Mohon tunggu...
Mia Rosmayanti
Mia Rosmayanti Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer

Menulislah dan jangan mati.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Pinggiran Sebuah Danau

12 Oktober 2020   00:26 Diperbarui: 12 Oktober 2020   00:42 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku selalu berada di tempat ini. Hutan yang gelap, lembab, dan sunyi. Kemanapun aku pergi, aku hanya akan kembali ke tempat ini. Aku bertanya-tanya, ada apa dengan tempat ini? Kenapa harus tempat ini? Aku yakin masih banyak tempat yang lebih baik dari tempat ini, tempat yang bisa membantuku menemukan banyak jawaban dari ketidak tahuanku. Tempat aku bisa bertemu banyak orang dan menanamkan sesuatu di hati seseorang.

Sebenarnya ada banyak yang bisa kutemukan di tempat ini. Danau dengan air sebening kristal yang berkilauan memantulkan cahaya rembulan yang bersinar lembut. Embun yang menyentuh rumput dan dedaunan dengan penuh kasih. Aku bahkan bisa mendengar riuh dari suara-suara burung, serangga, erangan hewan malam yang tertidur, ranting-ranting bergesekan, buah yang terjatuh dari sebuah pohon dan air yang mengalir dengan tenang. Meskipun begitu, aku merasa tidak ada yang benar-benar singgah dalam hatiku. Aku merasa kehilangan sesuatu yang aku sendiri tidak memahaminya.

Bukan berarti aku tidak bahagia. Sejujurnya aku menikmati setiap sunyi dan senyap yang ada. Aku menyukai ketenangan yang kurasakan, tapi kupikir akan lebih baik jika aku bisa memahami apa yang sebenarnya aku rasakan. Menyadari apa yang sebenarnya hilang dari kehidupanku.

Aku harus melewati malam-malam seperti ini dengan anggun. Lagipula ini adalah hari terakhir sebelum keberadaanku lenyap dan menunggu waktu untuk kembali terlahir lagi di tempat ini. Aku bisa merasakan sinar dalam diriku yang mulai meredup dan gerakkanku yang mulai melambat. Aku harus segera mencari tempat untuk mengistirahatkan diriku.

Saat mencari tempat untuk beristirahat, aku melihatmu. Kau yang sedang duduk di pinggiran danau itu dengan cerobong asing yang tak kuketahui namanya. Sesekali aku melihatmu terbatuk-batuk, tapi kau tetap mengisapnya berkali-kali. Meskipun begitu, kau terlihat sangat tenang, seperti danau yang berada di hadapanmu. Dari sudut matamu aku bisa melihatnya, kau yang jelas-jelas sedang berkelana ke tempat yang teramat jauh. Sesuatu yang mungkin saja tak pernah sekalipun terpikirkan olehku.

Hei, apa yang sebenarnya sedang kau pikirkan saat ini? Aku rasa merasa seperti ada sesuatu yang menarikku untuk mendekatimu. Perasaan yang sangat kuat. Tidak ada yang kupikirkan lagi selain bagimana agar aku bisa sesegera memelukmu, walau itu terasa sangat mustahil.

Meskipun begitu, aku akhirnya mencapaimu. Dengan langkah yang tertatih-tatih, kini aku bisa berada tepat di hadapanmu. Kau hanya melihatku beberapa saat lalu dengan anggunnya menjulurkan tanganmu padaku. Seperti pangeran yang menjulurkan tangan pada tuan putrinya, aku tersihir. Aku tidak punya pilihan lain selain meraih tanganmu dan mengenggamnya erat-erat.

Aku bisa melihat segala yang ada pada dirimu dengan tatapan mata sayumu yang menghujam tepat pada kedua bola mataku. Kau tersenyum dengan ekspresi yang sangat aneh. Aku rasa kau tidak tahu bagimana caranya tersenyum. Meskipun canggung, anehnya aku menyukai senyuman itu.

Aku menutup kedua mataku, mencoba merekam apa yang kulihat dan kurasakan saat ini. Saat ini hatiku berdesir, ada perasaan aneh yang hanya bisa kurasakan saat aku menutup mataku. Aku bisa merasakan sesuatu yang menjalar ke seluruh tubuhku. Aku tertawa kecil karena menyadari sesuatu.

Kupikir ini adalah sesuatu yang hilang dalam hidupku, kehangatan. Genggaman tanganmu membuatku merasakan sesuatu yang selama ini tak pernah aku rasakan dan aku menemukannya. Aku menemukan kehangatan ini. Ah tidak, aku menemukanmu.

Setelah melewati berkali-kali siklus hidup seperti ini, ini adalah pertama kalinya aku tidak ingin menghilang. Untuk pertama kalinya aku merasakan kesedihan yang teramat sangat karena aku akan segera menghilang. Untuk pertama kalinya dalam hidupku, aku ingin tetap hidup dalam waktu yang lama.

Aku ingin terus hinggap di tanganmu yang hangat. Aku ingin menampilkan sisi terbaik dari diriku saat terbang bersama kunang-kunang lainnya dan menghiburmu dalam waktu yang lama. Walau sedikit saja, aku ingin menghapus kesedihan di matamu. Aku sungguh menginginkan hal itu. Aku mencintaimu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun