Mohon tunggu...
Muhammad Hamzah
Muhammad Hamzah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pengajar

Kajian IHSAAN | Madrasah Al-Imtiyaaz | Makassar English Plus (MEP) | Al-Markaz for Khudi Enlightening Studies (MAKES) | Pesantren Modern IMMIM | Aktivasi IKHLAS | Pelatihan Shalat | Kota Makassar, Sulawesi Selatan |

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Merespons Kasus Sigi

2 Desember 2020   10:39 Diperbarui: 2 Desember 2020   10:47 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus Sigi adalah peristiwa pembunuhan empat warga Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah pada Jumat (27/11/2020) seperti yang dberitakan Kompas.com pada 28-11-2020.

Pelaku disinyalir merupakan bagian dari kelompok yang dilabeli "teroris", yaitu Ali Kalora. 

Sebagai seorang muslim, berita ini tentu memukul perasaan kemanusiaan kita. Tak habis pikir, sekelompok orang yang mengaku "muslim" tega melakukan perbuatan yang keji, di luar rasa kemanusiaan.

Fakta-fakta dari peristiwa di atas, sekali lagi, sebagai seorang muslim,  tidak bisa kita sangkal. Pertama, pelakunya adalah seorang muslim. Kedua, perbuatannya bertentangan dengan rasa kemanusiaan. Dua fakta tersebut tidak bisa dibantah/disangkal. Menyangkalnya merupakan perbuatan sia-sia.

Jadi, karena faktanya tidak bisa kita sangkal, apa yang bisa kita lakukan?

Pertama, pengakuan. Kita akui bahwa pelakunya muslim dan bertindak atas nama ajaran Islam. Ada teks keagamaan yang mengajarkan tindak kekerasan dan dipraktikkan oleh muslim (yang kemudian dilabeli "teroris" itu). Kita tidak perlu berkelit bahwa "mereka salah menafsirkan" atau alasan lainnya. Kalau mayoritas ummat Islam menyangkal hal itu, maka masalah ini akan terus ada atau terulang. Mengakui dua hal penting di atas, yaitu ada teks ajaran kekerasan dan ada yang mempraktikkannya, adalah langkah awal untuk menyelesaikan masalah "terorisme" ini.

Kedua, setelah pengakuan, ummat Islam mayoritas yang tidak setuju dengan perilaku dan pelaku kekerasan atas nama Islam itu, perlu mengingatkan muslim yang setuju dengan kekerasan untuk tidak mempraktikkan ajaran kekerasan itu. Perlu diingatkan bahwa memang ada teks "bunuh" (dan yang senada) pada dua sumber pokok ajaran Islam, namun kita tidak bisa mempraktikkannya karena kita terikat pada sistem hukum di negara ini. Ditambah lagi, kalau perbuatan kekerasan (teror) itu dilakukan, pelaku lebih berpotensi masuk neraka ketimbang masuk surga.

Bagaimana? Bisa kita lakukan?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun