Pada tanggal 5 Mei 2020 lalu, pada saat rapat terbatas yang dilakukan secara virtual terkait antisipasi dampak kekeringan terhadap ketersediaan bahan pokok, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa berdasarkan prediksi akan terjadi musim kemarau yang lebih kering di sejumlah wilayah Indonesia.
Presiden Jokowi juga menekankan untuk menyiapkan berbagai langkah mitigasi demi menjaga stabilitas harga pangan agar tidak terpengaruh dengan adanya musim kemarau. Hal tersebut juga terkait dengan peringatan dari FAO mengenai krisis pangan dunia.
Berdasarkan prakiraan bahwa sekitar 30% wilayah Indonesia masuk zona musim kemarau yang lebih kering dari biasanya. Prakiraan tersebut telah memicu beragam upaya untuk melakukan antisipasi, khususnya dalam rangka menjaga stok pangan nasional.
Berbagai program dan kegiatan telah disusun, direncanakan dan dilaksanakan oleh Pemerintah untuk menjaga stok pangan, mulai dari menyiapkan irigasi, bantuan benih, alsin, asuransi pertanian dan sejumlah kebijakan lainnya.Â
Sejumlah wilayah mulai Mei 2020 digenjot untuk cepat tanam untuk antisipasi kekeringan baik di Jawa yang sudah mulai musim kemarau maupun di sebagian luar Jawa yang curah hujannya masih cukup tinggi.
Bahkan Presiden dan Menteri Pertahanan Prabowo juga harus datang ke Kalimantan Tengah untuk menyiapkan sejumlah langkah strategis menggarap lahan rawa sebagai lumbung pangan baru.
Lalu apa yang terjadi dengan prakiraan musim kemarau 2020? Perkembangan prakiraan iklim nenunjukkan bahwa musim kemarau 2020 diprakirakan akan basah dari normal.
Dalam diskusi webinar pada 21 Juli 2020 dengan tajuk "Kemarau Basah 2020, Tantangan dan Peluang Sektor Pertanian" yang diselenggarakan oleh IPB, diperoleh gambaran bahwa memang benar terjadi kemarau di sejumlah daerah (hampir 64%), terutama melanda di wilayah Jawa, sebagian Sumatera, NTT, NTB, Bali.
Namun di wilayah lain justru mengalami kemarau "basah", yang berpotensi mendapat hujan dengan intensitas tinggi sampai sangat tinggi.
Kemarau Basah dan Sektor Pertanian
Data BMKG (Juli 2020) menunjukkan bahwa di sejumlah daerah berpotensi curah hujan tinggi pada periode kemarau Agustus-Oktober 2020.Â
Pada bulan Agustus potensi hujan tinggi terjadi di Aceh bagian barat dan selatan, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kalimantan barat bagian utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah bagian selatan dan utara, Sulawesi Utara bagian selatan, Maluku Utara, Papua Barat bagian barat dan Papua bagian tengah.
Bulan September yang berpotensi curah hujan tinggi meliputi sebagian besar Aceh, Sumatera Utara bagian tengah dan barat, Pesisir Barat Sumatera barat hingga Bengkulu bagian utara, Kalimantan Barat bagian barat dan timur, Kalimantan Utara bagian utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah bagian selatan dan utara, Maluku Utara, Papua Barat bagian barat.
Selanjutnya untuk bulan Oktober antara lain meliputi Aceh, sebagian besar Sumatera Utara, Sumatera Barat hingga Bengkulu, Kalimantan Barat bagian barat dan timur, Kalimantan Utara bagian selatan, Kalimantan Timur bagian utara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah bagian selatan, Maluku Utara, Papua Barat bagian timur.
Kemarau basah akan berpengaruh terhadap berbagai komoditas di sektor pertanian. Kemarau basah akan menurunkan produksi garam, tembakau, buah-buahan (mangga, rambutan, cengkeh), menurunkan luas tanam padi di lahan rawa lebak, rendemen tebu bisa turun sampai 15%.
Namun demikian kemarau basah juga akan berpeluang untuk bisa meningkatkan produktivitas dan produksi dari tambak udang, kentang, karet, meningkatkan luas tanam padi lahan kering, dan juga meningkatkan indeks pertanaman (IP) padi lahan kering.
Penutup
Sudah menjadi keniscayaan bahwa kebutuhan pangan khususnya beras terus meningkat seiring dengan jumlah penduduk yang terus bertambah. Waspada pangan dengan tetap menjaga stok pangan nasional perlu dilakukan meski tidak terjadi kemarau panjang.
Prakiraan iklim menunjukkan bahwa peluang terjadi musim kemarau basah cukup tinggi di sebagian besar wilayah Indonesia. Kondisi tersebut akan berdampak menguntungkan untuk perluasan areal tanam padi dan peningkatan indeks pertanaman (IP).
Prakiraan luas panen padi bulan Juni dan Juli 2020 mencapai 3 juta ha, meliputi wilayah sentra produk (62%) di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Lampung dan Sulawesi Selatan.Sedangkan untuk bulan Agustus diperkirakan seluas 2,6 juta ha.Â
Sehingga untuk bisa mengejar target luas tanam padi yang dicanangkan oleh pemerintah seluas 5,6 juta ha maka di musim tanam kedua (MT II) perlu dilakukan penanaman di semua wilayah dan juga di lahan rawa karena sebagian wilayah Indonesia Timur diperkirakan tidak memungkinkan untuk tanam akibat keterbatasan air.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H