BUM desa adalah singkatan dari Badan Usaha Milik Desa. Ini merupakan jawaban sederhana bagi yang kerap bertanya mengenai apa itu BUM desa. Peraturan tentang BUM desa diterbitkan pemerintah mengenai BUM desa 2021. Regulasi tersebut adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 (PP 11 Tahun 2021) tentang Badan Usaha Milik Desa yang ditandatangani Presiden Joko widodo (Jokowi) pada 2 Februari 2021. Dalam ketentuan tersebut, dijelaskan secara detail mengenai apa itu Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disebut BUM desa atau BUM desa.
BUM desa adalah badan hukum yang didirikan oleh desa dan/atau bersama desa untuk mengelola usaha, menggunakan aset, mengembangkan investasi dan produktivitas, memberikan pelayanan dan/atau menyelenggarakan kegiatan lain untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa. Selain itu disebutkan pula bahwa kegiatan BUM desa merupakan kegiatan ekonomi dan/atau pelayanan publik yang dikelola secara mandiri oleh BUM desa. Sedangkan unit usaha BUM desa atau unit usaha BUM desa adalah badan ekonomi milik BUM desa, yang melakukan kegiatan ekonomi dan/atau pelayanan umum sebagai badan hukum yang menjalankan fungsi dan tujuan BUM desa. Dalam peraturan tentang BUM desa ini, dijelaskan bahwa terdapat dua jenis BUM desa yang terdiri atas:
1. BUM desa
2. BUM desa bersama
BUM desa sebagai suatu lembaga ekonomi modal usahanya dibangun atas inisiatif masyarakat dan menganut asas mandiri. Ini berarti pemenuhan modal usaha BUM desa harus bersumber dari masyarakat. Meskipun demikian, tidak menutup kemungkinan BUM desa dapat mengajukan pinjaman modal kepada pihak luar, seperti dari Pemerintah Desa atau pihak lain, bahkan melalui pihak ketiga. Ini sesuai dengan peraturan per undang-undangan (UU 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 213 ayat 3). Penjelasan ini sangat penting untuk mempersiapkan pendirian BUM desa, karena implikasinya akan bersentuhan dengan pengaturannya dalam Peraturan Daerah (Perda) maupun Peraturan Desa (Perdes)Â
2. MetodeÂ
Kegiatan pengabdian masyarakat melalui matching fund ini telah dilaksanakan
di desa Papungan, kecamatan KaKanigoro, kabupaten Blitar. Studi ini merupakan
penelitian deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini, dilakukan
melalui wawancara terstruktur dengan kuesioner untuk pengumpulan data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh wawancara secara langsung dengan masyarakat di
Desa Papungan Kecamatan Kanigoro Kabupaten Blitar. Sebanyak 37 warga dari desa
papungan berpartisipasi dalam pengambilan data ini.Â
Selain wawancara terstruktur, dilakukan juga indepth interview kepada
beberapa perangkat desa untuk mengumpulkan informasi yang lebih lengkap tentang pelaksanaan BUMDes serta kontribusinya terhadap pembangunan desa. Wawancara akan menggunakan panduan instrumen yang telah disusun sebelumnya.Â
Selain menggali data primer, dalam penelitian ini juga dilakukan pengumpulan
data sekunder tentang BUMDes dan kondisi sosial-ekonomi masyarakat di lokasi
studi yang bisa didapat dari BPS, kajian-kajian sebelumnya dan dokumentasi. Datadata yang sudah terkumpul kemudian diolah dan dianalisis menggunakan teori yang
telah dipilih.Â
3. Hasil PembahasanÂ
Program BUMDes sesungguhnya memiliki peran yang strategis dalam
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Dengan mengusung semangat
gotong royong program BUMDes tidak hanya memberikan keuntungan berupa
pembangunan dalam aspek fisik, akan tetapi juga keuntungan dalam aspek sosial.
Dalam pembangunan desa terdapat dua aspek, yaitu pembangunan desa dalam aspek
fisik dan dalam aspek pemberdayaan masyarakat. Pembangunan desa dalam aspek
fisik memiliki obyek utama sarana, prasaran, dan manusia misalnya pembangunan
jalan desa, permukiman, jembatan, bendungan, irigasi, sarana ibadah dan pendidikan (Muhi, 2011: 8 dalam Almasri dan Desmiwar). Sedangkan pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh masyarakat sehingga mewujudkan jati diri, harkat dan martabat masyarakat secara maksimal dan digunakan untuk mempertahankan dan mengembangkan diri secara mandiri baik secara ekonomi, sosial, agama, dan budaya (Widjaja, 2005: 169, dalam Almasri dan Desmiwar).Â