Mohon tunggu...
Mia Olivia
Mia Olivia Mohon Tunggu... Konsultan - Penulis Jadi-jadian

Suka masak dan menulis, apalagi jika menulisnya di pinggir pantai.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Si Ngantuk yang Menari

27 Mei 2024   20:28 Diperbarui: 27 Mei 2024   20:51 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini sukmanya terisi penuh tapi tidak tumpah, pas di ukuran yang semestinya. Si Ngantuk yang harusnya sudah hadir berjam-jam yang lalu, masih terbawa bahagia dengan isian sukmanya yang tepat tanpa cela. Ia menari-nari di seputaran titik-titik sudut yang mengisi cangkir sukmanya, di titik satu dan di titik dua, titik tiga dan empat juga turut didatangi lagi yang sudah ditinggalkan dari berjam-jam yang lalu. Masih berdansa dansi ia dengan kenangan manis hari ini, lebih euforia daripada dua manusia yang membuat kenangan itu sendiri. Harusnya ia sudah hadir di kepala kedua manusia yang sedang bercinta ini. Mereka sedari tadi menunggu-nunggu, agar bisa menutup hari yang bahagia ini dengan tenang. Apa daya, si Ngantuk masih senang berputar-putar dan menari-nari, memang sih kadang ia datang ke yang di barat, tapi kemudian segera melompat ke pusat dan tidak melakukan yang semestinya ia lakukan sesuai dengan tujuan ia diciptakan. Ia muncul di kepala dua orang ini hanya untuk menambah nambah cawan bahagianya. Nakal sekali.

"Biarkan saja ia menikmati bahagianya," kata yang di pusat kepada yang di barat. Lawan bicaranya sedikit cemberut, ia ingin sekali memeluk yang di pusat bersama dengan meneguk gelombang lembut si Ngantuk tapi sayang belum boleh satu kasur.

"Ya sudah, lalu gimana, besok kan kita kerja, si Ngantuk ngga datang-datang". sahut yang di barat sambil sesekali berharap ia bisa teleport ke pusat dan melawan aturan dunia. Yang di pusat masih santai, menghitung berapa jumlah garis di langit-langit kamar kosnya, kadang matanya berpindah ke tumpukan baju-baju ujung kasurnya yang ia berusaha abaikan semenjak enam hari yang lalu.

"Coba kamu panggil si Ngantuk, nanti kalau dia sudah datang ke kamu, dia pasti langsung ke aku" katanya mulai khawatir karena kalau tidak datang-datang juga nanti ia akan berakhir melipat semua baju-baju itu sampai adzan subuh nanti.

"Kenapa ngga kamu aja, sih? Kan dari kamu nanti dia ke aku juga, " yang di barat protes.   " Dia lebih nurut sama kamu, " jawab yang di pusat.

Dengan sedikit sebal karena masih tidak bisa menikmati kantuk bersama, yang di barat merenggangkan kakinya, menarik nafas panjang perlahan, membayangkan rasa sayangnya terhadap yang di pusat, rasa yang manis, hangat, nyaman. Begitu rileks dan serasa menjadi bulu angsa yang melayang perlahan. Bibirnya yang tadinya agak turun mulai melengkung ke atas, ia melihat wajah yang di pusat melalui matanya yang sudah terpejam rapat.  Si Ngantuk segera sadar dari tarian bahagianya bahwa ia sudah harus muncul untuk menunaikan tugasnya, meninabobokkan dua manusia ini. Segera ia melesat ke kamar yang di barat dan menumpahkan setengah isi cawannya yang ia bawa menari. Ia lalu mengecup mata yang di barat, menyelimutinya dengan udara dan meniup gelombang kantuknya. Yang di barat merasakan bulu kuduknya merinding sedikit tapi dengan rasa yang nyaman, dan akhirnya tertidur. Si Ngantuk segera muncul di tempat yang di pusat, yang disambut dengan senyuman si empunya kasur, tahu bahwa kekasihnya sudah tidur lelap. Si Ngantuk tidak langsung melakukan ritualnya tetapi ia memperlihatkan dulu bagaimana yang di barat tertidur sambil hatinya dan seluruh inderanya mendegupkan rasa ingin bersama. Yang di pusat menghela nafas panjang, ia pun merasa hal yang sama. Ia menatap Si Ngantuk dan cangkir sukmanya, mengatakan bahwa ia siap untuk tertidur. Si Ngantuk segera melakukan ritualnya, mengecup mata, menyelimuti dengan udara dan meniup gelombang kantuk. Yang di pusat mendalamkan tarikan nafasnya dan menghembusnya dengan sangat perlahan, dan semakin ia memelankan gerak naik turun paru-parunya, ia tertidur juga.

Si Ngantuk kemudian menetap di antara kedua manusia ini, satu tangannya menggandeng yang di pusat dan yang lainnya di barat.  "Tidurlah kalian berdua, isi kembali energi dan lipatgandakan, besok bercinta lagi, supaya aku bisa menari lebih lama." Katanya sambil ditemani hembusan nafas berulas senyum dari dua manusia yang baru menemukan satu sama lain setelah sekian kehidupan.

Kebon Jeruk, 24 April

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun