Mohon tunggu...
Mia Ismed
Mia Ismed Mohon Tunggu... Guru - berproses menjadi apa saja

penyuka kopi susu yang hoby otak atik naskah drama. pernah nangkring di universitas negeri yogyakarta angkatan 2000. berprofesi sebagai kuli di PT. macul endonesa bagian dapor

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Layung Rampan

3 Oktober 2019   19:32 Diperbarui: 3 Oktober 2019   19:51 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rampan laki-laki yang penyayang. Baginya kasih sayang penghuni panti adalah ibu dan waktu adalah bapak dari segala pencariannya. Rampan terus mencari keluarganya. Rambutnya yang keriting dengan kulit hitam dan mata belok. Rampan sangat manis bagiku.

Beruntung aku kenal dengan om wartawan di warung ibu kala itu. Ia setia membaca semua kisah Rampan yang kurangkum dalam sebuah mini komik. Om wartawanlah yang selalu memberiku penguatan dan akhirnya mengirimkan coretanku ke sebuah majalah anak. Ntah bagaimana kabar om wartawan. Sejak warung ibuku tutup, tak pernah kulihat lagi dia singgah. Kemarin, kutemukan secarik kertas di bawah pintu rumahku.

"Layung anak manis, bagaimana kabarmu sayang. Om membawa kabar yang manis buat Layung. Naskah komikmu diterima penerbit. Dan kau diundang di meja redaksi untuk teken kontrak selama satu tahun. Untuk undangan, om lampirkan di bawah surat ini. Besok pukul 09.00 om jemput ya sayang. Dari om wartawan."

"Rampan, kau sudah sampai di rumah barumu?." Kubersujud sebagai tanda syukurku kepada Allah SWT.

"Terimakasih ya Allah atas anugerah yang diberikan untukku, ibuku. Layung berharap dengan anugrahmu ini Ayahku menerimaku sebagai putrinya yang manis."

"Rampan, lihatlah wajahmu. Kau lelaki hebat. Sekarang kau temukan Ayah dan ibumu. Kau tinggal di rumah yang indah menghiasi mimpi-mimpi anak-anak di negeri ini. Doakan aku ya Rampan, aku juga bisa menemukan Ayahku yang baik, Ayahku yang penyayang dan Ayahku yang mengasihi ibuku. Juga aku berharap menemukan kakak yang melindungiku bukan membiarkan aku dan ibuku sebagai makluk yang tak berharga."

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun