Mohon tunggu...
Moh Heri Kurniawan
Moh Heri Kurniawan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Perawat Sebagai Care Giver Lansia

21 Mei 2017   23:56 Diperbarui: 21 Juni 2017   16:14 7585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain itu, dalam LTC perawat juga mampu memberikan dukungan psikologis kepada lansia masalah yang juga sering dialami oleh lansia yaitu kurangnya dukungan psikologis dari lingkungan keluarga dan masyarakat sekitar. Perawat akan memenuhi kenyamanan lansia, mempertahankan fungsi tubuh, serta membantu lansia menghadapi kematian dengan tenang dan damai melalui ilmu dan teknik keperawatan pada lansia (Maryam, 2008). 

Selain dukungan psikologis, perawat juga mampu memberikan dukungan secara spiritual dengan baik (Atapada, huriah, & pratama, 2016). Semua bentuk pelayanan holistik ini merupakan peran perawat sebagai Care giver. Seorang Care giver harus mampu mengelola kesejahteraan fisik, mental, emosional, spiritual, dan sosial pasien terlebih lagi para lansia. Tugas pokok care giver adalah untuk memastikan bahwa pasien sedang dalam keadaan baik tanpa memandang suku, bangsa, agama, status, ras, dan sejenisnya.

Seorang Care giver juga berperan sebagai pendidik dan motivator. Care giver membantu lansia meningkatkan kesehatan dan motivasi menjalani masa lansia malalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medis yang diterima sehingga klien dan keluarga dapat menerima tanggung jawab terhadap hal-hal yang diketahuinya. Sebagai pendidik juga dapat memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok keluarga yang beresiko tinggi, kader kesehatan, dan lain sebagainya. Masalah bahwa lansia mengalami fenomena takut tua bahkan takut mati merupakan salah satu area perawat dalam memberikan motivasi dan pelayanan (Eliopoulus, 2005)

Care giverjuga berperan sebagai sebagai penghubung antar klien dengan tim kesehatan lain dalam upaya pemenuhan kebutuhan dan masalah klien yang bisa dikatakan tidak sedikit dan cukup kompleks, membela kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan oleh tim kesehatan dengan pendekatan profesional berbasis komunitas dan budaya (Mauk, 2006).

Kemampuan perawat dalam memberikan intervensi kepada lansia memiliki peranan penting dalam menunjang kesehatan lansia. Beberapa penelitian mengenai intervensi kepada lansia yang dilakukan oleh  Hoogenhout, et al., (2012), yang mengukur fungsi kognitif objektif, psikologi kesejahteraan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa intervensi pendidikan komprehensif yang dilakukan mampu mengurangi reaksi emosional negatif terhadap fungsi kognitif. Hal ini berpotensi memberikan kesejahteraan bagi lanjut usia.

Penelitian lain mengenai intervensi pada lansia dilakukan oleh Mackin, et al., (2013), yang melakukan intervensi dengan dua pendekatan yaitu Problem Solving Therapy(PST) dan Supportive Therapy(ST) mengukur fungsi kognitif sebagai variable outcomenya. Hasil yang diperoleh bahwa terjadi peningkatan dalam fungsi kognitif setelah dilakukan psychotherapy untuk depresi. Namun tidak ada perbedaan hasil peningkatan fungsi kognitif dari kedua jenis intervensi yang dilakukan.

Tai Chi programsebagai program intervensi yang dilakukan dalam penelitian Nguyen, (2013), mengukur variabel out comeyang lebih banyak dibandingkanyang lainnya yaitu dari aspek fisik dan juga psikologis. Intervensi ini menghasilkan kekuatan, kebugaran, fleksibilitas dan keseimbangan dinamik yang mengalami peningkatan pada peserta Tai Chi program.

Penelitian Chippendale dan Boltz, (2015) dengan Program Living Legendsmenggunakan Cognitive screeningsebagai variable outcomenya. Hasil yang diperoleh dari Program Living Legendsadalah meningkatkan rasa peserta dari tujuan dan makna hidup, faktor yang dikenal untuk mencegah hilangnya kognitif dan kecacatan, dibandingkan dengan menulis ulasan kehidupan saja.

Sebagian kecil hasil penelitian tersebut masih belum membuka mata para pemangku kebijakan untuk merumuskan kebijakan berbasis bukti. Kebijakan berbasis bukti diartikan sebagai suatu kebijakan yang mendasarkan pada informasi aktual, hasil riset, dan temuan-temuan lain yang sangat kredibel, terkini, dan jelas manfaatnya sebagai salah satu bagian utama dalam proses pembuatan kebijakan dan menjadi input yang sangat berharga bagi para pembuat kebijakan (Asmara & Handoyo, 2015). Lemahnya perumusan kebijakan berbasis bukti membuat hasil kebijakan tidak efektif menyelesaiakn masalah yang dihadapi.

Tantangan lain yang akan dihadapi apabila pengoptimalan fungsi perawat dilakukan yaitu pelibatan lintas sektor yang masih menjadi PR bersama yang melibatkan 1) sektor public, dalam hal ini Departemen Kesehatan itu sendiri yang berperan dalam pembuat kebijakan, regulasi, serta pemberdayaan SDM. 2) sektor privat dalam hal ini perusahaan maupun UKM sebagai investor, dan 3) sektor ketiga yang meliputi LSM, NGO, dan Organisasi Profesi di mana berperan sebagai pengawas dan perpanjangan tangan pemerintah dalam memonitor kinerja di lapangan. Jika ketiga sektor ini berkolaborasi dan bersinergi dengan baik, maka tidak mustahil visi pemerintah untuk mewujudkan lansia sehat, mandiri, aktif, produktif dan berdayaguna akan segera tercapai.

Rekomendasi:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun