Mohon tunggu...
Mia Ismed
Mia Ismed Mohon Tunggu... Guru - berproses menjadi apa saja

penyuka kopi susu yang hoby otak atik naskah drama. pernah nangkring di universitas negeri yogyakarta angkatan 2000. berprofesi sebagai kuli di PT. macul endonesa bagian dapor

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Generasi Plastik

1 Juli 2016   15:08 Diperbarui: 1 Juli 2016   15:16 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Plastik merupakan benda yang akrab menemani kehidupan masyarakat sehari-hari. Mulai dari mainan anak-anak sampai bagian dari gaya hidup masyarakat modern. Berbagai label plastik sudah merebut ketenaran di berbagai aspek kehidupan, mulai dari limbah (pencemaran), komoditi perdagangan juga bagian dari gaya hidup masyarakat modern seperti operasi plastik. Kemunculan berbagai isyu yang berlabel plastik ini menjadi suatu fenomena yang manarik. Sebagian orang berpendapat plastik adalah limbah yang sulit dimusnahkan di muka bumi, pada bagian lain plastik adalah ajang kamuflase generasi yang serba instan.

Masih ingat kasus beras plastik yang meresahkan warga masyarakat di akhir tahun 2015 lalu? Ketergantungan masyarakat akan bahan makanan pokok beras cukup mengganggu stabilitas Negara. Mengingat masyarakat kita sudah terlanjur cinta makanan pokok beras sebagai konsumsi makanan wajib sehari-hari. Beras plastik ini disinyalir berasal dari china Taiyuan di provinsi Shanaxi yang terbuat dari bahan campuran gandum, ubi dan limbah plastik sehingga menyerupai bentuk beras pada umumnya.

Belum selesai keresahan akan beras palsu muncul lagi harga kenaikan bahan pokok seperti beras yang terus melonjak. Tidak hanya rakyat miskin yang khawatir akan kenaikan ini, akan tetapi para petinggi daerah mengeluhkan kenaikan harga beras karena hal ini akan berpengaruh besar bagi penambahan jumlah kemiskinan di negara tercinta ini. Berharap mendapatkan subsidi raskin untuk masyarakat miskin di daerah-daerah, dengan harapan pemerintah memberikan subsidi lebih banyak. Hal ini malah disambut dengan ucapan “dietlah dikit” yang dituturkan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani. Ucapan ini justru membuat rakyat semakin terpukul, sehingga mengeluarkan reaksi pembicaraan yang cukup ramai di media social seperti  “kami sudah kurang makankok disuruh diet”, makanan kami beras bukan gandum atau kurma dan sebagainya.

Kembali kepersoalan plastik yang terus merajai di berbagai bidang. Plastik memang relatif lebih murah. Namun keberadaannya akan menjadi polemik yang tidak ada habisnya untuk kehidupan manusia di muka bumi. Limbah plastik tidak dapat terurai secara cepat dan oleh karena itu akan mencemarilingkungan hidup yang mengakibatkan berbagai masalah baik di daratan, kanal, laut danau, sungai, dan juga drainase. Tak ayal banyak terjadi kebanjiran d iberbagai daerah karena pendangkalan sungai maupun penyumbatan aliran air karena sampah plastik. Limbah ini merupakan limbah manusia dari berbagai sumber baik dari kantong plastik, botol kemasan minuman plastik, komponen elektronik, mainan anak-anak, alat-alat rumah tangga dan sebagainya. Sebagai contoh kecil kemasan botol minuman plastik setiap detik penyumbang sampah terbesar. Bayangkan saja satu sekolah yang memiliki ratusan siswa setiap harinya mengkonsumsi makanan dan minuman dengan kemasan plastik. Jika satu sekolah memiliki dua ratus siswa dikalikan hari dalam satu kecamatan berapa gunungan sampah plastik yang menumpuk. Jika dalam satu kecamatan terdiri dari 25 sekolah setiap tingkatan kalikan saja. Belum lagi di daerah-daerah lain di Indonesia.

Secara jujur memang diakui bahwa plastik menjadi komoditi perdagangan yang tidak dapat dipisahkan. Mulai dari kantong plastik, botol minuman, kemasan makanan, sampai dengan gorengan yang dicampur dengan bahan plastik. Begitu ketergantungannya masyarakat akan benda yang satu ini pemerintah di berbagai daerah bekerja sama dengan pengusaha mini market mencanangkan kantong plastik berbayar dengan harapan akan menekan laju perkembangan sampah plastik di masyarakat. Berbagai upaya dilakukan akan tetapi dalam kehidupan sehari-hari pengunaannya justru semakin meningkat dan menambah problem lingkungan yang semakin pelik. Persoalan plastik akhirnya menjadi persoalan penyumbang terbesar pencemaran lingkungan sekaligus bahaya laten bagi kehidupan manusia terutama di negara berkembang dan terbelakang.

Selain dampak buruk bagi pencemaran lingkungan di muka bumi ini, plastik juga sudah menjadi bagian gaya hidup masyarakat seperti operasi plastik yang saat ini menjadi trend fashion hiburan. Seakan ingin menampik keberadaan plastik sebagai limbah yang mengganggu justru beberapa public figure negeri ini ikut-ikutan andil berlomba-lomba mengubah bentuk wajah maupun penampilannya demi tuntutan pasar hiburan. Dengan dalih untuk menyempurnakan kekurangan secara ragawi. Alhasil mereka tak segan-segan membeberkan tindakannya itu sebagai bentuk menunjukan prestise kelas social “yangmampu” membayar mahal demi sebuah kesempurnaan. Karena untuk operasi plastik harus merogoh kocek yang tidak sedikit.

Setiap sejarah meninggalkan jejaknya. Seperti zaman batu, zaman perunggu, dan pada akhirnya perlu kita pertanyakan apakah kita saat ini benar-benar menjadi generasi plastik yang meninggalkan jejaknya berupa limbah dan bencana lingkungan yang tak berkesudahan. Ini memang sebuah problema yang perlu dicari jalan keluarnya agar tidak ada pihak-pihak yang dirugikan, baik pengusaha, pengguna, dan dampak buruknya, terutama terhadap lingkungan sekitarnya. Dampak buruknya adalah tentu terhadap ‘kesehatan’. Oleh karena itu mulai sekarang kita berpikir jernih agar generasi muda kita tidak terlanjur masuk dalam sejarah generasi plastik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun