Mohon tunggu...
Humaniora Pilihan

Beragama dalam Bingkai Kepribadian Indonesia

2 Februari 2017   09:20 Diperbarui: 2 Februari 2017   09:37 754
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Kalau jadi Hindu jangan jadi orang India. Kalau jadi Islam jangan jadi orang Arab. Kalau jadi Kristen jangan jadi orang Yahudi. Tetaplah jadi orang Nusantara dengan adat budaya Nusantara yang kaya raya ini.”

Pernyataan terkenal dan populer dari Bung Karno itu sangat luar biasa. Betapa jauh jangkauan pemikiran Bung Karno tentang keindonesiaan. Sebuah pemikiran yang tetap relevan untuk kehidupan kebangsaan di era sekarang ini ketika interaksi antar manusia, antar bangsa sulit dihindari; ketika batas-batas geografis praktis mudah terjangkau dan ketika komunikasi digital begitu intens mudah menggoda perubahan perilaku manusia.

Dari pernyataan Bung Karno yang dikutif Ibu Megawati Soekarno Putri saat menyampaikan pidato HUT PDI Perjuangan ke  44 terkandung  pesan indah tentang nilai penting kearifan dan kepribadian bangsa Indonesia. Kearifan tercermin pada keterbukaan menerima keyakinan.  Rakyat Indonesia dipersilahkan  bersikap terbuka memilih keterikatan keagamaan yang diyakini dari manapun.

Namun demikian dari pernyataan luar biasa Bung Karno itu terkandung pula pesan penting bahwa keyakinan keagamaan dari manapun tidak boleh menghilangkan jati diri bangsa Indonesia. Keterikatan keagamaan tidak menghilangkan identitas budaya masyarakat Indonesia.

Agama Islam misalnya memang benar turun di Kawasan Arab. Namun Islam bukan milik terbatas kalangan masyarakat Arab dan identik dengan budaya Arab. Islam datang tidak dalam ruang kosong budaya bangsa Arab. Karena itu Islam sebenarnya sebagai agama, sama sekali tak memiliki kaitan dengan budaya Arab.

Benar bahwa Islam sangat terbuka menerima berbagai budaya Arab yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam sendiri. Namun Islam tetaplah agama yang bersifat universal yang dalam perkembangannya selalu menghargai berbagai budaya  setempat.

Di sinilah nilai penting pesan Bung Karno. Bahwa ketika masyarakat Indonesia menerima Islam sebagai agamanya tak perlu menerima “bungkus” berbagai budaya yang melatarbelanginya kecuali yang memang memiliki kesesuaian dengan budaya Indonesia. Terimalah Islam sebagai agama secara utuh tanpa embel-embel budaya tempat turunnya kecuali yang memang sejalan dengan budaya masyarakat Indonesia. Seperti ketika Islam turun di Kawasan Arab, yang memang telah memiliki budaya tersendiri, hadirkan pula Islam di Indonesia yang memang telah memiliki budaya sendiri.

Demikian pula, seperti ketika Islam turun di Kawasan Arab bersikap terbuka dengan budaya Arab, yang sejalan ajaran Islam, selayaknya kehadiran Islam pun di negeri ini terbuka menerima budaya masyarakat Indonesia. Keramahan khas Indonesia, sikap toleran menghargai keberagamanan masyarakat Indonesia, kelembutan perilaku masyarakat Indonesia, warna warni budaya yang memiliki kesesusaian dengan ajaran Islam. Karena itu selayaknya keislaman masyarakat Indonesia tetap menjaga keindahan berperilaku yang sudah berurat akar di negeri ini.

Sudah tentu pesan luar biasa Bung Karno itu bukan sikap tertutup pada berbagai budaya, yang dalam konteks interaksi sosial hampir tidak mungkin dihindari. Selalu ada take and give dalam interaksi sosial.  Namun berbagai interaksi itu, tetap harus ada bingkai yang menjaga jati diri bangsa Indonesia. Jadi semangat penerimaan budaya dalam interaksi sosial yang tak mungkin terhindari itu tetap ada parameter keharusan sejalan dan sesuai budaya masyarakat Indonesia.

Karena Islam begitu terbuka menghargai berbagai budaya setempat yang sejalan subtansi ajarannya, selayaknya berbagai budaya yang telah jati diri bangsa Indonesia tetap melekat kuat. Demikian pula ketika sebagian masyarakat Indonesia lainnya menganut agama Kristen, Hindu, Budha, tetaplah jadi orang Nusantara dengan adat budaya Nusantara yang kaya raya ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun