Jika tidak, itu sama dengan tak serius menjalani. Bahkan berani "perih", berani "pedih".
Dan saya pikir, ini logis. Orang dengan aktivitas berjualan online, orang dengan aktivitas memproduksi makanan atau minuman, orang dengan aktivitas jasa service mobil dan motor, tentu jika tanpa loyalitas terhadap pekerjaan yang dihadapi, mana mungkin akan "sustainable" (baca: terus berjalan).
Oleh karenanya, bagian dari bentuk loyalitas adalah berani "ngeureuyeuh" atau "ngaleukeunan" (baca: sabar berproses).
Dan pada akhirnya, loyalitas menjadi salah satu seni mempertahankan hidup. Terlepas apakah kita bekerja di lembaga atau perusahaan milik orang lain. Atau kita berkarya di tempat atau perusahaan atau di rumah bisnis milik pribadi.
Dan salah satu yang menjadi jalan juang setiap kita berkarya di tempat mana pun adalah LOYALITAS. Artinya, baik diri kita adalah seorang karyawan maupun pemilik usaha, tetap tak bisa menomorsekiankan loyalitas.
Apa sebab? Ketika kita hari ini adalah pegawai, ketika kita hari ini adalah pekerja, meski ingin sekali rasanya untuk memiliki usaha sendiri, namun selama belum atau tidak logis dari sisi modal, dari sisi kesiapan menanggung resiko, maka tempat kita bekerja adalah tempat kita mewakafkan loyalitas.
Karena ketika kita serius menghadirkan loyalitas, itu berbanding lurus dengan kebaikan-kebaikan. Bahkan kebaikan yang tak terprediksi. Atau kebaikan-kebaikan yang bukan dalam bentuk nilai uang semata.
Bahkan ekstremnya, ketika kita berstatus pegawai, tanpa sadar, tempat kita bekerja/berkarya, itu adalah tempat kita BELAJAR, tempat kita mengais berkah, dan tempat kita beraktualisasi diri (sebagaimana teori kebutuhan manusia menurut Abraham Maslow).
Pun tempat kita bekerja atau berkarya adalah ruang penyedia modal (dengan asumsi bahwa kita belum atau tidak punya modal untuk membuka ladang usaha sendiri).
Sama persis dengan di antara kita yang menjadi marketing produk atau jasa dari sebuah "brand" terkemuka. Tanpa kita sadari, "brand" yang produk atau jasanya kita persuasikan dan kita tawarkan kepada khalayak, itu sebuah modal besar untuk memudahkan jalan.
Kenapa dikatakan kemudahan jalan? Karena kita bisa bayangkan, ketika kita menawarkan sebuah produk baru, yang sama sakali belum dikenal orang, yang sama sekali belum dicicipi atau dinikmati orang, tentu kita cukup sulit dan butuh energi lebih untuk meyakinkan calon konsumen.