Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pendidikan Keluarga

Menjalani Peran Pengasuhan Berkesadaran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tausyiah Bocah

17 Juni 2020   23:25 Diperbarui: 18 Juni 2020   10:20 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Teringat salah seorang murid di sekolah. Namanya Umar Isbatul Haqq. Ibunya sangat rajin berjualan aneka produk. Tanpa rasa malu, tanpa risih, Umar sang pemuda kecil kala itu, cukup sering dititipi barang pesanan oleh Ibunya untuk kru kami di sekolah. Pun untuk saya.

Lebih tersanjung lagi, saat berapa kali, Umar dengan luwesnya membawa satu kantung plastik kerudung dewasa dan kerudung anak (produk yang relatif berpotensi penolakan bagi yang dititipi tersebab tak sesuai gender). Adapun dengan dibawakannya dalam jumlah banyak, supaya kami leluasa memilih. Dan untuk barang yang tidak kami pililh, dia bawa pulang lagi tanpa beban.

Jujur, bagi saya ini adalah sebuah KONTEKS TAUSYIAH yang nyata dalam kehidupan. Meski bukan dalam bentuk ucapan, namun anak tersebut telah menghadirkan NILAI. 

Nilai kepercayaan diri sebagaimana filosofi penjual, nilai respect sebagai seoarang anak kepada orang tuanya, nilai sabar atas produk yang tidak dipilih pelanggan. Dan seterusnya, dan seterusnya.

Yang demikian, menjadi bagian dari teori ADVERSITY QUOTIENT. Kapasitas ketangguhan pribadi manusia. Diajarkan dan ditempa dalam kehidupan nyata. Bukan didapat dari ruang-ruang retorika.

Termasuk dalam kurun tiga bulan ini, saya tengah tertunduk malu dan haru saat si tengah Fariza Tresna Hazimah putri saya, begitu refleksnya bertilawah di setiap ba'da sholat. Hingga capaian tilawahnya insyaAllah bisa lebih dari satu juz. Membacanya pun tak terbatas ruang. Di dalam kendaraan, di sebuah penungguan. Fleksibel.

Meski capaian Fariza terpacu oleh adanya jurnal ceklis harian dari pihak sekolah, namun sistem tersebut biarlah menjadi sebuah alat pacu. Sedangkan proses tilawahnya itu sendiri, saya berharap berbuah karakter, alias tak sebatas kewajiban.

Selautan tadzkirah itu jelas nyata. Dan dalam pengasuhan, kita bisa banyak menyelami filosofi kehidupan.

Do'a terbaik untuk anak-anakku (baik di keluarga saya) maupun putra-putri sahabat di rumah. Semoga musibah istimewa ini menjadi rahim sejarah yang memproses kedewasaan mereka.

Peluk hangat dan salam pengasuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun