Melihat kondisi geografis Indonesia yang terletak di antara tiga lempeng menjadikan negeri ini menjadi negeri yang rawan akan bencana alam. Beberapa kali negeri ini diguncang dengan bencana. Tentu masyarakat Indonesia tidak akan pernah melupakan bencana gempa bumi yang disusul dengan gelombang tsunami di Aceh pada akhir 2004 lalu. Gempa dengan kekuatan 7,2 SR “berhasil” memporak porandakan kota serambi Mekkah tersebut. Gempa jogja? Itu juga tidak akan pernah dilupakan oleh masyarakat indonesia.
Ya, gempa bumi adalah salah satu bencana yang paling sering “menyapa” negeri ini. Selain kedua gempa yang saya sebutkan di atas, untuk masyarakat kota kendari tidak akan pernah melupakan gempa yang terjadi pada tahun 2010 lalu. Gempa dengan kekuatan 5,1 SR itu adalah gempa terkuat yang pernah dirasakan oleh warga kota kendari. Kepanikan, ya itulah yang dirasakan oleh warga pada saat itu.
Pada juli 2013 lalu, warga kota kendari lagi-lagi dibuat panik oleh bencana. Kali ini bukan gempa bumi, melainkan banjir. Sebelumnya warga kota kendari hanya melihat bencana banjir melalui layar televisi. Namun pada juli 2013 lalu, Tuhan “memberikan kesempatan” bagi warga kota untuk merasakannya. Entah itu merupakan cobaan ataukah itu adalah bencana. Yang pasti sebelum menyalahkan segala sesuatunya, kita wajib mengoreksi diri terkait setiap kejadian yang kita alami.
Sudahlah, rasanya cukup untuk mengungkit-ungkit masalah bencana. Sudah saatnya kita memikirkan cara penaggulangannya.
Menyadari akan kondisi Indonesia yang rawan akan bencana alam, maka Pusat Studi Mitigasi dan Penangan Bencana (PMPB) Universitas Halu Oleo bekerja sama dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Republik Indonesia mengadakan seminar dan pelatihan Pengurangan resiko Bencana dengan megusung tema Generasi Akademika Tanggap Bencana. Kegiatan ini berlangsung pada tanggal 12-14 November 2013 bertempat di gedung Rektorat Universitas Halu Oleo.
Dibawakan oleh 4 pemateri dari pusat ditambah dengan 1 pemateri lokal membuat seminar ini menjadi menarik. Dimulai dengan materi “Bangunan Sederhana Tahan Gempa” yang dibawakan oleh Prof. Ir. H. Sarwidi, MSCE., P.hD., IP-U. Pada penyampaian materi ini Bapak pemateri mengajak para peserta yang terdiri dari Mahasiswa dan Instansi pemerintah untuk bagaimana dapat hidup harmonis bersama bencana. Ya, ini adalah suatu langkah tepat yang harus diambil mengingat kita tidak dapat menghalau setiap bencana yang datang. Dengan beberapa video yang ia perlihatkan, ternyata mampu menambah motivasi bagi mahsiswa teknik sipil Universitas Halu Oleo dalam merencanakan bangunan tahan gempa. Berbicara masalah bangunan tahan gempa, sebenarnya itu bukanlah sesuatu yang baru bagi mahasiswa teknik sipil kota kendari. Mengigat nenek moyang dari hampir sebagian besar mahasiswa yang berasal dari Kabupaten Muna dan Buton telah menggunakan bangunan sederhana. Jenis bangunan sederhana yang mereka gunakan adalah rumah panggung yang terbukti mampu menahan goncangan gempa. Bukti terbaru, pada Oktober 2013 lalu, daerah buton diguncang gempa bumi dan ratusan rumah panggung khas daerah itu tidak ada yang rubuh satupun.
Prof. Zainudin Maliki melanjutkan materi kedua yang berjudul “PRB dan Pembangunan Berkelanjutan”. Saya yang saat itu juga berada sebagai peserta rasa-rasanya agak kecewa setelah melihat setiap materi yang ditayangkan oleh bapak pemateri. Kekecewaan itu hadir bukan karena materinya yang kurang menarik, akan tetapi karena ada yang kurang dalam formasi peserta seminar. Seharusnya saat materi tersebut, turut hadir pihak pemerintah kota dan juga pemerintah provinsi. Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat merekalah pihak yang menjadi penentu dalam pelaksanaan Pembagunan Berkelanjutan. Jika pihak pemerintah kota dan provinsi tidak memahami tentang pembangunan berkelanjutan ini dan apalagi jika terkesan mengabaikan pembangunan berkelanjutan ini yang notabenenya pembangunan berkelanjutan adalah proses bagaimana memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kebutuhan yang akan datang, maka hal ini akan menjadi sesuatu yang sia-sia belaka.
Kedua materi tersebut sangat menarik. Hal ini harusnya menyadarkan kita bahwa bencana datang tanpa ada yang megetahui. Sehingga kita yang menjadi penduduk bumi harus lebih sadar akan dampak dari bencana tersebut. Kita harus mampu hidup harmonis dengan bencana. Selain itu, sebagai insan akademik, kita harus mampu mengurangi terjadinya resiko bencana dengan berhenti untuk mengeksploitasi alam secara berlebihan. Mulai hidup dengan konsep go green. Selain itu, kita harus sadar bahwa jika kita baik kepada alam maka alam pun akan baik kepada kita. Sebaliknya jika kita jahat kepada alam, maka akan akan lebih jahat kepada kita. Dan dalam hitungan detik alam akan mampu memporak porandakan segala kenyamanan yang kita miliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H