Mohon tunggu...
Maqbul Halim
Maqbul Halim Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi dan penulis

Saya maqbul halim. Setiap hari bekerja sebagai konsultan media (khusus untuk urusan politik).

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebaktian Rasa Malu Agung Laksono

2 November 2015   13:02 Diperbarui: 2 November 2015   13:16 1217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Makassar, 1 Nopember 2015[caption caption="Agung Laksono | Kompas.com"][/caption]Putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang memperkuat putusan hakim PTUN Jakarta yang sempat dibatalkan putusan PT TUN Jakarta, telah memperkuat posisi Ketua Aburizal Bakrie dan Idrus Marham sebagai pengurus DPP Golkar yang sah, legal, bukan ilegal seperti Agung Laksono dan gerombolannya.  

Implikasi putusan kasasi itu adalah pengurus DPP Hasil Munas di Riau Pekan Baru 2009 adalah pihak yang sah melaksanakan Munas Partai Golkar 2014. Implikasi lainnya adalah hasil munas Golkar Palsu di Ancol Jakarta yang disahkan oleh Menkumham di bawah arahan (p)residen Jokowi adalah tindakan yang tidak punya dasar yang sah secara hukum.

Setelah putusan ini, jika Kemenkumham tidak dikeluarkan pembatalan terhadap SK kawanan Agung Laksono dan gerombolannya, maka ini berarti bahwa Pemerintah Republik Indonesia yang dikuasai oleh presiden Jokowi nyata-nyata telah melawan Negara Republik Indonesia yang dilindungi undang-undang dan hukum.

Beberapa waktu sebelum putusan MA di atas, ada juga putusan Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta yang memperkuat putusan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara yang telah mensahkan putusan yang meyakinkan. Putusan itu menyebutkan bahwa munas yang mengatas-namakan DPP Partai Golkar oleh Agung Laksono dan gerombolannya di Ancol Jakarta 2014 lalu adalah perbuatan melawan hukum. Dalam istilah praktisnya, kegiatan PESTA DINNER di Ancol itu tidak sah memakai nama Partai Golkar. Karena itu, hasilnya pun tidak sah. Putusan PT Jakarta ini dikasasi oleh gerombolan Agung Laksono di MA. Saya tunggu apa putusan MA soal itu nanti.

Sampai pada batas dua putusan ini, Agung Laksono dan gerombolannya, termasuk gerombolannya di daerah-daerah, praktis telah menjadi pemberontak di Partai Golkar. Sebuah pemberontakan yang telah kehilangan sokongan dari “negara tetangga”, yaitu dari presiden Pemerintah RI, jokowi. “Negara tetangga” ini juga kehilangan harapan pada pemberontak yang disokongnya.

Kembali pada kedua putusan ini, sudah jelas bahwa Munas Partai Golkar di Bali adalah munas yang sah. Itu juga berarti bahwa susunan pengurus yang dilahirkan oleh Munas Bali 2014 itu adalah sah. Sekali lagi sah. Ini bukan sah yang biasa-biasa, tetapi luar biasa karena keabsahannya berusaha dikaburkan oleh pemberontak dan “negara tetangga”.

Sebaliknya dari kedua putusan itu juga, acara DINNER Agung Laksono dan gerombolannya di Anco Jakarta 2014 yang menamakan kegiatannya itu sebagai Munas Partai Golkar adalah perbuatan melawan hukum. Semua pelaku perbuatan melawan hukum, tentu harus dihukum. Oleh karena itu, Negara Republik Indonesia harus menghukum Agung Laksono dan gerombolannya, berikut otak pemberontakan di Partai Golkar, yaitu Pemerintah Republik Indonesia yang dipresideni oleh (j)okowi.

Susunan Pengurus DPP dan AD/ART yang dihasilkan DINNER Agung Laksono dan gerombolannya itu adalah barang haram yang sebaiknya disita oleh negara melalui pengadilan untuk dimusnahkan. Ini perlakuan adil yang sama bagi mereka yang mengimpor Bawah Putih misalnya yang ternyata illegal. Maka pihak berwenang memusnahkan Bawang Putih itu. Biasanya dibakar-hangus-hancur di depan hakim.

Kenapa Bawang Putih impor illegal itu harus dimusnahkan? Saya berpikir bahwa tindakan ini penting agar barang illegal ini tidak bercampur dengan Bawang Putih legal yang ada di pasaran. Untuk lebih jelasnya, hasil DINNER di Ancol itu dan pengurus DPP serta AD/ART yang dihasilkannya harus dimusnahkan agar tidak bercampur dengan hasil Munas Partai Golkar yang sah di Bali 2014. Ini bukan pikiran dari saya untuk memojokkan Agung Laksono dan gerombolannya, tetapi ini perintah pengadilan dan Negara Republik Indonesia.

Mengingat, jika diibaratkan Partai Golkar adalah sebuah “negara”, maka wajib dan wajar jika Partai Golkar menumpas pemberontak yang ada dalam “wilayah hukumnya”. Demikian juga, sama wajarnya jika Negara Republik Indonesia menumpas pemberontak seperti PKI sampai kepada antek-anteknya.

Saban waktu, saya kaget ketika usai putusan MA dan putusan PT TUN Jakarta yang meng-ILLEGAL-kan Agung Laksono dan gerombolannya di Partai Golkar, tiba-tiba ada upaya dari gerombolan itu mendesak Aburizal Bakrie untuk segera melaksanakan Munaslub. Kalian itu pemberontak, kenapa mau mengatur Aburizal Bakrie yang sah dan legal? Kalian itu yang kalah, kenapa anda yang ingin mengatur Aburizal Bakrie yang menang?

Kenyataannya, kubu Aburizal Bakrie masih memberi mereka sedikit rasa hormat. Yaitu melibatkan Agung Laksono dan gerombolannya untuk ikut dalam suatu acara yang disebut belakangan dengan istilah SILATURAHMI. Perhelatan ini pun tergelar pada 1 November 2015. Sebuah acara yang dihadiri oleh kawanan pemberontak dan yang diberontak.

Bagi saya, silaturahmi untuk Agung Laksono dan gerombolannya itu tidak cocok. Yang paling cocok untuk mereka adalah Requiem. Atau semacam Kebaktian Rasa Malu. Saya punya alasan mengapa Agung Laksono dan gerombolannya sangat membutuhkan Kebaktian itu. Pertama, AL dan gerombolan sudah sowan ke kantor DPP Partai Nasdem dan diterima oleh Ketum Surya Paloh. Mereka datang atas nama DPP Partai Golkar yang sah dari Munas Ancol. Lalu, Bang Surya sang ketua Pastai Nasdem yakin Partai Golkar akan lebih baik di tangan Agung Laksono. Agung pun berterima kasih.

Bukan hanya DPP Partai Nasdem yang mereka sambangi. Mereka juga menyerahkan “nasib mereka” kepada Ketum PDI Perjuangan Hj Megawati Soekarno Putri dalam sebuah lawatan resmi di Teuku Umar, rumah kediaman Ibu Mega di bilangan Menteng Jakarta. Ibu Mega berpesan agar hubungan antara PDI Perjuangan dan Partai Golkar Agung Laksono dapat menjadi lebih baik.

Mereka juga datang ke DPP Partai Hanura sebagai Partai Golkar yang Sah untuk mendapatkan pengakuan. Agung Laksono dan gerombolannya juga sowan minta dukungan ke DPP Partai PAN, DPP Partai PKB, DPP Partai PPP versi Pemerintah. Berbagai ormas juga telah mereka kunjungi untuk mendapatkan pengakuan.

Lebih dari itu, “negara tetangga Partai Golkar”, yaitu Pemerintah Republik Indonesia juga mengundang Agung Laksono sebagai Ketum Partai Golkar untuk hadir pada acara 17an di Istana Merdeka. Agung Laksono juga hadir di Muktamar Muhammadiyah di Makassar sebagai Ketum Partai Golkar. Di daerah-daerah, gerombolan Agung Laksono juga sibuk berMusda di kebun-kebun pisang, rumah makan, di pekarangan rumah warga. Gerombolan Agung Laksono juga sudah memecat sebagian besar anggota fraksi Partai Golkar di berbagai DPRD Kabupaten/Kota/Provinsi yang pro Aburizal Bakrie.

[caption caption="Ibu mega | sumber: http://www.rmol.co/"]

[/caption]

Di DPR RI, sang Caleg gagal Yoris Raweyay dan jongosnya dengan kekuatan fisik yang tidak beretika dan tidak bermoral, datang ke gedung DPR RI dan mencungkil paksa pintu ruang Fraksi Partai Golkar. Mereka memaksa agar fraksi Partai Golkar dikosongkan dan lalu diserahkan kepada Agung Laksono. Itulah fakta-fakta Agung Laksono dan gerombolannya tidak mempunyai rasa malu sedikit pun.    

Itulah yang saya pikirkan, mengapa Agung Laksono dan gerombolannya sangat membutuhkan Kebaktian Rasa Malu itu. Karena sudah terlanjur berlagak seakan mereka sedang menyetir Partai Golkar asli, padahal oplosan, abal-abal. Partai-partai yang DPPnya telah terima Agung Laksono dan gerombolannya, juga butuh terlibat dalam Kebaktian Rasa Malu itu. Partai-partai itu juga membutuhkan Kebaktian Rasa Malu itu, karena merekalah ikut membesarkan hati Agung Laksono dan gerombolannya untuk terus menyembunyikan kepalsuannya.   

Lalu, bagaimana dengan “negara tetangga” Partai Golkar? Yang tepat untuk mereka bukan silaturahmi. Bukan Kebaktian Rasa Malu. Yang utama untuk Pemerintah Republik Indonesia adalah mereshuffle diri atas “Kemaluan” yang telah mereka pilih itu. Sebuah pemerintah yang digerakkan oleh (p)residen (j)okowi tanpa rasa malu.

Setelah Misa Rasa Malu itu, mereka harus sawer ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Mereka, Agung Laksono dan gerombolannya, termasuk Pemerintah Republik Indonesia dihukum denda uang sebesar Rp 100 milyar, dari Rp 1 trilyun yang dituntutkan oleh Aburizal Bakrie dan Idrus Marham. Denda itu disahkan oleh PN Jakarta Utara dan PT Jakarta. Selain menanggung malu, mereka juga harus membayar denda itu.

Saran saya, pengurus Agung Laksono sebaiknya bayar dulu Rp 100 milyar denda ke PN Jakarta Utara. Setelah pembayaran itu, barulah disusul pemusnahan semua hasil DINNER Ancol Jakarta 2014 silam itu.

Partai Golkar hingga 2020 akan ditukangi oleh pengurus DPP Partai Golkar Munas Bali 2014. Tidak ada munaslub sebagaimana diinginkan gerombolan Agung Laksono, sebab tidak sesuai AD/ART yang dihasilkan Munas di Bali 2014. Jika tetap ingin munas atau munaslub, sebaiknya mereka gunakan nama Partai Agung Laksono.

Pengurus DPP hasil DINNER di Ancol Jakarta itu tidak boleh terlibat di Partai Golkar lagi karena telah dinyatakan haram oleh pengadilan dalam beberapa putusan. Mereka itu haram. Mereka itu ilegal. Haram dalam perkara ini, saya samakan dengan haramnya Partai Komunis Indonesia (PKI) di Indonesia.

Satu pertanyaan penutup tentang Partai Golkar dari saya untuk Agung Laksono dan gerombolannya, kapankah kalian bisa mempunyai rasa malu? Tidak malukah anda masih ingin tetap di Partai Golkar?

Satu juga pertanyaan untuk “negara tetangga”, yakni Pemerintah Republik Indonesia, kapankah kalian bisa berhenti bertindak sebagai mafia tanah dalam urusan legalitas partai politik? Tidak malukah anda sebagai pemerintah sekaligus mafia politik?  

Oleh Maqbul Halim
Pengurus DPD Partai Golkar
Provinsi Sulawesi Selatan

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun