Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pendidikan Keluarga

Menjalani Peran Pengasuhan Berkesadaran

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

"Nanti Mama Marah", Kesalahan Orientasi dalam Mengingatkan Anak

19 Mei 2020   12:22 Diperbarui: 19 Mei 2020   17:39 742
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (usatoday.com/Getty Images)

Sering, atau bahkan secara refleks, kita mengingatkan anak-anak tanpa disertai logika sebab-akibat. Bahkan banyak yang bernada ancaman. Seolah, hal demikian sudah menjadi hal yang sangat biasa. Adapun contohnya, banyak kita temui dalam keseharian.

  • "Jangan mainin bedak, nanti Mama marah."
  • "Ayo diberesin laptopnya, nanti Papa marah."
  • "Kalau tugasnya tidak dierjakan, nanti Kakak dimarahin Bu Guru."
  • "Jangan berantakin barang Deeeek. Nanti Adek dimarahin Nenek."

Pada saat itu kita lupa terhadap orientasi. Kita lupa dengan tujuan.

Bahwa pada saat anak memainkan perlengkapan ibunya seperti bedak, lipstik, dan sejenisnya, idealnya anak harus paham dengan akibat yang timbul.

Misalnya, nanti bedak terjatuh dan berhamburan, bedaknya berhamburan ke baju hingga bajunya kotor, bedaknya habis sehingga ibu tidak bisa berbedak saat hendak berdandan, dan seterusnya. Bukan dengan ancaman bahwa jika bedak itu dimainkan, maka akan dimarahi oleh Ibu.

Bahwa ketika anak harus mengumpulkan tugas sesuai tenggat waktu yang ditetapkan oleh gurunya, itu bukan untuk dirinya merasa takut terhadap akibat yang akan mengemuka dalam bentuk kemarahan bapak atau ibu guru. Melainkan, agar mereka terlatih disiplin terhadap kewajiban yang harus mereka tunaikan.

Jadi, yang harus kita gali terlebih dahulu adalah motivasi internalnya. Bukan motivasi eksternal.

Pun saat tanpa sadar anak memainkan benda-benda milik ayahnya, seperti laptop, handphone, jam tangan, dan barang sejenis. Seketika kita minta anak untuk berhenti memainkan benda tersebut dengan kalimat ancaman.

"Udah Kaaaaaaak. Simpen laptopnya. Jangan dimainin terus. Nanti Papa marah."

Nah sesederhana ancaman tersebut, tanpa sadar kita tengah mengajarkan LOGIKA YANG SALAH. Bahwa yang kelak dikhawatirkan anak itu bukan karena bendanya yang rusak sehingga anak merasa sayang, melainkan anak hanya memiliki rasa takut kepada makhluk (baca : Ayah). 

Jadi, bijaknya adalah, kita sampaikan pada anak bahwa laptop tersebut silakan untuk disimpan. Alasannya, khawatir rusak atau khawatir ada beberapa data yang hilang.

Termasuk saat anak-anak sedang berada di rumah nenek kakeknya. Saat mereka bertindak cukup permisif (sekehendak, semaunya, dan lain-lain) seperti membuka tutup lemari mainan, memainkan kasur, berkejaran di dalam rumah, dan atau sejenisnya. Lalu secara spontan, kita berucap; "Kakaaaaaak. Jangan kejar-kejaran di dalam rumah, Kaaak. Nanti nenek marah."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun