Syukur adalah salah satu sikap yang sering ditekankan dalam Islam. Ia bukan hanya sebatas ucapan "Alhamdulillah," tetapi mencakup kesadaran mendalam tentang nikmat Allah dan pengelolaannya dalam kehidupan. Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani, seorang ulama besar sekaligus sufi terkemuka, memberikan pandangan yang mendalam tentang hakikat syukur yang dapat menjadi pelajaran bagi kita semua.
Hakikat Syukur: Lebih dari Sekadar Ucapan
Menurut Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani, syukur adalah bentuk ibadah yang mencakup hati, lisan, dan perbuatan. Beliau menjelaskan bahwa syukur sejati adalah ketika seseorang menyadari bahwa segala sesuatu yang dimilikinya baik harta, ilmu, kekuatan, bahkan cobaan merupakan pemberian Allah. Kesadaran ini kemudian diwujudkan dalam tindakan nyata, yaitu menggunakan nikmat tersebut sesuai dengan kehendak Allah.
Syukur dengan hati, menurut beliau, adalah dasar dari segala syukur. Hati yang bersyukur selalu menyadari kebesaran Allah sebagai Sang Pemberi nikmat. Hati ini juga bersih dari rasa sombong dan selalu merasa bergantung kepada Allah. Â
Syukur dengan lisan diwujudkan melalui ucapan-ucapan pujian kepada Allah, seperti membaca "Alhamdulillah". Namun, Syeikh Abdul Qodir mengingatkan bahwa pujian lisan harus disertai dengan kesadaran hati agar tidak menjadi rutinitas tanpa makna.
Syukur dengan perbuatan adalah bentuk syukur tertinggi. Dalam pandangan beliau, seorang hamba yang bersyukur akan menggunakan setiap nikmat yang diberikan untuk hal-hal yang diridhai Allah. Jika diberi harta, ia membelanjakannya untuk membantu orang lain. Jika diberi ilmu, ia mengajarkannya. Jika diberi kekuatan, ia menggunakannya untuk membela kebenaran.
Syukur di Segala Keadaan
Salah satu ajaran penting dari Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani adalah pentingnya bersyukur dalam segala keadaan. Beliau menekankan bahwa seorang hamba tidak hanya bersyukur saat menerima nikmat besar, tetapi juga saat menerima ujian atau musibah. Bagi beliau, setiap ujian adalah tanda kasih sayang Allah karena di dalamnya terdapat hikmah dan pelajaran yang akan mendekatkan seorang hamba kepada-Nya.
Tingkatan Syukur
Syeikh Abdul Qodir juga mengajarkan bahwa syukur memiliki tingkatan: Â
1. Syukur orang awam: Bersyukur atas nikmat-nikmat lahiriah yang terlihat, seperti rezeki, kesehatan, atau keberhasilan. Â
2. Syukur orang khusus (khawas): Bersyukur tidak hanya atas nikmat lahiriah, tetapi juga atas segala keputusan Allah, baik yang menyenangkan maupun yang tidak. Â
3. Syukur orang yang sangat khusus (khawasul khawas): Syukur tertinggi adalah ketika seseorang bersyukur atas Allah itu sendiri. Orang ini tidak hanya melihat nikmat, tetapi melihat Sang Pemberi Nikmat dalam setiap kejadian.
Pentingnya Syukur dalam Kehidupan
Bagi Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani, syukur adalah salah satu kunci utama untuk meraih ridha Allah. Allah berfirman dalam Al-Qur'an, "Jika kamu bersyukur, Aku akan menambah (nikmat) kepadamu" (QS Ibrahim: 7). Namun, syukur bukanlah tentang meminta tambahan nikmat, melainkan tentang menjaga kedekatan dengan Allah dan menyadari bahwa segala yang kita miliki adalah milik-Nya.
Syukur juga menjadi tameng bagi hati dari sifat-sifat tercela seperti sombong dan kufur nikmat. Dengan bersyukur, seorang hamba akan selalu merasa cukup, damai, dan semakin dekat kepada Allah.
Penutup
Pandangan Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani tentang syukur mengajarkan kita bahwa syukur bukan sekadar ungkapan lisan, melainkan kesadaran mendalam yang tercermin dalam hati, ucapan, dan perbuatan. Syukur mengajarkan kita untuk selalu mengingat Allah dalam setiap keadaan dan menggunakan setiap nikmat sesuai dengan kehendak-Nya. Mari kita jadikan syukur sebagai jalan hidup untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meraih ridha-Nya. Â
Tulisan ini semoga menjadi pengingat bagi kita untuk selalu bersyukur, karena syukur adalah bentuk cinta dan penghambaan kita kepada Allah SWT.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H