Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pendidikan Keluarga

Menjalani Peran Pengasuhan Berkesadaran

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pentingnya Menegaskan Etika Bertamu kepada Anak

25 Mei 2020   06:57 Diperbarui: 25 Mei 2020   13:27 1302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: serambiummah.tribunnews.com

Perihal bertamu sesungguhnya adalah perkara normatif. Meski demikian, akan tampak cukup abstrak bagi seorang anak. Tapi bisa kita tegaskan. Bisa kita kondisikan.

Contoh sangat sederhana, seperti saat anak "sewot" terhadap orangtua, anak melempar benda, anak memukul teman, bahkan ketika dia berkomentar "tidak enak" terhadap makanan yang dihidangkan. Termasuk saat anak bertamu.

Gaya bertamu setiap anak, sebetulnya beda-beda. Ada yang mampu bersikap normatif tanpa harus diingatkan. Ada yang bertindak heboh tapi bersedia diingatkan. Dan ada pula yang relatif "sekehendak" plus tak bersedia diarahkan.

Kenapa perbedaan bisa terjadi? Alasannya adalah:

  • Bisa jadi karena tipikal anaknya (ada yang aktif, ada yang ekspresif, ada yang kalem)
  • Bisa jadi karena orang tuanya terlupa atau tidak mengingatkan atau tidak melakukan penegasan
  • Bisa jadi karena kondisi rumah yang disambangi cukup unik dengan segala benda yang tak ada di rumah sendiri (tempatnya, mainannya, dan seterusnya). Intinya, anak merasakan sesuatu yang baru, sesuatu yang beda, di mana dirinya penasaran untuk bereksplorasi.

Pada sebuah kasus. Sekolompok ibu sedang menggelar acara kecil di salah satu rumah. Melihat pernik isi ruangan, salah seorang anak dengan spontan memainkan beberapa hiasan yang terpajang seperti guci, pot bunga, hiasan dinding, dan variabel pajangan lainnya. Dengan gerakannya yang relatif lincah dan mondar mandir terus, terjadilah insiden terhadap guci milik Si Pemilik.

Sang pemilik rumah yang sudah sejak awal merasakan kegalauan atas tingkah anak tersebut, merasa semakin "gereget" dengan insiden yang ada. Ditambah dengan ketakberanian untuk mengekspresikan "kesal". Termasuk dirinya sangat menyayangkan terhadap ibu anak tersebut yang terbilang longgar dengan aturan, bahkan membiarkan anaknya berbuat ini itu.

Dan konteks tersebut cukup banyak dutemukan, di mana pihak yang dibuat stres itu justru si empunya rumah. Sedangkan ibu dari anak yang bersangkutan cukup "selow".

Namun berbeda dengan kasus yang saya hadapi langsung. Saat saya dengan beberapa teman berkunjung ke sebuah rumah. Kondisi rumahnya sangat nyaman. Sofa, karpet, pajangan, dan aksen lainnya cukup artistic dan sangat rapi. Seorang anak dari salah satu teman sesama tamu, tiduran bebas di atas sofa empuk nan bersih, sambil memegang makanan basah, dengan gerakan cukup bebas layaknya tengah senam lantai.

Teman saya langsung mengingatkan dengan halus namun tegas. Lalu sang pemilik rumag dengan halus pula menyampaikan kalimat sangat normatif. "Udah, gapapa...."

Lalu teman saya menegaskan dengan kalimat; "Kita sedang bertamu ya, Deeek." Dan si anak pun turun dari kursi, lalu memilih sikap yang diharapkan oleh ibunya.

Hmmmm. Hal kecil. Namun menjadi ladang latihan. Memang yang kita ingatkan adalah anak kecil yang konon "belum mengerti apa-apa". Tetapi, persoalan latihan menjaga sikap, menjaga attitude, itu bukan berarti kita bebaskan. Karena kompromi bukan berarti untuk digunakan sesuka hati.

Bismillah, selalu ada cara yang bijak untuk kita berkomunikasi kepada anak. Termasuk bagaimana mengingatkan mereka untuk berhati-hati dan menjaga sikap saat sedang bertamu. Jadi, ini bukan perkara "tak ada kompromi", melainkan tentang latihan membiasakan yang diharapkan.

Demikian yang saya sampaikan. Mohon maaf atas segala kekurangan.

Terima kasih dan salam pengasuhan.

Oleh: Miarti Yoga
(Penulis dan Konsultan Pengasuhan)

Dokpri
Dokpri

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun