah menjadi sebuah ladang "endurance" agar kita kuat menopang takdir yang ada. Ini sebuah latihan yang filosofis, insyaAllah.

Dari Jakarta menuju Bandung, status ini ditulis dalam rangka mengekspresikan kerinduan kepada balita Khawla Zidni Sadiida dan Akang Tetahnya yang ditinggalkan dan diasuh sementara oleh Nenek Kakek.

-----

Notes:
Untuk keluarga besar Sarana Sadaya Travel. Terima kasih atas perjalanan yang valuable ini. Semoga Allah Swt. melimpahkan rahmat dan keberkahan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun