Indonesia, sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, terus berupaya memperkuat posisinya di panggung internasional. Di tengah tantangan global yang semakin kompleks, Indonesia melihat peluang besar dalam bergabung dengan BRICS, sebuah kelompok ekonomi yang terdiri dari negara-negara dengan pertumbuhan pesat, yaitu Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan.
sudah tepatkan pemerintah baru membagun hubungan dengan BRICS, Untung Atau Buntung untuk perkonomian indonesia kedepannya?Â
Apa Itu BRICS
menarik untuk ditelusuri sejarah lahirnya sebuah organisasi yang digadang-gadang akan menjadi penguasa Economi Global di tahun 2045 mendatang. BRIC adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh Brasil, Rusia, India dan cina pada tahun 2009.Â
Pada tahun 2011 Afrika Selatan ikut bergabung dengan sehingga berubah nama menjadi BRICS. BRICS adalah singkatan dari negara yang telah disebutkan diatas.Tujuan dari organisasi ini adalah untuk memfokuskan peluang investasi di antara negara-negara anggotanya.Â
KTT BRICS terakhir yang digelar pada 22-24 Oktober 2024 telah menetapkan 13 negara mitra yaitu Aljazair, Belarus, Bolivia, Kuba, Indonesia, Kazakhstan, Malaysia, Nigeria, Thailand, Turki, Uganda, Uzbekistan, dan Vietnam. Status RI sebagai "interested country" (negara berminat), merupakan tahap pertama aksesi anggota baru BRICS, sebelum melaju ke sejumlah tahap berikutnya hingga akhirnya dapat menjadi anggota penuh. Â
Negara keanggota BRICS sudah lama menjadi tujuan ekspor indonesia. Dapat disimpulkan Indonesia memiliki peluang besar  untuk mengurangi tarif dan hambatan nontarif bagi produk ekspornya. Indonesia dapat mengurangi dampak dari Volatilitas dolar Amerika Serikat dengan memanfaatkan penggunaan mata uang bilateral BRICS dalam berdagang.
Keungulan Bergaung Ke BRISC
Mengapa BRICS? Alasan utamanya adalah peluang ekonomi yang sangat besar. Dengan menjadi anggota, Indonesia akan membuka akses yang lebih luas ke pasar negara-negara BRICS, memungkinkan ekspor komoditas unggulan seperti minyak sawit, kopi, dan hasil perikanan menembus pasar-pasar baru yang potensial.Â
Diversifikasi pasar ini penting, mengingat ketergantungan pada mitra dagang tradisional dapat menjadi risiko besar di tengah ketidakpastian global.
Selain itu, BRICS memiliki New Development Bank (NDB), yang bisa menjadi mitra strategis dalam membiayai proyek-proyek infrastruktur Indonesia.Â
Dengan sokongan finansial ini, Indonesia dapat mempercepat pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, dan fasilitas energi yang menjadi fondasi untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Namun, lebih dari sekadar keuntungan ekonomi, keanggotaan di BRICS juga membawa Indonesia ke level baru dalam diplomasi internasional. BRICS menawarkan platform bagi Indonesia untuk ikut membentuk kebijakan global dan memperjuangkan keadilan ekonomi dunia.
 Dengan BRICS, Indonesia dapat lebih efektif mendorong agenda-agenda penting, seperti kesetaraan dalam perdagangan internasional, reformasi keuangan global, dan pembangunan berkelanjutan.
Tidak hanya itu, BRICS memberi Indonesia peluang besar dalam transfer teknologi dan inovasi. Negara-negara seperti Cina dan India, yang sudah menjadi pemimpin dalam teknologi digital dan energi terbarukan, dapat menjadi mitra Indonesia dalam mentransformasi sektor teknologi dan meningkatkan daya saing industri nasional.
Kerja sama ini juga akan memperkuat ketahanan energi dan pangan Indonesia. Dengan akses ke sumber daya energi dari Rusia dan teknologi pertanian dari Brasil, Indonesia dapat menghadapi krisis global dengan lebih baik, memastikan rakyat memiliki akses yang stabil ke energi dan pangan.
Indonesia bergerak maju, membuka babak baru dalam sejarahnya di kancah internasional, bersama BRICS, demi masa depan yang lebih cerah dan makmur.
Resiko Indonesia Bergabung BRISC
Menjadi keanggotaan BRICS bukan tanpa resiko. Bergabungnya Indonesia di BRICS bisa menciptakan benturan kepentingan antara Ameraika Serika dan sekutunya yang juga merupakan negara tujuan ekspor Indonesia. diketahui sekarang Amerika dan Cina sedang berperang besar lewat ekonomi dagang. Jika tidak diantisipasi dengan matang, justru indonesia akan kehilangan jumlah fasilitas perdagangan dan pasar untuk ekspor dagang ke negara tersebut.
Selain itu, menjadi keanggotaan BRICS Indonesia tentunya juga mendapat ancaman  sampai sekarang pemerintah masih sulitnya membendung produk import dari Cina sehingga menyebabkan banyak industri yang manufaktur terutama tekstil banyak gulung tikar.
Kita bisa melihat masa kepemimpinan Jokowi sebesar 41 persen investasi dari Cina ditanamkan keindonesia lewat Industri pengolahan logam dasar yang tidak ramah lingkungan, termasuk pembangunan Smelter nikel yang sampai sekarang ini banyak masyrakat meraskan efek yang buruk dari industri tersebut.
Tentunya dalam pandangan penulis sangat mengapresiasi pemerintahan baru dalam membangun ekonomi indonesia melalui jalur ekspor, akan tetapi juga harus dipertimbangkan untuk kedepannya banyak mudharat atau manfaat. Lebih baik pemerintah mencoba untuk memperbaiki semua sistem perdagangan dan investasi yang dulunya di era Jokowi yang dapat merugikan perekonomian lokal.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H