Mohon tunggu...
Mia Rahmawati
Mia Rahmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

FGD Desa Wisata: Pemberdayaan Masyarakat Desa Cokro Melalui Optimalisasi Budaya dan Lingkungan sebagai Destinasi Eco-Culture Tourism

29 Juli 2024   21:55 Diperbarui: 29 Juli 2024   22:06 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemaparan program kerja GIAT 9 UNNES di Desa Cokro (Sumber: dokumentasi pribadi)

Mahasiswa UNNES GIAT 9 di Desa Cokro sukses menggelar kegiatan "Forum Group Discussion (FGD)" (11/7) di Ruang Pertemuan Kantor Kepala Desa Cokro pada pukul 13.00 WIB sampai 14.45 WIB. Tujuan diadakannya FGD yaitu untuk memaparkan, mendiskusikan dan menyatukan persepsi mengenai pengembangan Desa Cokro sebagai destinasi Eco-Culture Tourism, dengan harapan dapat mencapai kesepakatan dan pemahaman baru terkait rencana pengembangan Desa Cokro yang akan dilaksanakan oleh mahasiswa UNNES GIAT 9.

Eco-Culture Tourism adalah pariwisata yang menggabungkan keberlanjutan alam, budaya, dan masyarakat lokal. Prioritasnya yaitu pelestarian alam dan keanekaragaman budaya dengan partisipasi aktif masyarakat dalam pengelolaanya. Sehingga dalam pengembangan Desa Cokro sebagai destinasi Eco-Culture Tourism akan memanfaatkan potensi lingkungan dan budaya yang telah ada dan akan dikelola oleh masyarakat Desa Cokro.

Potensi yang ada di Desa Cokro meliputi kerajinan gerabah, Tahu Sehat Sari, wisata Ciblon Ndeso, pelaku usaha transportasi kuda, agribisnis, Sanggar Bocah Gaul (Bogul), penetasan telur bebek, serta komoditi hasil pertanian berupa beras dan jagung.

Kegiatan FGD dihadiri oleh perwakilan Kecamatan Tulung, Babinsa, Bhabinkamtibmas, perangkat Desa Cokro, tokoh masyarakat Desa Cokro, BPD, RW, PKK, Pemuda, DPL, dan para pelaku usaha UMKM. Acara dimulai dengan pembukaan, menyanyikan lagu Indonesia Raya, sambutan dari Bapak Amidi, S.Si., M.Pd. (DPL GIAT 9 UNNES Desa Cokro) dan Bapak Heru Budi Santoso (Kepala Desa Cokro). Kemudian pemaparan program kerja UNNES GIAT 9 di Desa Cokro berupa pengembagan Desa Wisata Cokro berbasis Eco-Culture Tourism  oleh Bapak Amidi, dan dilanjut sesi tanya jawab. Ketika sesi tanya jawab terdapat beberapa pertanyaan dan masukan dari tamu undangan.

Foto bersama dengan peserta FGD (Sumber: dokumentasi pribadi)
Foto bersama dengan peserta FGD (Sumber: dokumentasi pribadi)

Perwakilan BPD Desa Cokro, mengatakan "sudah ada yang memaparkan paket wisata edukasi untuk anak-anak kunjungan di pabrik Tahu Sari Sehat agar didanai namun sampai sekarang belum ada kelanjutan". Sehingga perlu adanya komitmen dalam pengembangan desa wisata yang akan dilakukan oleh GIAT 9 UNNES di Desa Cokro.

Menurut Bapak Sriyanto perlu adanya pembentukan kepengurusan dalam desa wisata agar memudahkan dalam pengelolaan dan pengembangannya, dan jika ada rencana pembentukan eduwisata maka segera membentuk pengurus atau badan organisasinya agar dapat diwadahi, dibimbing, dan diberikan kompensasi yang cukup. Selain itu Bapak Sriyanto juga menyampaikan untuk segera membentuk paket eduwisata dan melakukan pendampingan kepada calon pemandu, misalnya dengan memberdayakan Ibu-Ibu PKK.

Kemudian perwakilan dari PKK, mengatakan "pada program kerja pembuatan makanan khas dapat memperdalam ciri khas makanan Cokro". Hal tersebut sejalan dengan yang disampaikan Ibu Nanik (perangkat Desa) dan Ibu Suci (perwakilan PKK). "Makanan kering dapat dibuat sebagai makanan khas Desa Cokro, misalnya dari produk jagung dan singkong, atau dengan memanfaatkan buah asem karena  di Dk. Sagi Desa Cokro terdapat pohon asem yang berbuah lebat,  "ujarnya. Selain itu juga disampaikan bahwa souvenir dapat dibuat oleh Ibu-Ibu, misalnya tas kecil dari  bahan plastik atau lainnya.

Bapak Narman (Ketua RW 3) mengatakan "di Desa Cokro ada potensi budaya berupa karawitan, sendratari, dan keroncong".

Bapak Arifin (pendamping kecamatan) mengatakan "dalam mengajukan sebuah rencana pengembangan diperlukan proposal yang disampaikan ke desa untuk mendapatkan ijin dan penganggaran kegiatan. Hal ini dikarenakan APBDes dirancang setahun sebelumnya. Diharapkan pembangunan fisik dikurangi dan memfokuskan diri ke pemberdayaan masyarakat. "Perlunya mensinkronkan program kerja yang akan dilaksanakan dengan program pemerintahan sehingga perencanaan pembangunan desa juga dapat sinkron, yaitu RPJM dan RKPDes sesuai dengan RKPD Kabupaten," ujarnya.

Informasi  tambahan dan saran dari tamu undangan akan dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk pengembangan Desa Wisata Cokro.

Pusat Pengembangan Kuliah Kerja Nyata LPPM UNNES

Bersama UNNES GIAT, Membangun Indonesia dari Desa

TIM Media UNNES GIAT 9 Desa Cokro Tahun 2024

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun