Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pendidikan Keluarga

Menjalani Peran Pengasuhan Berkesadaran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Inner Beauty" untuk Bekal Kehidupan

10 Juni 2020   23:13 Diperbarui: 10 Juni 2020   23:06 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

oleh: Miarti Yoga

Merebaknya berita sensasi dari deretan selebriti di tanah air, dari mulai youtuber yang bermodal suara pas-pasan bahkan dengan produk lagu yang cenderung "ngasal", lalu dengan viranya unggahan chating antara anak dan ibu yang banjir komentar warganet, hingga  pemberitaan kemewahan rumah yang cukup anomaly dengan kondisi masyarakat bangsa kita, terlebih di tengah pandemi.

Tidak substansifnya berita sensasi, tanpa sadar dapat membangun mindset negatif bagi masyarakat kita, khususnya para generasi. Bagaimana tidak? Masyarakat disuguhi sebuah propaganda yang tidak jelas esensinya.

Dalam tulisan ini, saya langsung disclaimer bahwa judul yang saya buat, tak berarti bahwa tulisannya untuk perempuan, atau tidak berarti pula bahwa kontennya tentang perempuan.

Inner beauty, saya pakai dengan maksud sebagai padanan dari istilah PERSONAL POWER.

Lalu apa itu "personal power"?

Baik, saya ingin antarkan istilah tersebut dalam contoh-contoh keseharian.

Contoh yang pertama, saya angkat dari dunia jual beli. Ada seseorang yang proses berjualannya belum terlihat fantastis, masih biasa, omzetnya kurang dari standar, bahkan kadang-kadang senyap dari transaksi. Tetapi ada seorang penjual (baik barang maupun jasa), yang memiliki omzet fantastis, order mengalir deras, bahkan hanya dengan satu kali terbit iklan sederhana di akun sosmed pribadinya, langsung dibanjiri peminat.

Sekelebat, penjual yang meroket akan menimbulkan iri bagi penjual yang cukup sepi pembeli. Tetapi, jika ditelusuri jejak histori dari penjual yang laku keras itu, ternyata dirinya telah melewati rangkaian pengalaman pahit dalam bab jual beli. 

Pernah suatu ketika, dagangannya utuh tak terjua sama sekali. Pernah pula ditipu dengan nominal yang tak sederhana.  Namun dia pantang menyerah dengan kasus demi kasus. Bahkan rela hati untuk merogoh ratusan ribu rupiah demi sebuah pelatihan atau kelas seminar bisnis untuk diikutinya. 

Demikian pula dengan infaq, sedeqah, dan pertolongan kepada saudara dan tetangga. Cukup refleks dia lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun