Mohon tunggu...
mhdalfajri
mhdalfajri Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

konten sejarah

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Harta yang dilestarikan: Eksplorasi Warisan Budaya di Museum Sang Nila Utama

19 Desember 2024   15:25 Diperbarui: 19 Desember 2024   15:25 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1 sumber: museum sang nila utama

Budaya merupakan sesuatu yang saya artikan sebagai sebuah kekayaan yang dimiliki suatu bangsa, yang dengan itu pula menunjukkan identitas dari bangsa tersebut. Indonesia merupakan negara yang kaya akan kebudayaan. Setiap daerah di Indonesia dari Sabang sampai ke Merauke memiliki kebudayaannya masing-masing. Seperti halnya Riau, sering dikatakan sebagai salah satu pusat kebudayaan Melayu di Indonesia karena perannya secara historis, geografis, dan kultural yang sangat penting dalam perkembangan kebudayaan Melayu.

Suku Melayu Riau merupakan salah satu bagian dari kelompok etnis Melayu yang telah mendiami wilayah Riau sejak ratusan tahun yang lalu. Suku ini menggunakan bahasa Melayu dan aksara Jawi, yaitu aksara Arab yang telah dimodifikasi untuk menulis bahasa Melayu. Mayoritas masyarakat Melayu Riau menganut agama Islam, yang telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan mereka sejak kedatangan Islam di wilayah tersebut. Masyarakat Melayu Riau menganut sistem kekerabatan patrilineal, di mana garis keturunan diturunkn melalui pihak laki-laki. Seni musik tradisional seperti gamelan, tari zapin menjadi bagian dari budaya melayu Riau. Selain itu juga terdapat seni sastra lisan, seperti pantun dan syair yang sering digunakan dalam acara adat.

Di era globalisasi dan teknologi digital, generasi bangsa sering terpapar budaya global melalui media sosial, film, musik, dan tren internasional yang membuat perhatian mereka teralihkan dari kebudayaan lokal, termasuk saya sendiri. Sejak kecil sampai sekarang, saya hidup di tempat yang identik dengan kebudayaan Melayu. Namun, hal tersebut tidak membuat saya mengenal lebih mendalam mengenai suku Melayu tersebut. Saya sering mendengar pakaian Melayu, tetapi saya tidak mengetahui bentuk-bentuk bentuk pakaian tersebut. Saya mengetahui nama rumah adat Melayu, tetapi saya tidak pernah melihat bagaimana bentuk rumah tersebut.

Tahun 2024 merupakan awal perjalanan saya menempuh pendidikan tinggi. Saya mengetahui jenjang ini merupakan sesuatu hal yang berbeda dengan jenjang sebelumnya, dan itu membuat saya bersemangat untuk mendapatkan pengalaman baru yang belum pernah didapat sebelumnya. Tepat di awal perkuliahan pada mata kuliah bahasa Indonesia, kami mendapat tugas dari dosen terkait untuk membuat video yang berkaitan dengan ciri khas dari provinsi Riau itu sendiri. Hal tersebut merupakan kesempatan bagi saya untuk menelusuri lebih mendalam mengenai kebudayaan Melayu, khusunya di provinsi Riau. Setelah melakukan berbagai macam pertimbangan, saya memutuskan museum Sang Nila Utama sebagai tempat untuk saya mengenal kebudayaan Melayu karena mengingat museum tersebut menyimpan berbagai macam koleksi yang berhubungan dengan kebudayaan Melayu di Riau bahkan Sumatera.

Museum Sang Nila Utama merupakan sebuah museum daerah yang berlokasi di kota Pekanbaru, Riau. Museum ini didirikan pada tahun 1991. Kepala museum baru terpilih setelah 4 tahun kemudian, yaitu Prof. DR. Edi Setyawadi tepatnya pada 09 Juli 1994. Dalam Sulalatus Salatin, Sang Nila Utama disebutkan sebagai putra pasangan Sang Sapurba dengan Wan Sundaria (anak dari Demang Lebar Daun, penguasa Palembang). Ia menikah dengan Wan Sri Beni, dan awalnya menjadi raja di Bintan sebelum pindah ke Singapura. Sang Nila Utama diyakini sebagai orang yang mendirikan Singapura yang dulunya bernama Tumasik (Tamasek). Museum ini terdiri dari dua lantai dan menyimpan ribuan koleksi yang terdiri dari berbagai kategori.

Di awal kunjungan, saya merasa takjub melihat berbagai macam koleksi yang masih tersimpan di museum ini. Di tempat ini, banyak hal yang pernah saya lihat sebelumnya yang ternyata merupakan bagian dari kebudayaan Melayu. Bagian yang saya lihat pertama kali adalah cerita sejarah yang menggambarkan kehidupan dan peristiwa yang pernah terjadi dan foto-foto tempat bersejarah. Di bagian ini juga saya melihat wajah-wajah tokoh penting di Riau, mulai dari pahlawan nasional hingga tokoh-tokoh yang pernah berkuasa.

Selanjutnya saya berpindah tempat ke bagian yang menunjukkan benda koleksi yang mengekspresikan pengalaman artistik manusia melalui karya dua atau tiga dimensi, yang terletak di lantai dasar. Di bagian ini menampilkan gambaran mengenai kehidupan masyarakat melayu kuno yang melakukan aktivitas menggunakan beberapa alat yang terbuat dari besi dan batu. Selain itu, terdapat karya tiga dimensi yang memperkenalkan salah satu suku pedalaman yang berasal dari Riau, yaitu suku Sakai. Suku Sakai merupakan salah satu suku terasing di Indonesia. Suku ini tinggal di kabupaten Siak dan Bengkalis. Suku Sakai hidup secara tradisional dan nomaden, yaitu berpindah-pindah dari satu kawasan ke kawasan lainnya. Dalam aktifitasnya, suku ini sangat bergantung pada alam, seperti menangkap ikan, menggali, dan meramu. Suku Sakai menolak modernisasi untuk mempertahankan kearifan lokal yang diwariskan para leluhurnya. Nenek moyang suku ini diyakini berasal dari Pagaruyung, yaitu sebuah kerajaan Melayu yang ada di Sumatera Barat.

Di samping karya seni rupa yang saya jelaskan di atas, terdapat miniatur berbagai macam rumah khas Riau yang pada akhirnya menjawab pertanyaan saya mengenai bentuk dari rumah adat suku Melayu Riau. Terdapat beberapa ragam rumah adat Riau yang dilestarikan, yang meliputi rumah Melayu atap limas potong, rumah Selaso Jatuh Kembar, hunian Melayu Lipat Kajang, rumah Melayu atap lontik, dan rumah singgah Siak. Ciri umum dari rumah adat Melayu Riau ini adalah menghadap ke sungai, yang tidak lepas dari fakta bahwa perkampungan masyarakat Melayu Riau berada di sepanjang Sungai Siak. Ciri lainnya adalah rumah adat Melayu Riau mayoritasnya berupa rumah panggung yang bawahnya disangga oleh kayu yang kuat pada bagian tepinya. Hal tersebut difungsikan untuk melindungi rumah dari banjir dan menghindari ancaman hewan buas.

Mengingat masyarakat Melayu sering melakukan aktifitas di perairan seperti menangkap ikan dan bepergian dari satu tempat ke tempat lainnya, tentunya ada alat transportasi yang digunakannya. Di museum ini terdapat alat transportasi air yang biasa digunakan masyarakat Melayu untuk melakukan aktifitasnya. Salah satu alat transportasi tersebut adalah sampan. Sampan memiliki bentuk yang sederhana dan dasar yang datar. Sampan digerakkan dengan tiang ataupun dayung.

Tepat di depan beberapa benda peninggalan yang telah saya jelaskan, terdapat berbagai peralatan tradisional yang mencerminkan kehidupan sehari-hari mereka. Peralatan tersebut berupa peralatan rumah tangga yang meliputi dulang (nampan besar berbahan kayu atau logam yang digunakan untuk menyajikan makanan), tikar pandan (dianyam dari tumbuhan yang digunakan sebagai alas duduk atau tidur), belanga (periuk besar dari tanah liat yang digunakan untuk memasak), dan masih banyak lagi. Selain itu juga terdapat pakaian yang terbuat dari kulit kayu. Di bagian lain terdapat beberapa peralatan yang digunakan untuk menangkap ikan, seperti jala, bubu, tangguk, dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun