Banten merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki kekentalan akan kehidupan sosial budaya di dalam masyarakatnya. Sebagian besar masyarakat Banten memeluk agama Islam dengan semangat religius yang tinggi, hal ini ditandai dengan terdapatnya ruang sembahyang di dalam keraton Kaibon.Â
Hal lain yang membuktikan masyarakat banten memiliki semangat religius beragama Islam adalah terdapatnya Masjid Agung Banten. Kehidupan sosial masyarakat Banten memiliki berbagai macam suku yang ditandai dengan terdapatnya berbagai macam adat istiadat dan bahasa yang digunakan oleh masyarakat.Â
Menurut buku Studi Kebantenan Dalam Catatan Sejarah, sebelum kerajaan Banten menjadi kerajaan yang berbasis Islam, kehidupan sosial masyarakat Banten masih berbasis tradisional misalnya seperti penggolongan masyarakat yang sederhana, sistem lapisan dalam masyarakat yang masih tertutup, dan masih menekankan sistem kasta akibat Banten masih bercorak Hindu.Â
Namun seiring dengan masuknya pengaruh ajaran-ajaran Islam di dalam kerajaan, lambat laun sistem kasta dalam sosial masyarakat tersebut memudar. Struktur masyarakat Banten dibagi atas empat kelompok, yaitu: Golongan raja dan keluarga, golongan elit, golongan bukan elit, dan golongan budak.
Terdapat 3 tokoh utama terhadap masuknya Islam di Banten, mereka adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, Sultan Hasanuddin atau Pangeran Sabakingkin, dan Maulana Yusuf atau Pangeran Pasareyan. Â
Sejak itu kehidupan sosial masyarakat Banten berlandaskan pada ajaran Islam khususnya di daerah pedalaman. Banyak masyarakat yang tertarik untuk memeluk agama Islam karena masyarakat yang menganut Islam memiliki sikap toleransi yang tinggi, dibuktikan dari perizinan membangun gereja dan kelenteng di Banten, sehingga masyarakat berpikir bahwa Islam merupakan agama yang baik, memiliki toleransi yang tinggi, serta cinta kedamaian.
Seiring dengan pergantian kekuasaan pada kesultanan Banten mengakibatkan Banten mengalami kemajuan.
Sistem sosial masyarakat Banten menjadi lebih baik semenjak pengaruh agama Islam pada saat kerajaan Sultan Fatahilah atau Faletehan, dan makin berkembang pada masa kekuasaan Sultan Ageng Tirayasa sampai Banten menjadi pusat perdagangan seluruh dunia melalui kerjasama dalam hubungan Internasional khususnya bangsa Eropa dan bangsa Timur Tengah melalui perdagangan dan perekonomian dengan tujuan memajukan kehidupan sosial maupun ekonomi masyarakat Banten.Â
Pada masa Kesultanan Ageng Tirtayasa ini menjadi titik dimana Banten menuju kejayaanya sebagai Kesultanan Islam. Walaupun saat tersingkirnya Kesultanan Ageng Tirtayasa oleh anaknya mengakibatkan kondisi masyarakat Banten mengalami penurunan pada masa penjajahan belanda, namun sistem sosial yang berbasis agama Islam masih tetap terus melekat di Banten sampai sekarang.
Sistem sosial masyarakat Banten berbeda-beda, penduduk Banten sebagaian besar merupakan keturanan orang Jawa dan Cirebon yang didalamnya terbaur dengan orang-orang Sunda, Bugis, Melayu, dan Lampung. Perbedaan keturunan itulah yang membuat masyarakat Banten memiliki adat istiadat maupun bahasa yang berbeda-beda di setiap daerahnya.
Banten juga kental terhadap budaya yang ditunjukkan berupa ditemukannya menara bangunan Masjid Agung Banten yang dibangun oleh Hendrik Lucasz Cardeel dan bangunan gapura di Keraton Kaibon Banten serta istana model Eropa yang dibangun oleh Jan Lukas.Â