Tidak ada yang permanen dalam dunia politik, terlebih dalam hal kawan sejati maupun lawan abadi. Hanyalah kepentingan yang bersifat tetap. Perpindahan posisi seseorang dari suatu partai politik ke partai lainnya adalah perbuatan yang biasa kita kenal dengan julukan "kutu loncat".
Seperti hama di masa panen, kutu loncat dalam politik juga mewabah dalam masa pemilihan umum, di setiap pergantian jabatan suatu periode pemerintahan.
Semakin lama, pergantian yang mendadak ini menjadi sebuah tradisi setiap pergantian periode dalam kurun waktu 5 tahun.
Politik kutu loncat sendiri memiliki pengertian, yang mana seorang politisi atau pejabat yang berasas politik meninggalkan partai politiknya sendiri untuk bergabung dengan partai lain atau mendirikan partai baru demi kepentingan pribadi atau kelompok politik. Tujuannya tidak bertele-tele, yaitu untuk meningkatkan posisi atau jabatan, sehingga memperoleh kekuasaan dan kewenangan yang lebih luas, serta benefit dari politik tertentu.
Dalam dinamika politik di Indonesia, fenomena ini telah menjadi elemen yang cukup signifikan. Ketika seorang politisi yang telah dipilih oleh masyarakat menggunakan posisinya sebagai tiket untuk convert ke partai lain, hal ini sering menimbulkan kontroversi. Alasan di balik aksi ini bisa bermacam-macam, mulai dari perbedaan visi ideologis, konflik internal dalam partai, hingga dorongan finansial atau kekuasaan.
Salah satu ciri utama politik kutu loncat adalah suatu keputusan keluar dari  partai  yang didukung, dan kemudian bergabung dengan partai lain yang seringkali menimbulkan perdebatan etis. Hal ini karena pemilih yang selama ini mempercayakan seseorang dalam menerima jabatan politik tersebut  mungkin merasa dikhianati atau kecewa dengan perubahan sikap politik yang tiba-tiba.
Faktor-faktor yang memotivasi politisi untuk melakukan aksi "loncat kutu" tersebut bisa berbeda-beda. Beberapa di antaranya adalah ambisi pribadi untuk mendapatkan status atau kekuasaan yang lebih tinggi, kekecewaan terhadap kepemimpinan partai sebelumnya, atau peluang politik yang muncul dalam dinamika politik Indonesia yang selalu berubah.
Namun, praktik politik ini juga mendapat kritik dari berbagai partai politik, media, dan bahkan masyarakat. Banyak yang melihat ini sebagai tindakan oportunistik yang bertujuan untuk menomorsatukan kepentingan pribadi saja dibandingkan melayani kepentingan masyarakat atau prinsip-prinsip ideologis yang konsisten.
Perubahan politik yang tiba-tiba ini juga dapat mengganggu stabilitas politik, mengaburkan batasan ideologi sesama partai, dan meningkatkan keraguan  pemilih terhadap integritas dan kredibilitas politisi. Dalam wacana politik di Indonesia, dampak jangka panjang dari politik kutu loncat sering diperdebatkan.
Dalam konteks ini, reformasi politik yang memperkuat integritas politik, independensi partai, dan akuntabilitas politik dapat memainkan peran penting dalam mengurangi fenomena "kutu loncat" dalam dunia politik. Meningkatkan pendidikan politik bagi pemilih dan memperkuat kendali atas perubahan partai politik bisa menjadi langkah awal untuk mengurangi dampak negatif  politik kutu loncat di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H