Mendengar kata karier, kita langsung teringat pada orang-orang yang telah menyandang pekerjaan sebagai pegawai swasta di sebuah perusahaan atau pegawai negeri di suatu instansi pendidikan, pengacara, dokter, pejabat negara, serta pekerjaan lainnya yang terlihat mapan dan diperkirakan gajinya cukup, atau bahkan penghasilannya lebih dari sekadar yang dibutuhkan untuk memenuhi keperluan hidup.
Istilah karier seyogianya memang mengarah pada pekerjaan, namun bukan berarti pembahasan karier hanya mencakup persoalan pekerjaan semata. Lebih dari itu, pembahasan mengenai karier juga mencakup persoalan yang memicu mengapa seseorang (siswa) bingung menghadapi karier itu sendiri serta bagaimana cara mengatasinya. Dalam hal ini, persoalan tersebut tentunya mengarah pada para siswa yang sudah berada dalam fase menuju jenjang karier yang lebih jauh, yakni siswa SMA/sederajat. Pada tingkat inilah pemahaman lebih dalam tentang karier sangat dibutuhkan oleh mereka dan sudah semestinya benar-benar dikuasai.
Bila melihat pendapat para ahli tentang istilah karier (dalam bahasa Inggris disebut “career”), kita tentu akan menemukan banyak pendapat tentang karier dengan berbagai macam substansinya serta istilah lain yang memiliki makna yang sama dengannya (Daryanto & Farid, 2015) seperti istilah “job”, “employment”, atau “occupation”, di mana job dan employment berarti pekerjaan yang pekerjanya hanya akan diberikan upah atau gaji saja, sementara pekerjanya tidak menikmati pekerjaannya; sedangkan occupation berarti pekerjaan yang waktunya terbatas pada jam-jam kerja sementara pekerjanya dapat menikmati pekerjaannya itu.
Secara etimologi kata karier berasal dari bahasa Belanda “carriere” yang berarti perkembangan dan kemajuan dalam pekerjaan seseorang, dan ini juga bisa berarti jenjang dalam sebuah pekerjaan tertentu (Tumiyem, 2019). Bila merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa kata karier memiliki arti perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan, jabatan, dan sebagainya; pekerjaan yang memberikan harapan untuk maju (KBBI, 2020).
Hornby menjelaskan karier adalah pekerjaan atau profesi (Tumiyem, 2019). Lebih jauh, Walgito (2010) menyatakan bahwa karier merupakan pekerjaan atau profesi yang memerlukan kesesuaian antara tuntutan pekerjaan dengan keadaan diri orang yang bersangkutan yang meliputi kemampuan dan minatnya, sehingga apabila hal tersebut telah sesuai dengan dirinya, maka orang tersebut akan bekerja dengan lebih nyaman sebab terdorong oleh perasaan semangat, gembira, serta hal-hal yang memotivasi lainnya.
Karier merupakan suatu istilah yang digunakan apabila seseorang bekerja atau menggeluti pekerjaannya tersebut disertai dengan pengahyatan dan menganggap pekerjaannya tersebut sebagai bagian dari hidupnya yang mewarnai kehidupannya (Daryanto & Farid, 2015). Namun demikian, tetap saja kita perlu mengetahui apa sebenarnya benang merah dari berbagai macam perbedaan mengenai istilah karier tersebut, baik secara bahasa maupun istilah.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, dapat dikatakan bahwa karier adalah suatu keberadaan seseorang dalam posisi/jabatan dalam suatu pekerjaan tertentu, di mana orang yang bekerja merasa nyaman dan tekun karena pekerjaan tersebut sesuai dengan tuntutan pekerjaannya dan keadaan dirinya.
Pada umumnya, siswa SMA/sederajat merasa bimbang ketika menghadapi persoalan karier. Hal ini berdasarkan penyataan Santrock yang mengatakan bahwa “remaja seringkali memandang eksplorasi karier dan pengambilan keputusan sekolah lanjut dengan disertai perasaan bimbang, ragu-ragu, ketidakpastian, dan stress” (Saifuddin, dkk., 2017). Sejalan dengan itu, Creed, dkk., menjelaskan bahwa tahapan eksplorasi karier dapat menjadi masa yang sulit bagi sejumlah remaja. Tidak semua remaja dapat mengambil keputusan dengan mudah (Ardiyanti, 2016).
Hal tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Triana yang menunjukkan bahwa 45% siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) belum memiliki perencanaan mengenai karier yang akan dipilihnya, karena masih mengalami keragu-raguan. Data angket dari penelitian awal yang dilakukan peneliti menunjukkan 30,719% peserta didik belum memiliki gambaran masa depan secara jelas (Saifuddin, dkk., 2017).
Kata “bimbang” sebagaimana tersebut di atas, secara bahasa berarti perasaan tidak tetap hati (kurang percaya); ragu-ragu; perasaan khawatir; cemas (KBBI, 2020). Kebimbangan yang muncul tersebut adalah salah satu persoalan yang perlu segera diselesaikan–di samping persoalan lain yang juga muncul seperti stress dan hal lain juga perlu diselesaikan–agar seseorang mudah dalam memahami dan mengambil keputusan kariernya. Untuk itu, kita perlu mengetahui apa sebenarnya faktor penyebab timbulnya perasaan bimbang dalam diri siswa dan bagaimana cara mengatasi kebimbangan tersebut.
Adapun faktor penyebab timbulnya perasaan bimbang siswa dalam menghadapi persoalan karier secara lebih khusus yaitu kurangnya persiapan kematangan karier ketika ia masih bersekolah. Brooks mengemukakan bahwa kematangan karier sebagai kesiapan kognitif dan afektif dari individu remaja untuk mengatasi tugas-tugas perkembangan yang dihadapkan kepadanya di masa selanjutnya (Saifuddin, dkk., 2017). Sejalan dengan pendapat tersebut, Havighurst menyatakan bahwa memilih dan mempersiapkan karier atau pekerjaan merupakan salah satu tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh setiap remaja (Saifuddin, dkk., 2017). Bahkan, tingkat kematangan karier yang dimiliki seorang siswa memiliki sebab-sebab spesifik yang amat memengaruhinya. Saifuddin (2017) menjelaskan kematangan karier yang rendah dan sedang disebabkan oleh kurangnya wawasan mengenai jurusan kuliah dan karier, minimnya bimbingan karier dari guru dan orang tua, jurusan di SMA yang tidak sesuai dengan keinginan, pengaruh lingkungan, teman, dan orang tua.
Dengan demikian, penting bagi seorang siswa untuk mempersiapkan kematangan karier di awal sebelum dirinya menghadapi persoalan tersebut secara jelas dihadapannya, dan untuk mempersiapkan hal itu, maka tentu saja peran dan bimbingan guru BK dan orang tua sangatlah dibutuhkan untuk mendampingi siswa sampai siswa benar-benar memahami apa yang seharusnya perlu ia pahami sebelum menghadapi jenjang kariernya itu. Sehubungan dengan itu, Walgito (2010) mengungkapkan bahwa untuk mengarah ke hal tersebut, diperlukan bimbingan secara baik dan hal tersebut merupakan salah satu tugas dari pembimbing untuk mengarahkannya.
Sebagai guru BK, tentu bimbingan atau konseling karierlah yang menjadi andalannya ketika menghadapi permasalahan siswa yang seperti ini. Sedangkan orang tua, tidak lain juga perlu memberikan dukungannya yang terus menerus kepada anaknya serta melihat keinginan anak dan tidak memaksakan kehendaknya sendiri agar dituruti oleh anaknya karena tidak jarang hal ini menghambat perkembangan mental seorang anak. Selain itu, jalan konsultasi (pelayanan konsultasi) yang dilakukan seperti orang tua memberikan pemahaman karier lewat informasi yang diperolehnya dari guru BK/konselor yang dimintai bantuannya juga memungkinkan siswa memperoleh wawasan mengenai jurusan kuliah dan karier yang akan ditempuhnya kelak ketika sudah berada di akhir masa sekolahnya.
Sehubungan dengan bimbingan karier, Ismaya (2015) menyatakan bahwa bimbingan karier bukan hanya memberikan pemahaman mengenai posisi/jabatan, akan tetapi mempunyai arti yang lebih luas, yaitu memberikan bimbingan agar peserta didik dapat memasuki kehidupan, tata hidup, dan kejadian dalam kehidupan, dan mempersiapkan diri dari kehidupan sekolah menuju dunia kerja.
Sejalan dengan pendapat di atas, Winkel dan Hastuti (2004) menyebutkan bimbingan karier lebih dari sekadar upaya bantuan dalam mempersiapkan diri siswa untuk menghadapi dunia kerja, pemilihan posisi atau jabatan dalam suatu pekerjaan, serta penyesuaian diri dari tuntutan yang mungkin muncul dari tiap-tiap pekerjaan yang dipilih, yakni bimbingan karier bahkan dikhususkan bagi pemecahan persoalan-persoalan karier yang dihadapi oleh siswa.
Lebih mengarah pada mendefinisikan ke ranah profesionalisme BK, Tumiyem (2019) menjelasan bahwa bimbingan dan konseling karier adalah pelayanan bantuan untuk siswa secara perorangan maupun kelompok agar siswa mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, pengembangan karier, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling (BK) berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Sementara Saifuddin (2017) memandang konseling karier dari sisi keunggulannya, ia menjelaskan salah satu yang menjadi keunggulan dari konseling karier antara lain: (1) konselor menggali permasalahan rendahnya kematangan karier dengan berangkat dari ketidaktahuan peserta konseling akan jurusan kuliah dan karier karena peserta konseling belum memiliki gambaran jurusan kuliah yang akan dipilihnya kelak, (2) konselor menggali minat dan bakat peserta konseling, (3) konselor mengajak peserta konseling untuk mengkontekskan minat dan bakatnya tersebut ke dalam jurusan kuliah, dan (4) konselor juga menanyakan mengenai dukungan orang tua dan keluarga terhadap pilihan jurusan kuliah sehingga jika ada kemungkinan orang tua kurang mendukung, konselor membekali beberapa strategi untuk mengkomunikasikan pilihan jurusan kuliah kepada orang tua dengan baik.
Dengan adanya bimbingan atau konseling karier dimungkinkan siswa yang merasa bimbang ketika menghadapi persoalan karier kebimbangannya akan segera hilang dan berganti menjadi keyakinan lantaran pemerolehan wawasan yang lebih luas mengenai karier itu sendiri. Tidak hanya itu, bahkan siswa juga akan memperoleh wawasan sampai pada pemilihan jurusan kuliahnya kelak yang sesuai dengan minatnya, jurusan kuliah yang tidak sesuai dengan minatnya, serta dukungan orang tua terhadap pilihan jurusan kuliah siswa (anaknya) tersebut. Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa kekurangmatangan karier siswa merupakan alasan penting–bukan alasan satu-satunya–mengapa siswa bingung ketika menghadapai persoalan karier.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H