Saya kemudian "terpaksa" bertemu dengan dia lagi karena meminta bantuan untuk mengurus administrasi perkuliahannya yang terkesan amburadul. Alasannya karena sakitnya yang seringkali membuatnya takut menuju tempat keramaian. Entahlah apa nama penyakit seperti itu.
Apakah saya membantu? Tentu saja, iya!
Dalih saya waktu itu, benar-benar mencoba membuka harapan baru karena informasi terakhir kalau sang perempuan yang dikejarnya itu sudah jadi milik orang lain. Kasihan sih! Cuma saya mencoba berbaik hati untuk membuka kesempatan.
Namun, yang namanya jodoh tetap Tuhan yang atur. Saya harus melanjutkan studi ke magister atas permintaan bapak. Otomatis saya harus fokus karena tentunya materi perkuliahan di tingkat pascasarjana akan jauh lebih berat.Â
Saya pun kemudian tak lagi mendengar apa-apa soal lelaki ini. Hingga ada telepon yang masuk dan mengatakan kalau dia harus segera menikahi seorang perempuan yang sakit keras (entah benar atau tidak). Dan lagi, saya kenal perempuan itu. Kakak kelas yang pernah menasihati saya soal hijab.
Kini, hidup mereka sepertinya bahagia di sudut bumi Tuhan yang entah dimana. Istrinya benar sakit keras atau tidak, saya serahkan saja sama Tuhan.Â
Pastinya saya percaya Tuhan selalu memberikan ganjaran atas apa yang telah dilakukan hambaNya. Saya mencoba mengikhlaskan kisah perjalanan hidup saya mengenal pria harus dilalui seperti ini.
***
Pelajaran Berharga dari Mantan
Cukup dua kisah di atas yang saya angkat karena sangat berbekas di hati saya yang waktu itu memang ingin melepaskan diri dari masa jomlo dan langsung menikah.Â
Saya mengira, kakak senior dan teman KKN di atas tadinya sudah serius memikirkan ke jenjang pernikahan, tetapi ternyata kalau bukan jodoh ada-ada saja halangannya.