7. Terapi (therapy)
Tahap ini menjelaskan bahwa pemegang kekuasaan menyamarkan pelibatan masyarakat dengan mengajak bertukar informasi untuk tujuan meredam arogansi masyarakat, namun informasi itu hanya sampai kepada masyarakat dan tidak ditindaklanjuti atau dilaksanakan oleh pemegang kekuasaan.
8. Manipulasi (manipulation)
Tahap ini menjelaskan bahwa pemegang kekuasaan dapat dengan mudah merekayasa dan memainkan informasi dan dukungan terkait keterlibatan masyarakat dalam suatu program pemerintahan. Tahap ini menandakan distorsi partisipasi menjadi sarana penghubung antara masyarakat dan pemegang kekuasaan untuk memperoleh dukungan tetapi hal itu hanya permainan pemegang kekuasaan. Seringkali program pemerintah yang dibuat bukan berdasarkan hasil diskusi atau kajian dan kebutuhan di masyarakat tetapi karena kepentingan pemegang kekuasaan semata yang dibungkus atas nama “pelibatan masyarakat”.
Partisipasi menempati posisi krusial dalam pemikiran dan praktik pengelolaan sumber daya hutan, tak terkecuali pengelolaan Hutan Desa. Konsep partisipasi merupakan konsep utama pembangunan yang terus berkembang dan relevan seiring berjalannya waktu. Tanpa partisipasi, pengelolaan Hutan Desa tidak akan berjalan optimal.
Dari model tangga partisipasi yang diuraikan Arnstein (1969). Konsep yang dapat diterapkan untuk mendukung keberhasilan pengelolaan Hutan Desa adalah dengan pola kemitraan (partnership).
Konsep ini menjadi sangat ideal karena tidak ada unsur yang lebih dominan dalam pengelolaan hutan baik masyarakat dan pemegang kekuasaan. Hal ini memungkinkan partisipasi dapat berjalan optimal dan saling mengontrol satu sama lain. Dominasi salah satu pihak dapat berdampak terhadap sikap dan perilaku.
Sikap dan perilaku yang tidak dapat dikontrol akan cenderung mengarah pada perbuatan yang merusak dan merugikan. Dalam konteks pengelolaan hutan desa, eksploitasi sumber daya hutan dilakukan tanpa aturan yang mengatur sehingga akan merusak ekosistem dan mata pencaharian masyarakat lokal. Untuk itu, sikap dan perilaku ini perlu dikontrol secara bersama untuk memastikan pengelolaan hutan berjalan sesuai semangat dan tujuan program Hutan Desa.
Menurut Arnstein (1969), partisipasi masyarakat tanpa redistribusi kekuasaan adalah proses hampa dan membuat frustasi mereka yang tidak berdaya. Hal ini memungkinan para pemegang kekuasaan untuk mengklaim bahwa semua pihak telah dipertimbangkan dan dilibatkan, tetapi memungkinkan hanya beberapa pihak saja yang diuntungkan atau dilibatkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H