struktur atau susunan vertikal dari kelompok vegetasi pembentuk hutan primer atau hutan alam. Stratifikasi terjadi disebabkan karena kompetisi suatu jenis tertentu yang lebih dominan dari jenis lainnya, dan adanya sifat toleransi spesies terhadap sinar matahari sehingga memberikan kesempatan spesies lain untuk terus tumbuh dan berkembang.
Kendari, Sulawesi Tenggara – Stratifikasi merupakanStratifikasi dapat terlihat jelas pada bioma hutan hujan tropis. Lapisan-lapisan vertikal yang terbentuk biasanya disebut dengan stratum, sehingga membentuk struktur vertikal (Gambar 1). Bioma sendiri adalah ekosistem dari komunitas flora dan fauna di darat yang beradaptasi pada iklim tertentu.
Ada beberapa stratum dalam stratifikasi hutan, meliputi stratum A, stratum B, stratum C, stratum D, dan stratum E (Gambar 1). Setiap stratum menggambarkan bentuk pertumbuhan khas yang adaptif dan kompetitif dari komunitas vegetasi penyusun hutan (Utami dan Putra 2020).
Stratum merupakan lapisan–lapisan yang tersusun dari kelompok bentuk pertumbuhan vegetasi yang sejenis. Adapun uraian dari setiap stratum adalah sebagai berikut:
1. Stratum A adalah lapisan teratas terdiri dari pohon-pohon yang tingginya lebih dari 30 m atau biasa disebut emergent layer. Pepohonan tersebut biasanya memiliki batang lurus bebas cabang yang menjulang tinggi.Â
Di samping itu, pada waktu semai pohon pada stratum A biasa memerlukan naungan tetapi untuk pertumbuhan selanjutnya perlu cahaya yang cukup banyak.Â
Beberapa contoh kasus pepohonan ini mengalami fenomena crown shyness atau pembentukan celah antar tajuk. Fenomena ini biasa dialami pada pepohonan dari suku dipterocarpaceae, seperti Dryobalanops aromatic dengan tinggi mencapai 60 meter yang tumbuh di hutan tropis Kalimantan.Â
Para peneliti menilai bahwa fenomena tersebut memiliki keuntungan bagi spesies lain yang hidup di bawah naungan emergent layer untuk tetap memperoleh cahaya matahari yang menembuh celah tajuk mereka. Pohon-pohon emergent biasanya memiliki kerapatan atau jumlah individu yang kecil, beberapa mengelompok dan tersebar. Stratum A biasa disebut juga dengan pohon dewasa.
2. Stratum B adalah lapisan vertikal kedua yang terdiri dari pohon-pohon dengan tinggi antara 20–30 m. Pohon pada stratum ini cenderung mendominasi dengan kerapatan tinggi di hutan primer (hutan alam).Â
Ciri khas utamanya adalah batang pohon biasanya banyak memiliki cabang. Pada stratum ini pohon masih dapat menerima cahaya matahari dengan intensitas yang cukup tinggi. Jenis pepohonan pada stratum ini beberapa juga ada yang tahan naungan. Stratum B biasa disebut juga dengan tiang.
3. Stratum C adalah lapisan vertikal ketiga yang terdiri dari pohon dengan tinggi 4–20 m. Pohon pada lapisan ini memiliki banyak cabang dan tahan naungan. Epifit seperti paku dan anggrek banyak yang bergantung kehidupannya pada pepohonan di stratum C. Stratum C biasa disebut juga dengan pancang.Â
Vegetasi dengan bentuk hidup pohon yang didominasi oleh pancang dan masih memiliki kerapatan tumbuhan bawah yang tinggi biasanya kawasan hutan tersebut tergolong hutan sekunder muda yang masih mengalami suksesi akibat gangguan.
4. Stratum D adalah lapisan vertikal keempat yang terdiri dari lapisan perdu (semak), atau semai (anakan pohon) dengan tinggi 1–4 meter. Kelompok pada stratum ini suka sekali dengan intensitas cahaya yang tinggi.Â
Vegetasi dengan bentuk pohon yang didominiasi oleh stratum D dengan kerapatan tinggi biasanya lokasi tersebut mengalami gangguan. Gangguan yang terjadi membuat tajuk hilang dan sinar matahari masuk menembus lantai tanah.
5. Stratum E adalah lapisan vertikal terbawah yang didominasi tumbuhan bawah seperti herba dengan tinggi 0–1 meter. Vegetasi pada lapisan ini sangat bergantung pada sinar matahari yang tinggi.Â
Semakin rapat naungan disuatu hutan, maka menyebabkan kerapatan vegetasi pada stratum ini menjadi rendah. Sama halnya dengan stratum D, tingginya kerapatan vegetasi stratum E dapat diindikasikan lokasi tersebut mengalami gangguan.Â
Pembukaan lahan, kebakaran hutan, pohon tumbang, erosi dan gangguan lainnya menyebabkan intensitas cahaya sangat tinggi ke lantai hutan dan membuat vegetasi pada stratum E akan tumbuh pertama kali dan mendominasi area tersebut dilanjutkan dengan vegetasi stratum D. Jika pohon pada stratum C hingga A sudah banyak membentuk naungan yang rapat, maka kerapatan vegetasi stratum D dan E akan mulai berkurang (Utami dan Putra 2020).
Sumber Referensi:
Utami I, Putra I L I. 2020. Ekologi Kuantitatif, Metode Sampling dan Analisis Data Lapangan. Yoyakarta (ID): Penerbit K-Media.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H