Aku pernah mendengar seseorang mengatakan, "Jika kamu menghasilkan uang, kemudian kamu habiskan uang itu untuk dirimu sendiri, itu bukan hidup. Tetapi, jika kamu pergi keluar sana, kamu bantu orang-orang disana, dan kamu selamatkan hidupnya dengan uluran tanganmu, maka itu lah hidup". Kemudian, aku ulangi berkali-kali ungkapan tersebut, dan aku mulai teringat pada sesuatu hal.
Awalnya aku melakukan ini atas nama pertemanan, tapi ternyata, aku benar-benar merasa "hidup" dan dapat mengatakan, "Aaahhh, jadi ini yang dimaksud dengan hidup".
Belum lama ini aku baru lulus dari salah satu perguruan tinggi negeri di Indonesia, saat aku berada di semester akhir, aku memiliki seorang teman yang sangat pesimis bahwa dia tidak bisa menyelesaikan tugas akhirnya (skripsi).
Awalnya cukup sulit, dia yang terbiasa hidup "bebas" tanpa beban, menganggap semuanya mudah dan "pasti akan selesai pada waktunya", dan ternyata kali ini di tuntut untuk menyelesaikan sesuatu yang menentukan masa depannya dengan beban dan tanggung jawab yang jauh lebih besar dari sebelumnya.
Dia tidak memiliki semangat ataupun keinginan untuk menyelesaikan tugas akhirnya pada waktu itu. Sebagai seorang teman, tentu aku merasa terpanggil, sesekali aku coba untuk mengajaknya bicara, tentang apa yang dia minati, sejauh mana dia sudah memikirkan tentang tugas akhirnya, dan bagaimana dia akan menyelesaikannya.
Setelah berbagi cerita dan juga berbicara mengenai banyak hal, akhirnya dia mengatakan, "Aku mau coba, aku mau belajar". Saat itu kebahagiaan benar-benar menyelimuti hati ku, aku benar-benar merasa telah mendapatkan hadiah yang sangat besar, sungguh enam kata yang sangat menyenangkan.
Setelah itu, kami bertemu setiap hari, aku mengajari segalanya dari awal, dan dia memiliki antusias yang tinggi, dia betul-betul belajar dan mulai mengerjakan tanggung jawabnya. Selama proses yang kami lalui bersama, banyak hal yang aku pelajari darinya, salah satunya tentang "berbagi". Bukan hanya tentang berbagi keluh kesah, tetapi kami juga berbagi cerita. Setiap peristiwa yang dialami kami rangkai dalam kata-kata sehingga menghasilkan kisah yang cukup menghibur untuk ditertawakan.
Selain berbagi, aku juga belajar "memberi" darinya. Bukan tentang memberi uang ataupun hal yang sifatnya materil, tetapi lebih dari itu, yaitu memberi waktu, memberi kesempatan untuk berbicara, memberi kesempatan untuk mendengarkan, memberikan pandangan dan memberi kritikan ketika salah, serta memberi pujian ketika berhasil melakukan sesuatu. Dari situ aku belajar, ternyata "menyantuni" itu bukan hanya diperuntukkan untuk orang-orang yang membutuhkan bantuan secara materil saja, tetapi juga penting bagi kita untuk menyantuni semua manusia, agar kiranya kita tahu bagaimana caranya memanusiakan manusia.
Kerja keras kami ternyata berujung manis, kami lalui setiap tahapan sebagai syarat menjadi seorang sarjana, seperti membuat proposal skripsi, melakukan penelitian, sampai pada penyusunan laporan akhir yang berbentuk skripsi, kami lalui bersama.
Covid-19 yang tiba-tiba hadir di muka bumi ini sempat membuat kami frustrasi dan hilang arah. Kemudian, dengan keyakinan dan usaha yang tak hentinya kami lakukan, akhirnya kami selalu menemukan jalan.
Setelah sampai dipenghujung waktu kebersamaan, aku melihat ada nama ku terpampang nyata pada halaman "Ucapan Terimakasih" dalam skripsinya, yang mengatakan bahwa:
"Terimakasih saya ucapkan kepada Mia Komariah, yang telah mengulurkan tangannya ketika saya bahkan tidak tahu caranya memulai. Terimakasih sebesar-besarnya atas bimbingan dan motivasinya yang diberikan kepada saya sehingga saya bisa mengerjakan dan menyelesaikan skripsweet hingga selesai".