oleh: Miarti Yoga
Kadang "baper" saat mengingati suatu hari di mana saya sekeluarga pada akhirnya harus menjual aset seperti rumah atau kendaraan, demi bertahannya usaha yang dijalani. Tepatnya, untuk tetap tegak dan berdirinya sekolah yang kami lahirkan. Alasannya, supaya berhenti dari sejarah mengontrak. Bahkan menjadi berurai air mata saat harus kembali mengingat sejarah atau proses mendapatkannya.
Namun "baper" tak kan pernah menjadi solusi. Sedramatis apapun yang kita hadapi. Karena visioner adalah jantung. Jantung perjalanan.
Dan bukan tak "baper", saat terakhir sebelum PSBB, saya dengan bapaknya anak-anak sepakat untuk melepas sebuah armada tempur kesayangan, sebuah kendaraan SUV yang sangat bersahabat dibawa menyusuri medan yang cukup ekstrem.
Tapi pilihan realistis tentu saja tak bisa digoyahkan oleh sikap "baper". Terlebih ketika diri ini napak tilas perjalanan dari fase ke fase.
Di sebuah tahun, saat Sekolah Zaidan terdesak untuk melayani para siswa dengan mobil jemputan, lalu kami berdua sepakat menyediakan armada. Namun berhubung kondisi kami belum logis untuk membayar sopir, maka bapaknya anak-anaklah yang kemudian mengambil alih posisi tersebut. Sebagai sopir jemputan.
Sedih? Dengan sangat jujur, hati saya berkata "iya". Belum lagi saat mengenang ijazah dan foto wisuda bapaknya anak-anak sebagai sarjana informatika dari sebuah universitas terkemuka di Bandung. Tepatnya, Telkom University (kala itu, masih STT Telkom).
Sesak di dada, menghadapi kenyataan yang ada. Tetapi menyesal pun bukan sebuah hakikat keimanan. Terlebih saat harus berpikir kemaslahatan. Maka pandangan hari depan, cukup menjadi obat bagi saya saat itu. Dan satu hal yang saya jadikan prinsip atas tindakan logis yang harus ditempuh adalah sebagai bentuk loyalitas.
Termasuk saat saya harus benar-benar terjun ke kelas, mengajar, menemani perjalanan "homestay" ke luar kota, bahkan harus membantu anak-anak playgroup dan TK saat mereka buang air. Saya akadkan sebagai loyalitas.
Loyalitas? Kok bisa? Sedangkan saya dan bapaknya anak-anak berkarya di lahan usaha kami sendiri.
Bismillah. Sangat yakin. Bahwa loyalitas itu investasi. Loyalitas itu modal. Modal untuk bertahan. Modal untuk mengundang rizki-rizki. Modal untuk menunaikan keinginan memberi manfaat dan ruang-ruang maslahat.