Kenapa harus, kita memiliki loyalitas? Karena salah satu hadirnya rizki atau kebahagiaan lahir batin dalam konteks kita berkarya adalah bersumber dari loyalitas. Istilah lainnya, All Out.
Lalu ketika kita mulai perhitungan, ketika kita mulai menurunkan kinerja, ketika kita mulai menghindar dari beban-beban yang seharusnya ditanggung bersama, tanpa sadar kita tengah merancang ketakadilan di antara sesama rekan dalam tim.
Tanpa sadar pula, kita tengah menjauhkan diri dari hadirnya keajaiban. Dan tanpa sadar pula, kita tengah tak berempati terhadap orang-orang yang punya sejarah membangun dan menumbuhkan lembaga atau perusahaan tempat kita berkarya.
Apalah lagi ketika kita mencoba bertafakur atas pengorbanan yang telah dikeluarkan oleh pimpinan atau pengampu perusahaan kita. Atau ketika mengingat belum berbandingnya beban yang harus ditanggung oleh sang pimpinan/pengampu dengan standar beban yang kita hadapi.
Wallohu'alam bishshowab. Sekadar berbagi rasa, bahwa kebahagiaan bertahan hidup, itu tak cukup dengan menjadi "kaum rebahan" atau cukup dengan menjadi penonton.
Dan pilihan pun berlaku. Kita akan menyejarah dengan pengorbanan paripurna lalu Allah hadirkan keajaiban yang tak terduga, atau merasa tak perlu berkorban hingga kita tak perlu menjadi inspirator untuk peradaban.
Sebagai pegawai, sebagai owner, itu hanyalah posisi KASAT MATA. Hakikatnya kita adalah berkorban. Berkorban untuk bekal jawaban terindah saat Allah SWT kelak bertanya di akhirat tentang karya terbaik yang telah kita torehkan.
Semoga menjadi spirit.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H