Oleh karenanya, kiranya berhati-hati agar kita tak terjebak dalam pola otoriter, di mana kita serba memaksakan kehendak pada anak tanpa diimbangi dengan pengkondisian diri kita sendiri. Jadi meskipun posisi kita hari ini adalah bukan penghafal Al-Qur'an, bukan penulis, bukan pemusik, bukan pebisnis, namun ketika anak kita akan diarahkan menuju beberapa di antara subjek tersebut, minimal kita mampu menghadirkan semangat dan teladan.
Saat mereka mengulang hafalan, kita pun dalam kondisi yang setara (tidak nonton, tidak main HP, tidak berada di depan layar sinetron). Saat mereka sedang berlatih olah raga, minimal kita tidak dalam kondisi rebahan. Saat mereka sedang melakukan proyek seperti cooking class atau proyek sejenis, minimal kita tidak menjatuhkan antusiasmenya. Saat mereka fokus menyelesaikan ujian, minimal kita tidak dalam kondisi tengah bergosip.
Karena yang disebut model atau uswah itu sebetulnya tidak terbatas. Tidak berarti pula harus memiliki kesamaan skill dengan apa yang tengah anak geluti. Namun dalam hal ini, kita bisa mendeposito teladan dari sisi di luar ranah skill, yakni moralitas, emosi dan spiritual.
Bismillah. Mari menuju orang tua lebih baik dalam setiap harinya. Meski tak mudah, namun pengasuhan itu proses belajar. Mari tetap ikhlas belajar menjadi orang tua, sebagaimana kita diingatkan oleh Ki Hajar Dewantara bahwa keluarga adalah kelompok individu yang memiliki rasa pengabdian tanpa pamrih, demi kepentingan seluruh individu yang bernaung di dalamnya.
Walloohu'alam bishshowaab.
Semoga bermanfaat dan salam pengasuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H