Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pengasuhan

Mengenal Diri, Mengenal Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pengasuhan Bukan untuk Menghakimi dan Dihakimi

29 Mei 2020   15:21 Diperbarui: 29 Mei 2020   15:15 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
http://kisah-hikmah-inspirasi.blogspot.com/

Bismillah. Mari kembali belajar lebih tenang dan jernih. Meski sulit dan butuh waktu, minimal kita mulai dari "MIND SET". Dari pola pikir. Bahwa anak bukan makhluk yang dengan leluasa untuk kita hakimi kekurangan dan kesalahannya. Bahwa kita sebagai orang tua hanya sebagai perpanjangan Allah SWT untuk mendidik dan membinanya menjadi seorang manusia sesungguhnya. Bukan untuk menjadi seorang hakim apalagi seorang PEMIMPIN ABSOLUT (serba benar dan mutlak).

Dan ini bukan rangka MEMBIASKAN atau MELEMAHKAN ketangguhan anak, melainkan sebagai upaya untuk tetap memberikan emosi terbaik. Karena ketangguhan atau kemandirian itu perkara keuletan dan kesungguhan. Bukan konteks dipaksa untuk mampu bertahan menerima sikap "tak berkenan", terlebih dari orang tuanya sendiri.

Dan selain memulai dengan mind set, penting juga untuk kita melakukan latihan berkomunikasi terhadap sesama orang dewasa. Bila tanpa sadar, kita sering memberikan komentar berlebihan atau menyalahkan tanpa melihat situasi, hal ini bisa terbawa pada gaya komunikasi kita terhadap anak-anak atau terhadap murid. Contoh sederhana banyak kita temui atau bahkan masih sering kita lakukan.

  • "Kamu sih, salah. Harusnya itu ya, kamu tuh ...."
  • "Makanya, kata saya juga apa. Anda gak pernah mau mendengar."
  • "Kalau gak ada saya, entah akan bagaimana jadinya. Pasti gak akan ada yang sanggup menanggulagi."
  • "Waaaah. Sayang sekali, saya gak bisa ikut rapat. Kalau saya ikut, pasti hasilnya akan lebih memuaskan."

Semoga Allah SWT menjaga kita, baik dari TUTUR maupun GESTUR. Dan ketika model penghakiman ini terjadi pada orang dewasa, bisa saja diterima dan dihadapi dengan sikap kompromi atau dihadapi dengan pura-pura "no problem". Tetapi saat terjadi pada anak, ketika terlalu sering mereka dalam posisi DIHAKIMI, bukan tak mungkin (secara perlahan), mereka akan sangat BERENERGI untuk MEGHAKIMI.

Dan bukan tak fatal dampaknya, saat lagi dan lagi kita menghakimi mereka, plus disertai tindakan fisik seperti pukulan dan semacamnya.

  • Memungkinkan mereka untuk kesulitan dalam belajar menyelesaikan konflik
  • Memungkinkan mereka untuk bersikap patuh (mendengar) dengan motif "Asal Mama/Papa senang"
  • Memungkinkan mereka mengakumulasi marah dan kesal, di mana suatu hari bisa pecah

Alllohu'alam. Semoga bermanfaat. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun