Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pendidikan Keluarga

Menjalani Peran Pengasuhan Berkesadaran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Paradoks Idola di Negeri Enam Dua

29 Juni 2020   20:07 Diperbarui: 5 Juli 2020   23:48 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

oleh: Miarti Yoga

Jujur. Sangat geli. Sangat terganggu. Saat mencoba meng-klik tautan youtube yang menyuguhkan video mukbang (video tentang ulasan produk makanan/minuman).

Seorang youtuber (mohon maaf menyebut nama) bernama Rahmawati Kekeyi Putri Cantika, secara berulang membuat konten video mukbang. Ada yang tengah memakan sekian puluh bakso secara sekaligus (bahan tanpa dikunyah), memakan kue sekian puluh potong tanpa henti langsung telan, dan pola makan dengan cara ekstrem lainnya.

Sebagai ibu, sebagai guru, saya hanya tercekat dan menelan ludah. Sambil bertanya dalam hati, mau dibawa ke manakah anak-anak kita? Patutkah diberi contoh cara makan demikian? Sedangkan keberadaan jumlah subscriber dari sang youtuber tersebut telah mencapai 1.04 juta.

Pun melalui lagu yang dibawakannya yang berjudul "Keke Bukan Boneka" (mohon maaf, jauh sekali dari kualitas), sempat hingga menempati posisi pertama di jagat youtube dan ditonton sebanyak 38 juta kali. Angka yang fantastis. Yang pada diri artis atau selebriti sekalipun, belum tentu menembus angka tersebut.

Sebagai orang yang menikmati seni, menikmati lagu, saya merasa "iba" terhadap para seniman atau kepada para penyanyi dengan kapasitas yang mumpuni, yang kompeten (baik dari sisi teori maupun keseharian di lapangan). Kapasitasnya seolah "dilecehkan" oleh hadirnya karya yang jauh sekali dari validasi alias "ngasal" alias "yang penting manggung" alias yang penting ditonton sekian juta warganet.

Sedangkan lagu "Keke Bukan Boneka" yang sempat trending itu, murni hanya "mengantarkan" narsisme. Nyaris tanpa nilai. Kalaupun tujuannya menghibur, tetap tak normatif.

Berbicara Kekeyi yang sebetulnya sudah berumur namun sekelebat seperti anak kecil, saya tak bermaksud "RASIS" sama sekali. Apalah lagi "body shaming". Saya sadar betul dengan tinggi badan saya dan aksen fisik lainnya. Bukanlah perempuan sempurna dengan segala kemenarikan. Jauh. Jauh sekali.

Namun saat mencermati sang youtuber --Kekeyi-, sayang betul rasanya negeri ini diberikan kiblat idola dengan ranah ALAY.

Memang tak bisa dipungkiri. Setiap kita butuh hiburan. Bahkan hal-hal yang sifatya "alay" sekalipun, menjadi konsumsi hiburan untuk masyarakat di negara kita. Bahkan seorang polisi Norman Kamaru saja sekian tahun lalu menjadi viral tersebab sebuah joget yang -sebetulnya- biasa-biasa saja.

Demikian pula dengan seorang penyanyi dangdut yang telah salah mengucapkan butir Pancasila, lantas didaulat menjadi Duta Pancasila.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun