Mohon tunggu...
MUHAMMAD REZA SETIAWAN
MUHAMMAD REZA SETIAWAN Mohon Tunggu... Mahasiswa - forester I practitioners I learners I reader I traveller I adventurer !

Jalanmu mungkin tidak cepat namun percayalah rencana Allah selalu tepat! Sabar, ikhlas, ikhtiar. ~ Sajak Salaf

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kewajiban Menuntut dan Mengamalkan Ilmu

29 Maret 2023   05:50 Diperbarui: 29 Maret 2023   05:53 2938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Darmaga, Kabupaten Bogor - Menuntut ilmu itu menyenangkan bagi setiap jiwa manusia yang haus akan peradaban. Kita dapat mengetahui banyak hal yang tidak kita ketahui tentang ruang-ruang kehidupan ini. Meski mengejar ilmu terkadang membosankan, namun kehidupan yang dilalui dengan ilmu akan menjadi lebih indah.

Menuntut ilmu dalam Islam merupakan kewajiban bagi setiap insan. Tiap-tiap manusia (muslim) sesungguhnya memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu (HR. Bukhari dan Muslim). Barang siapa menelusuri jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga (HR. Muslim).

Sejak Nabi Saw diangkat menjadi rasul, wahyu yang pertama kali diturunkan adalah perkara ilmu, yakni membaca atau "iqra" agar manusia mengetahui perkara-perkara yang tidak diketahuinya. Kata Buya Hamka, ilmu adalah kunci rahasia alam dan makhluk. Ilmu adalah agama, sebab membebaskan manusia dari kebodohan.

Al-Qur’an mengatakan bahwa manusia pada hakikatnya memiliki potensi untuk meraih ilmu dan mengembangkannya. Allah SWT menganugerahkan “akal” kepada manusia agar mereka berfikir dan berencana. K.H Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah) menjelaskan, akal itu bagaikan sebuah biji atau bibit yang terbenam dalam bumi, agar bibit (akal) itu tumbuh dari bumi dan kemudian menjadi pohon besar, harus disiangi, disiram secara terus menerus. Demikian juga dengan akal manusia, tidak akan tumbuh dan bertambah sempurna apabila tidak disirami dengan pengetahuan.

Allah SWT menjanjikan surga bagi mereka yang senantiasa menuntut ilmu dengan niat ikhlas semata-mata mengharap Ridha dari-Nya, dan dosanya ikut terampuni-Nya. Sehingga suatu kenikmatan dan kesyukuran bagi orang yang dapat menuntut ilmu, membawa kita lebih dekat dengan sang pemilik ilmu, dimudahkan dalam mencari rejeki, dan diampuni dosa-dosanya.

Ada juga peribahasa yang mengatakan “kejarlah ilmu sampai ke negeri Cina”. Peribahasa ini mengandung makna penting bagi kita untuk menuntut ilmu hingga ke negeri orang (negeri lain). Bukan tanpa alasan, hal itu karena negeri Cina memiliki social-history yang panjang tentang perkembangan dan peradaban ilmu pengetahuan.

Ilmu saat ini menjadi sangat penting bagi setiap insan guna meningkatkan kualitas kesejahteraannya dan menghindarkan dari perbuatan merusak. Kata KH. Ahmad Dahlan, ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang dapat memperbaiki sikap dan tindakan. Ilmu sebagai bekal dalam menjalani pekerjaan dan menyelesaikan persoalan kehidupan yang semakin kompleks. Sehingga merugilah orang-orang yang berilmu, tetapi masih melakukan perbuatan merusak terutama diri dan lingkungannya.

Buya Hamka menyatakan, ilmu terdiri dari dua macam, yaitu ilmu lahir dan ilmu batin. Ilmu alam dan ilmu manusia. Kita tidaklah semata-mata memperlajari ilmu agama, tetapi juga mempelajari ilmu dunia. Namun tidak sekedar mempelajarinya, tetapi juga mampu dipahami dan dimaknai apa maksudnya, serta mampu diamalkan dengan baik. Sebagaimana hadist “khoirunnas anfauhum linnas” yang bermakna sebaik-baik manusia adalah mereka yang dapat memberikan manfaat kepada manusia lainnya. Kata KH. Ahmad Dahlan, segala ilmu pengetahuan yang dimiliki tidak akan bermanfaat apabila tidak dikerjakan atau diamalkan.

Syekh Bakr bin Abdillah Abu Zyad membagi ilmu atas tiga tingkatan yaitu; (1) Barang siapa baru masuk pada tingkatan pertama maka ia akan sombong; (2) Barang siapa naik ke tingkatan kedua maka ia mulai tawadhu (rendah hati); dan (3) Barang siapa naik hingga tingkatan ketiga maka ia mengetahui ia tidak mengetahui (karena begitu luasnya samudera ilmu).

Tingkatan pertama sesungguhnya ilmu yang kita peroleh belum seberapa dibanding dengan luasnya alam semesta ini. Seringkali banyak dari kita menyombongkan ilmunya padahal masih berada pada tingkatan pertama. Untuk itu, meskipun kita memiliki ilmu, kita tidak boleh merasa sombong dan sok tahu.

Akhirnya penting bagi kita untuk selalu mensyukuri nikmat ilmu yang diperoleh sampai saat ini. Tentu kita perlu menyadari dan memanfaatkan setiap kesempatan untuk maju dan cerdas bersama dengan ilmu pengetahuan. Dengan ilmu, pekerjaan yang dikerjakan membuahkan kebenaran, keadilan, dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang banyak. Salam pembelajaran! 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun