Dengan kata lain bahwa Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tidak hanya berfokus pada keselamatan dan kesehatan para pekerja ketika membangun, memproduksi serta mengeksekusi projek yang nantinya akan digunakan oleh orang banyak tetapi juga berfokus pada keselamatan dan kesehatan pasca projek atau ketika suatu bangunan telah selesai dibangun. Apabila kita memasukkan hal ini ke dalam Insiden Wahana "The Geong Banyumas" dapat diartikan bahwa K3 tidak hanya dilakukan ketika kontruksi jembatan kaca tersebut berlangsung saja, tetapi juga ketika jembatan kaca tersebut telah selesai dibangun.Â
Sebelum digunakan oleh khalayak umum jembatan kaca tersebut harus memenuhi Standarisasi K3 karena keselamatan bagi pengunjung sangat vital dan harus menjadi prioritas utama. Meskipun Wisata Alam Hutan Pinus Limpakuwus telah tersertifikasi CSHE (Cleanliness, Health, Safety and Environmental Sustainability) pada 2021 dengan kategori daya tarik wisata, tetapi sayangnya mereka belum memverifikasi ulang CSHE tersebut yang memang seharusnya dilakukan secara berulang untuk menjamin keselamatan para pengunjung. Yang lebih disayangkannya lagi adalah tidak pernah ada uji kelayakan terhadap jembatan kaca dari pihak terkait.
Bentuk kecelakaan yang biasa terjadi di wahana wisata biasanya disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor internal (manusia) dan faktor eksternal (lingkungan).
Faktor eksternal (lingkungan) dapat dilihat dari kondisi jembatan kaca yang dilewati oleh para wisatawan. Spesifikasi jembatan kaca yang kurang meyakinkan menjadi faktor utama insiden tersebut bisa terjadi. Hal tersebut dapat dilihat dari spesifikasi kaca yang digunakan hanya memiliki ketebalan sekitar 1,2 cm saja ditambah lagi dengan lebar yang hanya 6 m membuat jembatan tersebut tidak bisa menahan tekanan dan beban berlebihan dari para wisatawan yang berkunjung.Â
Sebagai perbandingan Jembatan Kaca Zhangjiaje yang berlokasi di Zhangjiaje, Hunan, China memiliki 3 lapis lempeng kaca yang ditambahkan dengan tempered glass setebal 2 inci (5 cm) serta memiliki lebar sebesar 6 meter yang membuatnya dapat sangat kokoh dalam menahan tekanan dan beban dari wisatawan yang berkunjung meskipun jembatan tersebut berada di ketinggian 300 meter di atas tanah.
Faktor internal (manusia) dapat dilihat dari kondisi tubuh wisatawan yang melewati jembatan kaca tersebut. Faktor fisik sangat mempengaruhi terjadinya kecelakaan terlebih lagi dengan ketebalan kaca yang hanya 1,2 cm. Semakin besar fisik seseorang semakin besar beban dan tekanan yang diterima oleh jemabatan kaca begitu pula sebaliknya. Selain faktor fisik, faktor psikis juga sangat berpengaruh dalam terjadinya kecelakaan.Â
Di dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terdapat apa yang disebut dengan Persepsi Resiko. Persepsi Resiko adalah penilaian seseorang terhadap bahaya yang mungkin menimbulkan ancaman langsung atau jangka panjang terhadap keselamatan dan kesehatan dirinya.Â
Persepsi ini dibentuk oleh faktor internal, seperti suasana hati, tingkat stres, memori dan pengalaman pribadi. Dengan tidak adanya papan peringatan, imbauan atau larangan bagi pengunjung jembatan membuat para wisatawan menjadi lengah dan tidak berhati-hati sehingga para wisatawan tidak terlalu memikirkan bahaya apa yang akan terjadi ketika melakukan sesuatu pada saat mereka melewati jembatan kaca tersebut. Tetapi sebaliknya, jika terdapat papan peringatan, imbauan atau larangan akan membuat para wisatawan lebih berhati-hati dan memperhatikan keselamatannya selama melewati jembatan tersebut.
Pengimplementasian IPTEK untuk Mencegah Insiden Serupa Terjadi Kembali
Ditengah era globalisasi yang dibarengi dengan pesatnya perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) di dunia pada masa ini. Semua bidang dalam kehidupan tak luput dari globalisasi dan perkembangan IPTEK, tak terkecuali K3. Peingmplementasian IPTEK untuk mencegah insiden seperti Jembatan Kaca di The Geong Banyumas, ada beberapa hal yang bisa dilakukan :
1.) Pemasangan Sensor Beban
Pemasangan sensor beban di bawah jembatan untuk memberikan sinyal lampu merah sebagai pemberi peringatan jika terjadi instrumen pergerakan, retakan kaca, dan beban berlebih pada jembatan. Teknologi seperti ini dapat meningkatkan kewaspadaan wisatawan maupun petugas keselamatan wahana.