Mahasuci Allah yang telah menciptakan makhluknya dengan segala manfaat dan kesempurnaannya. Baik makluk yang dapat dilihat dengan mata telanjang maupun membutuhkan alat bantu untuk melihatnya, semua Allah ciptakan dengan ragam peran dan manfaatnya di bumi ini. Allah kerap membuat perumpamaan untuk menjelaskan kebenaran dan hakikat yang luhur, dengan bermacam makhluk hidup, baik kecil maupun besar. Orang-orang kafir mencibir ketika Allah mengambil perumpamaan berupa makhluk kecil yang dipandang remeh seperti lalat dan laba-laba
"Sesungguhnya Allah tiada segan membuat perumpamaan berupa nyamuk atau yang lebih rendah dari itu. Adapun orang-orang yang beriman, maka mereka yakin bahwa perumpamaan itu benar dari Tuhan mereka, tetapi mereka yang kafir mengatakan: "Apakah maksud Allah menjadikan ini untuk perumpamaan?" Dengan perumpamaan itu banyak orang yang disesatkan Allah, dan dengan perumpamaan itu (pula) banyak orang yang diberi-Nya petunjuk. Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik" (QS Al-Baqarah: 26). Â Di sini dijelaskan sesungguhnya Allah tidak merasa segan atau malu untuk membuat perumpamaan bagi sebuah kebenaran dengan seekor nyamuk atau kutu yang sangat kecil, atau bahkan yang lebih kecil dari itu. Termasuk bakteri, kuman, virus dan sebagainya semua adalah ciptaan Allah yang pasti memiliki peran yang tidak sia-sia dalam kehidupan ini. Hal ini hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang senantiasa merenungi ciptaan Allah, sebagaimana firman-Nya
Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka" (QS Ali Imran: 191) Â Lebih dari sekadar makhluk, semua ciptaan tersebut juga bisa menjadi media bertafakur dan berdzikir (mengingat Allah), termasuk virus Corona (Covid-19) yang akhir-akhir membuat gempar masyarakat. Fenomena merebaknya virus yang menelan ratusan ribu korban di seluruh dunia itu mengandung sejumlah pelajaran bagi kita semua.Â
Pertama, tentang kemahaagungan Allah dan betapa lemah dan kecilnya manusia. Setiap kali melaksanakan shalat, seseorang selalu mengawalinya dengan takbiratul ikhram Allahu Akbar, Allah Maha Besar. Ini bukti pengakuan akan kemahabesaran Allah, dan betapa kecil diri kita di hadapan-Nya. Allah menunjukkan kemahagungannya lewat berbagai media, termasuk lewat makhluk kecil yang tak terlihat secara kasat mata. Â Terbukti sekarang ini, hanya melalui virus yang Allah kirimkan ke muka bumi, seluruh lapisan masyarakat menjadi gempar dan sebagian besar dicekam kekhawatiran. Fenomena ini member pelajaran bahwa betapa sangat mudah bagi Allah untuk menjadikan juga membinasakan alam ini. Bagaimana mungkin manusia berhak sombong terhadap-Nya, sedangkan hanya menghadapi sebagian terkecil dari makhluknya saja mereka sudah kerepotan? Â Kedua, tentang pentingnya merenungi bahwa tiap manusia amatlah dekat dengan kematian. Sehat, sakit, bahkan kematian adalah kuasa Allah. Kedatangan Covid-19 yang seakan menjadi hantu bagi seluruh manusia sebenarnya tak ubahnya seperti banjir, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, dan jenis musibah lainnya. Kepanikan adanya Covid-19 sebenarnya karena takut akan datangnya kematian atas diri manusia. Mencegah atau mengobati adalah kewajiban manusia sebagai makhluk yang berpikir dan menjadi wujud ikhtiarnya. Namun berhasil atau tidak, menjadi takdir yang Allah tetapkan. Manusia tidak dapat mengelak dari apa yang Allah putuskan. Â Bahkan setiap memulai shalat kaum muslim berikrar akan hidup dan mati adalah milik AllahÂ
Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. (QS Al-An'am: 162). Â Dalam ayat lain Allah menjelaskan bahwa hidup dan mati hanyalah ujian yang harus dihadapi seluruh manusia.
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun" (QS Al-Mulk: 2). Â Yang lebih penting dari mengingat kematian adalah seberapa jauh kita mempersiapkan diri menyambutnya? Sudah cukupkah bekal yang kita kumpulkan selama hidup di dunia ini? Â Ketiga, tentang kesadaran akan integrasi keilmuan. Segala jenis ilmu yang ada di bumi dan langit adalah berasal dari satu sumber yakni Allah subhanahu wata'ala. Maka tidak ada dikotomi antara ilmu agama dan umum. Wabah Corona telah membuka kesadaran manusia adanya kebutuhan akan ilmu agama sebagai benteng keimanan, ilmu medis sebagai upaya penanganan fisik, dan ilmu sosial untuk menjalin kerja sama yang solid dalam menghadapi musibah. Tidak ada yang harus dinafikan, semua bisa bersinergi sebagai bagian dari ilmu-ilmu Allah yang dianugerahkan kepada hamba-Nya.
Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah" (QS Thaha: 6) Â Keempat, tentang pentingnya kesadaran akan hidup bersih. Islam mengajarkan kepada umatnya hidup bersih. Ajaran ini dikaji secara khusus dalam kitab-kitab fiqih. Bahkan, dalam umumnya pelajaran fiqih, bab tentang kebesihan diletakkan di awal pembahasan, yakni bab thaharah (bersuci) dari najis dan hadats. Salah satu bentuk aplikasinya adalah praktik berwudhu minimal lima kali dalam sehari. Lebih dari sekadar praktik bersuci, juga merupakan ikhtiar terhindar dari segala kotoran, kuman, bakteri, virus, dan sejenisnya. Bersyukurlah sebagai umat Islam karena segala bentuk ibadahnya memiliki keutamaan terhadap kebutuhan hidup, termasuk kesehatan. Banyak para ilmuwan membuktikan pentingnya bersuci bagi kesehatan manusia. Kemajuan ilmu pengetahuan telah membuktikan bahwa ibadah bukan sekadar kewajiban, namun juga kebutuhan.
Alangkah dahsyatnya cara Allah mengingatkan manusia. Hanya dengan kiriman yang sangat kecil tak kasat mata, manusia menjadi tampak semu, ringkih dan tanpa daya. Semakin terasa bahwa laa haula wa laa quawwata illa billah tidak bisa terbantahkan sampai kapan pun. Berbagai kegiatan keseharian berhenti atau harus berhenti. Bukan hanya dalam hal yang menyangkut hubungan kita dengan sesama manusia, melainkan juga hubungan kita dengan Allah, perlu ritual redefinisi. Jumatan dan shalat wajib berjamaah di banyak masjid.
Apakah manusia lalu menjadi semakin ingat akan Tuhannya? Insya Allah, bagi umat Islam, acara pageblug ini menjadi sulit, masih belum terselesaikan, cara beragama yang benar. Namun, yang lebih disukai, sebaliknya di beberapa bagian dunia yang lain lebih banyak orang malahan lebih banyak kehilangan kepercayaannya terhadap agama, yang berarti lebih rendah kepercayaan terhadap Tuhan. Mudah-senang bukan. Memang banyak hal terjadi yang menyebabkan orang kehilangan harapan, terputus asanya, merasa tidak jelas tentang apa yang bakalan dialami. Ini memberi beban yang sangat nyata untuk penyelenggaraan kehidupan saat ini, tidak hanya yang ada di depan mata, tetapi juga yang mengandung tekanan psikis dan mental. Sungguh luar biasa.
Kalau kita mau kekantor, sekolah, tempat-tempat perjanjian harus disesuaikan dengan kondisi: dijadwal ulang, dikelola dari rumah, ditunda pengerjaannya dan seterusnya. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat menyesuaikan diri. Dengan berbagai cara orang untuk tidak berkerumun, tetapi dengan berbagai cara dan pembenaran masih dijumpai kelompok-kelompok manusia di sana sini. Memang tidak mudah mengubah kebiasaan, meskipun tahu kebiasaan demikian saat ini mengundang bahaya.
Bagi yang tinggal di rumah pun, setelah beberapa hari pasti kurang nyaman. Yang biasa bergerak terlebih lagi. Rutinitas menjadi terasa membosankan, karena tanpa variasi. Sementara sumber berita yang paling banyak didengar saat ini adalah dari telepon genggam masing-masing. Sebagian besar isinya malahan menambah tekanan batin. Tidak ada yang memberi kabar positif, bahkan guyonan pun membuat kita tersenyum kecut.