Mohon tunggu...
Mia Fawzia
Mia Fawzia Mohon Tunggu... -

Praktisi dan akademisi - Professional komunikasi dan media yang juga dosen di Komunikasi FISIP UI

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilihan Capres Berbeda, Kami Rapopo!

8 Juli 2014   21:57 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:58 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Besok, Rabu 9 Juli 2014 adalah kali ketiga Indonesia bisa memilih Presiden dan Wakil presidennya secara langsung. Berdasarkan berita-berita yang dirilis oleh banyak media, partisipasi pemilih Presiden kali ini mengalami peningkatan luar biasa. Banyak gambar bahkan menampilkan bagaimana para pemilih di luar negri rela antri mengular berjam-jam demi untuk memberikan suaranya.

Pemilih Pilpres di Luar Negeri Membeludak
Jumlah Partisipan Pilpres RI di Luar Negeri Meningkat
Pemilih Luar Negeri Pilpres 2014 Naik 3 Kali Lipat
Antrean Pemilih Pilpres di Perth Mengular Ratusan MeterKuat dugaan saya hal ini juga akan terjadi esok hari di tanah air. Partisipasi pemilih akan lebih tinggi dari pemilihan legislatif 9 April lalu. Hal ini disebabkan selain karena pilihan yang hanya dua calon dengan karakter dan latar belakang yang sangat berbeda, sedikit banyak juga tentu merupakan efek dari gencarnya kampanye dari kedua kubu baik melalui media massa maupun kampanye langsung. Banyaknya tebaran berita dan sumber membuat rakyat menjadi lebih mudah mencari, memilah, meneliti, mengkonfirmasi dan akhirnya meyakini pilihannya. Dan dorongan untuk memenangkan pilihannya lah yang akan meringankan langkah para pemilih ini menuju ke TPS.

Saya sendiri sejak jauh hari sudah yakin dengan pilihan saya. Apalagi dengan sosialisasi dan gaya kampanye yang diusung, membuat saya bukan hanya seperti melihat perbedaan nyata antara 2 kandidat, tapi juga seperti makin dibukakan mata apa yang bisa saya lakukan untuk membantu pilihan saya. Sekecil apapun.

Bagaimana dengan pendamping hidup saya, suami tercinta yang juga bapaknya anak-anak? dengan alasan hasil pencarian dan pengkonfirmasian banyak pihak, suami saya juga mantap meyakini pilihannya. Dan itu menyebabkan kami berbeda pilihan.

Kami saling bicara, diskusi dan berargumentasi tetapi tidak dengan emosi. Bahasa kami bahas cinta. Cinta untuk keluarga kecil kami dan juga untuk tanah air Indonesia. Kami bisa berdiskusi bebas tentang perbedaan pilihan tanpa harus kuatir salah satu tersakiti. Bahkan dengan tanpa saling tuding, kami sepakat memilah dan membagi mana berita baik dan mana black campaign.

Seminggu menjelang masa tenang, dengan berita dan kampanye yang makin memanas sekalipun, kami tidak merasakan perbedaan atau ketegangan. Bahkan dengan kata-kata canda kami bisa membuat semacam simulasi demokrasi sederhana di rumah. Mana anak yang setuju pilihan saya, dan mana yang setuju pilihan ayahnya. Semuanya dalam harapan untuk memberikan nuansa pendidikan politik yang penuh etika dan mencerdaskan. Mereka dengan lugas bisa bertanya, "mengapa Jokowi bisa meninggalkan tugasnya sebagai gubernur Jakarta ya bu?, Dulu ibu coblos dia nggak?, Apa sih istimewanya dia?" atau bahkan dengan penuh selidik bertanya juga "Katanya Prabowo banyak menculik orang ya bi, kok bisa?, Kalau Prabowo menang, jadi orang asing nggak boleh ada lagi ya bu?" dan puluhan pertanyaan lain yang bahkan tidak terpikirkan. Kadang jawaban kami berikan dengan candaan, kadang dengan cukup serius sambil memberikan pesan moral di dalamnya.  Tentu berbeda bahasa yang kami gunakan untuk si kakak yang sudah di SMP dan si adik yang masih SD. Tetapi bisa dibilang semua berlangsung dengan sangat cair yang tidak menjelekan satu sama lain.

Khusus dalam pilpres ini, bukan pada hal prinsip atau kasus lain, tanpa mengurangi rasa hormat saya pada orang-orang yang masih memiliki pendirian bahwa 1 atap harus 1 pilihan suara, semoga secuil cerita saya ini bisa menjadi tambahan gambaran bahwa pilihan berbeda itu tidak apa-apa. Semua orang boleh punya alasan dan keyakinan pada jagoannya masing-masing. Kami, sepasang suami istri yang sudah menikah hampir 16 tahun, menjadi bukti bahwa pilihan capres boleh berbeda tapi kami rapopo. Kami tetap santai dan tenang-tenang saja.

Tentu semua berharap pilihannya menjadi pemenang. Dan kalaupun akhirnya yang menang adalah kubu yang tidak kita pilih, semoga semua pihak bisa menahan diri sehingga keadaaan tetap akan baik-baik saja. Inilah demokrasi. Semua yang terlibat di dalamnya harus siap menang dan siap kalah. Seperti pesan dalam lirik lagu dari Kill the DJ & Balance  ".... menang tak Jumawa... kalah lapang dada... salam damai untuk Indonesia..."

Bersatu Padu Coblos No. 2 (OFFICIAL V-CLIP)Mari kita sama-sama berdoa untuk Indonesia tercinta yang lebih baik.  May the best man win!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun