Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pendidikan Keluarga

Menjalani Peran Pengasuhan Berkesadaran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Deteksi Dini Permasalahan Buah Hati (1)

23 Februari 2022   12:49 Diperbarui: 23 Februari 2022   13:07 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mungkin ada di antara kita yang pernah -secara spontan- memberikan label pada buah hati tanpa mempertimbangkan seberapa tepat label itu mereka dapat. Beberapa diantara contohnya adalah, kita menyebut anak kita sebagai anak agresif hanya karena kedapatan memukul teman, kita mengatakan anak kita hiperaktif hanya karena mereka selalu bergerak, atau kita menyebut anak kita autis hanya karena terlihat lebih sering melamun dan menghindari keramaian.

Oleh karenanya, kita perlu bijaksana dalam menilai ketidakwajaran yang mengemuka pada anak-anak atau murid kita. sebagai orangtua dan atau sebagai guru, -paling tidak- kita bisa punya ukuran standar dalam menilai ketidakwajaran yang muncul. 

Kita bisa melakukannya dengan cara mencermati tugas perkembangan mereka dari fase ke fase. Adakah kesulitan yang mereka hadapi, adakah ketidaknormalan yang terjadi, dan adakah ketimpangan dalam hal kemampuan yang dimiliki anak sesusianya.

Seperti dijelaskan Burton (Abin Syamsuddin, 2007), misalnya menyatakan bahwa  anak-anak yang tidak dapat mewujudkan tugas-tugas perkembangan, termasuk penyesuaian sosial sesuai dengan pola organismiknya (his organismic pattern) pada fase perkembangan tertentu seperti yang berlaku bagi kelompok sosial dan usia yang bersangkutan, seringkali dikategorikan kedalam slow learners.

Namun secara sederhana, kita bisa mendeteksi permasalahan pada perkembangan anak kita, dengan cara mengetahui faktor penyebab. Sebagaimana disebutkan oleh Mulyono Abdurrahman (2003:9), bahwa tumbuhnya permasalahan dapat disebabkan beberapa faktor, yaitu;

1. Kemungkinan adanya disfungsi neurologis

2. Adanya kesulitan dalam tugas akademis

3. Adanya kesenjangan prestasi dan potensi

4. Adanya pengeluaran dari sebab-sebab lain

Dengan melihat beberapa faktor tersebut, permasalahan anak usia dini dapat dibedakan kedalam dua kategori, yaitu;

1. Kesulitan yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilities)

2. Kesulitan belajar akademik (academic learning disabilities).

3. Dengan kategorisasi inilah, kita bisa mengobservasi --baik secara natural maupun dengan cara menyengaja- perilaku mereka dalam keseharian dan dalam kehidupan skolastik. Atau paling tidak, pada saat mereka tengah menyelesaikan hal-hal yang terkait dengan tugas-tugas akademik seperti membuat coretan, membaca gambar, membedakan warna, membedakan ukuran, mengamati huruf, dan lain-lain.

Selanjutnya, -secara spesifik- kita bisa mengenal karakteristik permasalahn anak kita berdasarkan beberapa aspek berikut.

1. Gangguan Emosi

2. Gangguan Komunikasi

3. Gangguan Kesehatan dan Gizi

4. Gangguan Gerakan dan Anggota Tubuh

5. Gangguan Penglihatan

6. Gejala Autisme

7. Gangguan Interaksi Sosial

8. Gangguan Pola Bermain

9. Gangguan aktivitas dan minat

10. Indikasi ADHD/ADD (gangguan pemusatan perhataian dan hiperaktifitas)

11. Gangguan kemampuan intelektual

Ada beberapa kunci utama yang harus kita miliki dalam menghadapi kenyataan dimana anak kita mengalami ketidakwajaran perkembangan.

1. Pahami tentang Prinsip Deteksi

Mendeteksi permasalahan anak usia dini, pada dasarnya adalah sebuah upaya dalam mengenali dan mengetahui letak dan jenis kesulitan, hambatan, gangguan, serta ketidakwajaran yang dialami anak dalam proses perkembangannya. 

Selanjutnya, kita harus meyakinkan diri bahwa mendeteksi tidak berarti memvonis anak kita sebagai anak yang abnormal. Karena banyak hal sederhana atau hal kecil yang terjadi pada anak kita, sekalipun tumbuh kembang anak kita wajar tanpa masalah.

2. Menerima Mereka dengan Sepenuh Hati

Keberterimaan inilah yang akan mendongkrak sebesar-besarnya sikap optimistis kita bahwa masa depan keluarga akan tetap cerah dan berkah. Keberterimaan ini pula yang mempermudah proses belajar mereka hingga mampu ledakkan potensi terbaiknya. 

Wajar jika anak dengan salah satu gangguan yang mereka miliki, namun justru memiliki skill yang sangat unggul. Dan inilah bagian dari salah satu rukun inspirasi. Bahwa kesungguhan akan lahirkan peradaban.

3. Hindari labeling victim 

Pelabelan negatif, pelabelan tak sesuai tempat, vonis menyakitkan, dan atau sejenisnya, akan sangat memperburuk kondisi. Biarkan mereka tumbuh dan berkembang , biarkan mereka melampaui setiap masalahnya dengan gembira. Bahkan bisa jadi, ucapan terbaik kita, akan menjadi senjata berarti bagi mereka dalam menaklukkan masalah atau ketidakwajaran yang mereka miliki. 

Barangkali, satu petikan Al-Qur'an cukup membuat kita bertafakkur. "...dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim." (QS. Al-Hujurat : 11)

4. Sadari Tentang Pembentukan Konsep Diri 

Pembentukan konsep diri pada anak tentu berbeda dengan konsep diri pada orang dewasa. Orang dewasa dengan pengalaman hidupnya yang sudah matang, mampu mengaktifikan kemampuan membedakan sesuatu. Sementara anak-anak, mereka membangun konsep dirinya melalui penilaian dari lingkungan. 

Sehingga wajarlah jika para ahli berpendapat bahwa masa kanak-kanak adalah masa meniru. Dalam hal ini, mereka mencerna semua yang terjadi di sekitar dan menyerap banyak hal yang meeka dapat, termasuk cemoohan, penghakiman, pengesampingan, dimana semua itu akan mereka persepsikan sebagai pribadinya.

5. Kenali Berbagai Perilaku

Sebagai orangtua cerdas, tentu kita butuh kekayaan wawasan dalam mengenali sikap dan perilaku anak. Apa yang khas dari anak kita, apa yang kira-kira cukup kontras dengan lingkungan, kesulitan apa yang kita temukan dari keseharian mereka, dan lain-lain.

6. Libatkan Banyak Peran

Anak dengan kondisi memiliki gangguan atau hambatan tumbuh kembang, tentu membutuhkan orang-orang selain kedua orangtuanya. Guru dan kepala sekolah tempat dia beraktivitas, adalah salah satu yang mereka butuhkan. Kehadiran guru dan kepala sekolah di sini, -paling tidak- bisa menjadi jembatan yang bijaksana dalam mengkondisikan para siswa untuk dapat memahami. 

Berikutnya, mereka juga buuh teman sebaya, butuh saudara, butuh teman dekat. Mengapa demikian, karena komunikasi adalah salah satu pintu efektif dalam membangun kepercayaan diri dan kapasitas diri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun