Mohon tunggu...
Muhammad Irfan
Muhammad Irfan Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Apasih Intelijen Itu?

8 September 2016   16:22 Diperbarui: 7 November 2017   22:53 2038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

unduhan-57d138353793731549ba456c.jpg
unduhan-57d138353793731549ba456c.jpg
Baru-baru ini berita tentang calon Kepala Badan Intelijen Negara (KaBIN) menjadi pembahasanan di media massa. Komjen Budi Gunawan yang telah melaksanakan proses fit and proper testcalon kepala BIN dinyatakan lulus oleh komisi I DPR. Setelah paripurna DPR mengesahkan pencalonan Komjen Budi Gunawan, direncanakan dalam minggu ini, calon kepala BIN tersebut akan dilantik oleh presiden Joko Widodo. Komjen Budi Gunawan akan menjadi perwira polisi kedua yang menjadi KaBIN, sebelumnya terdapat Jendral Polisi (purn) Sutanto yang menjabat pada era Kabinet Indonesia Bersatu II (22 Oktober 2009-19 Oktober 2011).

Maraknya pemberitaan tersebut membuat instansi Badan Intelijen Negara menjadi perbincangan umum. Namun pada kenyataannya masih banyak masyarakat Indonesia yang belum begitu paham mengenai intelijen itu sendiri. Berdasarkan kosakatanya, istilah intelijen bermakna luas dan sering di kaitkan dengan kecerdasan. Definisi menurut kamus Webster’s New Collegiate Dictionary (1985), “the abillity to learn or understand or deal with new or trying situation; the abillity to apply knowledge to manipulate one’s environment or to think abstractly Information or news..”.

Dari rujukan kamus tersebut, dapat disimpulkan bahwa intelijen berarti kemampuan untuk mengolah informasi secara abstrak dan menyelaraskannya dengan situasi baru. Kemampuan ini memerlukan pemikiran serius seseorang. Untuk itu kecerdasan seperti dalam definisi tadi menjadi tuntutan profesi dari seorang agen intelijen. Agen intelijen melakukan tugasnya dengan menggunakan pikiran. Maka dari itu lebih dikenal sebagai “prajurit perang pikirian”.

Setiap manusia secara alami adalah insan intelijen. Kegiatan sehari-hari yang dilakukannya mencakup tiga fungsi dasar intelijen, yaitu penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan. Contohnya pada masyarakat pedalaman, rumah panggung dipilih masyarakat dalam rangka mengamankan penghuni dari gangguan binatang buas atau serangan musuh. Sebelum membangun rumah panggung tersebut, manusia mengumpulkan informasi atau menyelidiki terlebih dahulu wilayah yang akan dibangun rumah. Setelah itu, manusia berupaya mempengaruhi masyarakat sekitar agar mendapatt dukungan untuk membantu membangun rumah tersebut, upaya mencari dukungan tersebut menjadi bukti adanya upaya penggalangan.

Berdasarkan UU no 17 tahun 2011 tentang Intelijen negara dalam pasal satu disebutkan bahwa “ Intelijen adalah pengetahuan, organisasi, dan kegiatan yang terkait dengan perumusan kebijakan, strategi nasional, dan pengambilan keputusan berdasarkan analisis dari informasi dan fakta yang terkumpul melalui metode kerja untuk pendeteksian dan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional”.

Dari undang-undang tersebut disebutkan bahwa tugas intelijen yaitu untuk deteksi dan peringatan dini, forecasting (prediksi) terhadap ATHG (Ancaman, Tantangan, Hadangan, dan Gangguan) keamanan nasional Indonesia. Selain itu komponen strategis yang dikenal dengan ipoleksosbudhankam (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan) juga menjadi persoalan intelijen dimana masing-masing komponen tersebut harus dijamin keamanannya.

Seorang aparat intelijen telah didoktrin untuk berusaha menjamin keselamatan dan kemakmuran rakyat Indonesia yang melakukan tugasnya dimana saja ia berada. Namun masih banyak masyarakat Indonesia yang berpandangan bahwa aparat intelijen itu mengenakan pakaian serba hitam, rambut gondrong, kacamata hitam dan menggunakan HT. Sebagian masyarakat pun masih beranggapan bahwa intelijen itu adalah dunia hitam yang bertugas menculik, menghakimi orang atau kelompok yang dinilai menentang pemerintah.

Hal tersebut merupakan paradigma lama yang terjadi saat Orde Baru dimana masih bernama Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) yang menjadi kaki tangan presiden Soeharto. Setelah masa reformasi BAKIN berubah menjadi BIN. Dalam kesehariannya menjalankan tugas, aparat BIN berbaur dengan masyarakat dan menyamar menjadi masyarakat biasa namun bedanya memiliki suatu target mengumpulkan informasi. Bahkan anda tidak mengetahui bahwa orang-orang disekitar anda bisa saja salah satu aparat intelijen yang sedang melakukan tugasnya. Selain itu aparat intelijen dituntut untuk menjunjung tinggi HAM, hal tersebut diperkuat dengan adanya UU antisubversi yang membatasi peran aparat intelijen.

Berdasarkan UU tersebut aparat intelijen tidak berhak untuk menangkap,menindak seseorang atau kelompok. Tugas intelijen adalah penyelidikan, pengamanan dan pengamanan, sementara yang berwenang melakukan penangkapan dan penindakan adalah polisi dan jajarannya. Oleh karena itu beberapa kasus yang termasuk ATHG berhasil mengganggu kemananan nasional Indonesia, contoh yang terbaru adalah bom sarinah dan bom solo.

Dalam kasus bom Sarinah aparat intelijen sudah memberikan prediksi bahwa pada awal tahun 2016, stabilitas keamanan mendapat ancaman. Namun kembali kepada tugas intelijen, yaitu memberikan deteksi dini dan prediksi bukan untuk menangkap dan menindak pelaku. Keadaan tersebut menjadi dilema saat pelaku sudah diketahui akan melakukan aksinya namun intelijen tidak berhak menangkapnya. Kasus bom Solo pun sama, menjelang hari raya informasi tentang keamanan tiap-tiap daerah harus ditingkatkan. Namun kurangnya koordinasi pihak aparat intelijen dengan aparat kepolisian selaku yang berwenang melakukan penangkapan menjadi persoalan.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa aparat intelijen melakukan tugas dengan memberikan deteksi dini, peringatan dan prediksi bukan untuk menangkap atau melakukan tindakan terhadap target. Menculnya isu revisi UU Terorisme untuk memberikan wewenang terhadap intelijen untuk menindak target pun menimbulkan pro-kontra. Namun apabila hanya sebatas deteksi dini,peringatan,dan prediksi tidak menutup kemungkinan meluasnya kelompok-kelompok yang menentang pemerintah yang dapat mengganggu keamanan nasional.

Rasanya tidak adil apabila setiap ada kejadian yang mengancam keamanan Indonesia kita selalu menyalahkan aparat intelijen. Kita tidak tahu yang mereka kerjakan, bisa saja mereka sudah melaksanakan pendeteksian dan prediksi namun tetap kecolongan mengingat tidak memiliki wewenang untuk menindak. Seperti halnya kita tidak tahu apa yang akan teman kita rencanakan pada esok sore. Kita hanya bisa memprediksi yang mereka lakukan bukan benar-benar memastikan. mantab

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun