Ada juga fakta yang menunjukan sikap di mana seorang guru masih terjebak dengan stigma. Lebih tepatnya, takut dengan aturan atau kebijakan yang ada. Padahal aturan yang ada itu sendiri, masih bisa dievaluasi terkait relevan dan tidaknya untuk semua teritori  yang ada di negara kita.
Bahkan buka tak ada, guru kunjung yang berwafoto bersama siswanya dengan cara memanipulasi. Artinya, berhubung maksimal kelompok belajar siswa di sebuah rumah itu dibatasi hingga 10 orang, sementara kenyataannya 20 orang. Maka guru tersebut hanya mengambil 10 siswa saja untuk diajak berswafoto untuk kemudian dilaporan kepada pejabat berwenang setempat.
Indonesia dengan keragaman dan keunikan berpikir masyarakatnya, dengan jumlah pendidikan tinggi yang ada, seharusnya tak terjadi potret ironis demikian. Namun demikianlah perwakilan wajah bangsa kita. Menghadapi fenomena dengan keterbatasan gagasan. Ditambah lagi, dengan rigidnya aturan yang memang masih rendah takaran substansinya.
Berharap masalah global ini dihadapi secara holistik. Berharap pula, semakin banyak insan pendidikan yang melek gagasan. Dan jika saja para guru yang melek gagasan ini dipersatukan, maka akan menjadi energi kebaikan yang menumbuhkan paradigma positif, yang membangun kefasihan global.
Dan kefasihan global itu sendiri menjadikan seorang guru mampu menguasai kompetensi yang memang seharusnya menjelma. Kompetensi profesional, kompetensi pedagogik, kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian.
Dengan kefasihan global pula, guru terlatih memiliki pendekatan TRANSDISIPLIN. Artinya, dirinya bukan hanya bergelut dengan teknis membuat perencanaan, bukan hanya berkutat dengan kurikulum, bukan pula hanya berkelindan dalam roda penilaian dan evauluasi. Melainkan, bagaimana menyatupadukan teknologi, bagaimana menjadi seorang yang literat, bagaimana menghadirkan disiplin ilmu selain pendidikan dan lain-lain, guna membuat program MERCUSUAR pembelajaran di masa Covid seperti sekarang ini.
Akan banyak solusi tercipta, akan banyak gagasan terlahirkan. Akan banyak pula, solusi unik terhadirkan. Persoalannya, apakah kita cukup berpangku tangan atau sigap bergerak dan bereksplorasi.
Selamat untuk para guru pejuang yang telah berbagi makna dan kebaikan, yang telah berjuang mengemas rujukan pembelajaran. InsyaAllah menjadi kiblat yang berarti.
Wallohu'alam bishshowaab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H