Spodoptera, selama ini dikalangan petani di tanah air banyak disebut dengan julukan ulat grayak, yang bagi petani jagung di Indonesia masih dianggap hama yang lumprah, maksudnya tak termasuk dalam katagori hama yang sangat mengkhawatirkan. Ulat grayak yang selama ini ada di Indonesia merupakan hama asli Indonesia yang dalam bahasa ilmiahnya disebutSpodoptera litura.
Namun kini, diawal tahun 2019 ini muncul spesies baru yang setelah ditelaah lebih lanjut adalah bukan hama asli dari Indonesia, yakni  jenisSpodoptera frugiperda. Kalau dilihat dari berbagai referensi, Spodoptera frugiperdamerupakan hama tanaman jagung yang selama ini merupakan penghuni benua Amerika bagian Tengah (yang beriklim tropis).
Bila dilihat dari perkembangan penyebarannya, Spodoptera frugiperdasangatlah fantastis, berabad-abad tinggal di Amerika Tengah, secara mengejutkan pada tahun 2011 muncul di benua Afrika, tahun 2016 menyeberang ke India, tahun 2017 merambah ke Thailand, Vietnam dan diawal tahun 2019 ini masuk ke Indonesia dan saat ini baru hanya di pulau Sumatera.
Serangan hama ini, muncul sejak musim tanam jagung di bulan April - Mei 2019 lalu dan sudah cukup meresahkan bagi petani jagung di Lampung. Karena telah banyak yang tanamannya hancur dan gagal berbudidaya tanaman jagung karena serangan Spodoptera frugiperda ini. Hal ini secara menyeluruh penulis temukan di  Lampung, baik di Lampung Timur, Lampung Selatan dan Lampung Tengah yang ketiganya adalah sentra petani jagung di propinsi ini.
Melihat cepatnya penyebaran hama ini, sangatlah dimungkinkan dalam beberapa tahun kedepan akan menyerang Jawa, Nusa Tenggara bahkan hingga Sulawesi. Sehingga ada baiknya berbagai upaya untuk menghambat perlu dilakukan, utamanya peran karantina yang perlu dioptimalkan, untuk membatasi ruang gerak penyebaran hama ini antar pulau di Indonesia.
Perbedaan Spodoptera litura denganSpodoptera frugiperda adalah pada kerakusan dalam memakan tanaman, dimana untuk ulat grayak asli Amerika Tengah ini memiliki kerakusan dalam makan tanaman hingga 10 kali lipat dibanding spesies lokal. Selama ini untukSpodoptera litura banyak makan diwaktu malam hari saja, sedang pada siang harinya tidur dan sembunyi.Â
Sementara Spodoptera frugiperda, selalu makan tanaman jagung di sepanjang waktu siang dan malam tak berhenti, hingga habis tanamannya dan bahkan kalau sudah habis makanannya bersifat kanibal, yakni memakan sesamanya. Mengerikan tentunya, dan melihat kerakusanya hama ini terasa seperti monster kecil bagi tanaman jagung.
Sehingga kini petani jagung di Indonesia, khususnya di Sumatera harus waspada dalam menanam jagung, khususnya di umur tanaman hingga 30 hari setelah tanam. Kalau dulu menanam jagung, begitu selesai tanam dibiarkan selama dua minggu tanpa ditengok tidak masalah, maka kini dengan adanyaSpodoptera frugiperda ini petani akan terkaget-kaget bila sampai 2 minggu tidak melihat tanaman jagungnya, karena bisa jadi tanamannya sudah habis di makan ulat grayak pendatang baru ini.
Belum diketahui lebih jelas cara penyebaran hama ini dari Amerika Tengah, Afrika hingga Asia Tenggara ini, bisa jadi melalui udara (setelah menjadi kupu-kupu terbang kemana-mana), dan bisa juga melalui biomassa (bagian tanaman yang ada hama itu, baik dalam bentuk ulatnya maupun dalam bentuk telur yang nempel ke bagian tanaman itu) yang dibawa secara langsung secara tidak sengaja ke antar benua itu.
Yang kini bisa kita lakukan pertama-tama adalah pencegahan yakni,  bagi petani yang menanam jagung khususnya di area yang sudah mulai endemik seperti di Sumatera yakni khususnya di Lampung  dan kabarnya hingga  Kaban Jahe di Sumatera Utara.  Langkah antisipasinya adalah, pada saat tanam, benih dicampur dengan insektisida sistemik, bahan aktif karbofuran bisa menjadi alternatif penggunaannya.