Mohon tunggu...
Mia Rosmayanti
Mia Rosmayanti Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Menulislah dan jangan mati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tentang Sepucuk Surat yang Datang

17 Desember 2020   18:59 Diperbarui: 17 Desember 2020   19:14 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Waktu mengalir begitu dengan sangat lembut dan menenangkan. Aku membaca berlembar-lembar surat ini dengan seksama. Dia benar-benar menuliskan banyak hal dalam surat ini. Aku bisa merasakan emosi dan ikut membayangkan setiap detail dari apa yang Ia tuangkan.

Setelah selesai membacanya, entah kenapa ada bagian dari dalam diriku yang bergejolak. Aku merasa iri. Ada banyak hal yang ingin kulakukan, tapi aku justru terjebak dalam dunia yang sempit ini.

Duniaku yang luas telah digantikan oleh sepotong jendela yang terhalang oleh tembok tinggi di hadapanku. Aku ingin kembali ke masa-masa bisa melihat senyum setiap orang di jalanan, tanpa tertutup masker. Aku ingin kembali menghabiskan waktu di luar tanpa merasa cemas ataupun takut. Aku ingin bertemu dengan orang-orang yang sangat kuridukan.

Aku cepat-cepat mengusap air mataku yang entah sejak kapan sudah mengalir tanpa henti. Aku segera mengambil secarik kertas dan sebuah pena. Kini aku berpindah, duduk di sebuah meja dipenuhi tumpkan buku seperti biasa. Aku menggesernya dan memastikan bahwa aku punya cukup ruang untuk menulis.

Aku harus segera menulis balasan untuknya, tapi apa yang harus kutulis? Tidak banyak yang bisa kuceritakan selama aku terjebak dalam dunia yang sempit ini. Tidak ada hal-hal menarik yang bisa aku tuliskan. Tidak ada yang bisa aku banggakan. Aku hanyalah aku yang seperti ini.

Hei... Apakah Dunia Atas baik-baik saja? Dunia bawah saat ini sedang sakit parah. Bukan hanya duniaku, tapi aku juga.

Aku bergelut dan berpacu dengan banyak hal dalam pikiranku selama beberapa lama. Membiarkan kertas dan pena yang kusiapkan sedari tadi kesepian dan tampak menyedihkan. Tidak, bukankah justru aku yang tampak menyedihkan? Aku terlalu terpaku pada hal-hal yang bisa kubanggakan.

Memangnya kenapa kalau tidak banyak hal yang bisa kulakukan akhir-akhir ini? Memangnya kenapa kalau aku tidak sehebat orang lain? Aku terlalu memikirkan banyak hal. Bukankah masih ada yang bisa kuceritakan? Bukankah masih banyak yang bisa kutanyakan?

Benar. Aku masih punya banyak pilihan. Dan dari sekian banyak pilihan itu, memperumit segala hal bukanlah pilihan yang bijak. Aku terkekeh beberapa saat.

Benar yang harus kulakukan saat ini hanyalah menulis. Membalas surat ini dengan apa adanya tanpa berniat telihat keren atau apapun itu. Aku harus berhenti memikirkan hal-hal rumit seperti itu. Setelah memikirkan banyak hal dan melepaskannya, akhirnya tanganku bisa ringan meraih pena ini.

Kuakui, aku sangat merindukan satu-satunya sahabat terbaiku. Ah, tapi saat ini dia adalah seorang Putri. Apakah aku harus mulai memanggilnya dengan Tuan Putri? Dia bilang, dia baru saja dinobatkan. Aku rasa ini bisa menjadi bahan ledekkan yang bagus untuk suratku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun