Mohon tunggu...
Mia Rosmayanti
Mia Rosmayanti Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Menulislah dan jangan mati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sepanjang Perjalanan Mencari Ujung Pelangi

30 Desember 2023   10:21 Diperbarui: 30 Desember 2023   10:35 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di dunia ini tidak ada orang yang pernah benar-benar menemukan ujung dari sebuah pelangi. Tidak peduli seganas apapun badai yang menerjang kapal, tidak peduli setajam apa ombak-ombak itu mengikis karang, tidak juga peduli sedalam apa palung yang berhasil diselam. Karena itulah, semua orang tahu bahwa menyerah mencari ujung sebuah pelangi adalah suatu kehormatan besar.

Bola kecil dalam genggamanku ini tak pernah berhenti berputar. Ditemani serangga-serangga bercahaya yang mengelilinginya dengan kecepatan dan jarak yang memungkinkan mereka untuk tidak saling bertabrakan. Sungguh serangga-serangga yang cerdas. Aku tak bisa berhenti memandangi dengan takjub, mereka memancarkan cahaya-cahaya kehidupan dalam perutnya.

Aku bisa melihat kehidupan di jagat yang luas ini. Mataku dengan cepat menangkap berbagai pergerakkan dari waktu ke waktu. Aku tidak akan melepaskannya dari pandanganku, terutama kehidupan di balik perut serangga berwarna putih kebiruan itu.

Ada seekor angsa putih yang saat ini sedang berjalan tanpa henti selama beberapa waktu berlalu. Dia berpindah dari satu serangga ke perut serangga lain demi menemukan ujung pelangi. Dia adalah sosok yang paling payah dalam hal menyerah. Orang-orang normalnya akan mengatakan bahwa akan lebih baik jika kita tahu kapan waktunya menyerah akan suatu hal, tapi bagi angsa putih itu, menyerah bukanlah sesuatu yang patut diperjuangkan. Karena itulah dia masih berputar-putar kebingungan. Seorang diri.

Kurasa dia mulai kelelahan. Beberapa kali mataku menangkap dia sedang menepi di pinggiran sungai dengan ilalang-ilalang tajam, berdiam menatap langit yang selalu terlihat keabu-abuan. Sesekali terlihat genangan bening dari kedua matanya, hanya mengenang tanpa menetes. Aku tahu betul bagaimana perasaan itu dibawa oleh angin-angin ke dalam telingaku. 

Mungkin.... Aku tidak akan pernah bisa bernyanyi lagi.

Bersamaan dengan gitar yang hancur berkeping-keping, hatinya pun tak lagi dapat tertolong. Pada suatu hari di taman yang begitu kacau dengan teriakan makian, gitar dan hatinya telah direbut paksa, dihancurkan di depan matanya. Karena itulah dia mencari ujung pelangi, untuk meminta satu permohonan.

Kuharap mereka mati saja. Kuharap dunia ini hancur tanpa sisa. Kuharap aku tidak akan lagi bertemu dengannya, baik di masa lalu, masa ini, maupun masa depan. Tidak peduli kehidupan mana pun, kuharap aku tidak akan lagi bertemu dengannya.

Begitulah dia membiarkan bulu-bulu putihnya menghitam atas rasa bencinya. Angsa putih yang cantik dan terlihat anggun, dia tidak pernah menginginkannya. Menemukan ujung pelangi adalah alasannya untuk melarikan diri. Asalkan bisa menjauhi ladang taman mawar yang selalu membuatnya iri hati itu, dia akan terus meluruskan pandangannya. Asalkan bisa tak bertemu dengannya lagi, dia akan terus mengambil jalan yang berbeda arah.

Dia telah kehilangan hati dan gitarnya, tidak ada alasan untuk tetap tinggal di sana. Dengan bulu-bulunya yang berubah hitam legam itu, tidak akan ada yang bisa menemukannya. Dia yang melarikan diri dari bayangan-bayangan hitam dalam setiap mimpinya, aku akan melindunginya. Hanya aku yang berhak menjadi mimpi terburuknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun