Ia terus melangkah di jalan setapak menuju lubang penuh cahaya tadi.
“Mungkinkah?”
“Erat hubungannya.”
Ujung lubang sudah dekat. Ia bersiap. Sesampainya diujung lubang itu, cahaya terang langsung menerpa tubuhnya. Seketika itu, tubuhnya menyusut, berubah kecoklatan dengan kaki empat, telinga panjang dan dua gigi depan tonggos.
Donna kemudian berlari kencang menuju ujung lubang satunya lagi. Ia harus cepat. Hari sudah sore. Ia tahu, gadis kecil itu biasanya kembali bermain di bawah pohon mangga di taman dekat kolam itu sebelum kembali esok hari. Namun, ia harus bertemu dengannya hari ini, segera.
Ia sampai pada ujung lubang yang menuju taman di sebelah kolam ikan ini. Pepohonan kayu manis masih berdiri tegak berjejer. Donna keluar dan melihat gadis kecil riang itu sedang bermain dengan asik. Ia mengambil daun-daun kering, rumput-rumput hijau, dan tanah coklat subur.
Gadis itu melihat Donna. Ia langsung menunjuk-nunjuk. Donna tahu, ia mendekatinya. Gadis kecil itu bergerak dan berusaha mengelus bulu lembutnya. Donna sangat menikmati elusan sayang gadis kecil ini. Ia berusaha menatap mata gadis ini.
“Aku kembali padamu, gadis kecil.”
Gadis itu, karena belum bisa berbicara, tampak mengangguk dan tersenyum.
“Apa engkau pernah mendengar Barrimu Sesethi? tanyanya.
Gadis itu menggeleng. Ia tetap mengelus-elus Donna.